Pimpinan DPR Dinilai Lempar Tanggung Jawab Usai Singgung ''Judicial Review'' KUHAP
- Koalisi Masyarakat Sipil menilai, pernyataan pimpinan DPR RI yang menyatakan masyarakat dapat mengajukan judicial review jika tidak puas dengan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) sama saja dengan melemparkan tanggung jawab.
Ketua YLBHI sekaligus anggota Koalisi Sipil, Muhammad Isnur, menegaskan pemerintah punya kewajiban untuk menciptakan produk hukum yang baik, bukan membuat produk hukum yang justru nanti bakal digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK).
“Kewajiban pertama ada di mereka. Jangan lemparkan dulu tanggung jawab dan kewajiban kepada masyarakat,” ujar Isnur, dalam acara diskusi di Kantor YLBHI, Jakarta, Sabtu (22/11/2025).
Isnur menilai, pemerintah dan DPR RI keliru jika berpandangan undang-undang bisa semuanya diuji ke MK kalau masyarakat tidak puas dengannya.
Ia menilai, lempar tanggung jawab ini bukan kali yang pertama.
Sebab, DPR disebutkan punya rekam jejak dalam hal menyalahkan masyarakat yang kritis.
“Kekeliruan oleh pemerintah dan DPR jangan dilemparkan kepada masyarakat. Lagi-lagi dan lagi-lagi, tindakan pemerintah dan DPR seringkali menyalahkan masyarakat. Karena kami cerewet, karena kami kritis, kami dianggap mengganggu,” imbuh dia.
Isnur menegaskan KUHAP merupakan konstitusi versi mini.
Artinya, seluruh tindakan masyarakat bergantung pada KUHAP.
“KUHAP ini, teman-teman, adalah konstitusi mini. Hal yang paling menentukan kita bebas tidak bebas, kita bisa menghirup udara segar atau dipenjara,” lanjut Isnur.
Ia mengatakan, sejarah mencatat KUHAP pernah disalahgunakan oleh aparat penegak hukum, misalnya dalam beberapa kasus salah tangkap hingga rekayasa proses hukum yang dilakukan sejumlah petinggi Polri.
Isnur pun menyinggung kasus eks Kadiv Propam Polri, Irjen Ferdy Sambo, dan eks Kapolda Sumatera Barat, Irjen Teddy Minahasa.
“Masih ingat peristiwa Sambo di mana polisi, para penyidik, bisa melakukan rekayasa? Masih ingat Teddy Minahasa di mana Kapolda bisa merekayasa bukti?” singgung Isnur.
Ia mengatakan dua kasus ini menjadi bukti kalau kekuatan absolut di satu pihak akan mempengaruhi proses penegakan hukum.
Koalisi Masyarakat Sipil menilai, terdapat ancaman serius dari KUHAP yang baru disahkan oleh DPR RI ini.
Terdapat sejumlah pasal yang berpotensi menjadi sumber pelanggaran dan penyalahgunaan kekuasaan oleh salah satu pihak.
Dengan segala dinamika yang ada, baik dalam proses penyusunan hingga pengesahannya, Koalisi mendorong agar Presiden Prabowo menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang baru saja disahkan oleh DPR RI.
"Kami memberikan masukan, mendesak Prabowo untuk segera menerbitkan Perppu, batalkan segera KUHAP ini karena ini membahayakan penegakan hukum," kata Isnur.
Pimpinan DPR RI singgung judicial review
Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal mempersilakan pihak yang tidak setuju dengan RUU KUHAP yang segera menjadi UU untuk melakukan upaya judicial review.
“Kalau memang enggak setuju dengan isinya, bisa melalui judicial review,” kata Cucun, saat ditemui di Gedung DPR RI, Senin (17/11/2025).
RKUHAP resmi disahkan pada 18 November 2025.
Saat ini, ‘kitab suci’ proses penegakan hukum tengah menunggu persetujuan Presiden Prabowo sebelum dapat digunakan mulai Januari 2026 nanti.
Tag: #pimpinan #dinilai #lempar #tanggung #jawab #usai #singgung #judicial #review #kuhap