Usulan Gelar Pahlawan untuk Soeharto Dikecam, Aktivis: Ini Ancaman bagi Sejarah Reformasi
- Wacana pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden ke-2 Republik Indonesia, Soeharto, menuai kritik dari kalangan aktivis. Mereka menilai langkah tersebut tidak hanya persoalan kelayakan, tetapi juga berpotensi mengaburkan sejarah reformasi dan merusak fondasi demokrasi Indonesia.
Pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto akan membawa implikasi serius terhadap sejarah dan arah sistem ketatanegaraan Indonesia.
“Pemberian gelar ini bukan hanya perkara pantas atau tidak pantas. Ini soal bagaimana kita memahami sejarah dan arah demokrasi Indonesia ke depan,” kata Bivitri kepada wartawan, Kamis (30/10).
Menurutnya, penetapan Soeharto sebagai pahlawan nasional dapat mengaburkan landasan historis reformasi 1998 yang melahirkan berbagai perubahan institusional penting, termasuk pembentukan Mahkamah Konstitusi (MK) dan penguatan pasal-pasal hak asasi manusia (HAM) dalam UUD 1945.
“Kalau Soeharto dianggap pahlawan, seolah-olah kita kehilangan dasar sejarah atas lahirnya lembaga-lembaga dan nilai-nilai demokrasi itu. Reformasi bisa kehilangan maknanya,” ujarnya.
Bivitri juga menyoroti cara Kementerian Sosial mengajukan nama Soeharto bersama sejumlah tokoh lain, seperti aktivis buruh Marsinah, dalam daftar usulan penerima gelar pahlawan nasional.
“Seolah pemberian gelar ini prosedural biasa. Kalau Soeharto diusulkan sendirian, mungkin masyarakat lebih mudah menolak. Tapi kalau bersama tokoh lain, kita jadi ragu dan sungkan,” ucapnya.
Ia menduga, di balik usulan tersebut terdapat motif politik yang ingin mengembalikan romantisme masa Orde Baru.
“Ada cara pandang bahwa masa Orde Baru adalah masa terbaik Indonesia, dan itu berbahaya. Sekarang saja sudah muncul narasi ‘kembali ke UUD 1945’, dan banyak poster-poster semacam itu di media sosial,” tutur Bivitri.
Lebih jauh, Bivitri memperingatkan bahwa langkah ini dapat menjadi pintu masuk untuk menafikan legitimasi perubahan konstitusi pascareformasi.
“Kita bisa kehilangan dasar sejarah yang menunjukkan bahwa amandemen UUD 1945 itu perlu, karena kekuasaan Soeharto dulu terlalu besar. Kalau Soeharto dijadikan pahlawan, nanti bisa saja muncul argumen, ‘Soeharto saja dipilih tujuh kali, kenapa tidak boleh lagi?’ Itu berbahaya bagi masa depan demokrasi kita,” tegasnya.
Senada, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menolak keras usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Soeharto. Ia menyebut wacana itu sebagai bentuk pengkhianatan terhadap semangat reformasi dan penderitaan korban pelanggaran HAM di masa Orde Baru.
“Upaya menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional adalah pengkhianatan terbesar atas mandat rakyat sejak 1998. Jika usulan ini terus dilanjutkan, reformasi berpotensi berakhir di tangan pemerintahan Prabowo,” tegas Usman.
Usman mengingatkan, kejatuhan Soeharto pada Mei 1998 merupakan hasil gerakan rakyat yang menuntut demokratisasi setelah 32 tahun pemerintahan otoriter.
“Mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan berarti menafikan penderitaan para korban dan keluarga mereka yang hingga kini belum mendapatkan keadilan,” ujarnya.
Ia menegaskan, masa pemerintahan Soeharto diwarnai pelanggaran HAM berat, mulai dari pembantaian massal 1965–1966, penembakan misterius (Petrus), tragedi Tanjung Priok 1984, peristiwa Talangsari 1989, hingga kekerasan di Aceh, Timor Timur, dan Papua, serta penghilangan paksa aktivis 1997–1998.
“Negara telah mengakui peristiwa-peristiwa itu sebagai pelanggaran HAM berat, baik melalui Ketetapan MPR pada awal reformasi maupun pernyataan resmi Presiden Joko Widodo pada Januari 2023. Namun tidak satu pun aktor utama, termasuk Soeharto, yang dimintai pertanggungjawaban,” tuturnya.
Usman menilai langkah Kemensos mengusulkan Soeharto sebagai pahlawan merupakan bagian dari upaya sistematis mencuci dosa rezim Orde Baru yang sarat dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Pemerintah harus memprioritaskan penyelesaian pelanggaran HAM berat, bukan justru memberi penghargaan kepada pelaku. Soeharto tidak layak berada di daftar usulan pahlawan nasional. Hentikan upaya pemutarbalikan sejarah ini,” pungkasnya.
Tag: #usulan #gelar #pahlawan #untuk #soeharto #dikecam #aktivis #ancaman #bagi #sejarah #reformasi