Ketua Komisi II Sindir KPU: Kalau Bisa Pesawat Biasa, Kenapa Harus Pakai Jet Pribadi?
- Ketua Komisi II DPR Rifqinizamy Karsayuda menyindir anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mendapatkan sanksi peringatan keras akibat menggunakan jet pribadi untuk perjalanan dinas.
Tegasnya, sanksi dari Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) kepada lima anggota KPU harus menjadi pembelajaran bahwa penyusunan anggaran harus berorientasi kepada efektivitas kinerja.
"Jadi kalau bisa pakai pesawat biasa, kenapa harus pakai jet pribadi?" ujar Rifqi di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (29/10/2025).
Komisi II, kata Rifqi, akan memanggil KPU sekaligus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk membahas penggunaan jet pribadi untuk perjalanan dinas.
"Kami akan mempelajari putusannya dan kami akan memanggil KPU, termasuk Bawaslu juga," kata Rifqi.
Harapannya, KPU sebagai penyelenggara pemilu dalam penggunaan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) juga harus memperhatikan sensitivitas publik.
Mengingat komisioner KPU yang terkena sanksi tersebut masih akan menjadi penyelenggara Pemilu 2029.
"Penyusunan DIPA (daftar isian pelaksanaan anggaran) itu tidak hanya berorientasi pada efektivitas kinerja, tapi juga harus sensitif terhadap publik," tegas Rifqi.
Logo Komisi Pemilihan Umum RI
Sanksi Peringatan Keras
Diketahui, DKPP resmi menjatuhkan sanksi peringatan keras kepada Ketua dan empat anggota KPU. Kelimanya dikenakan sanksi peringatan keras setelah puluhan kali perjalanan dinas menggunakan jet pribadi saat pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Ketua dan empat Anggota KPU yang naik jet pribadi sewaan tersebut adalah Afifuddin, Idham Holik, Persada Harahap, August Mellaz, dan Yulianto Sudrajat.
Dalam sidang yang digelar pada Selasa (21/10/2025), anggota DKPP Ratna Dewi Pettalolo mengungkap bahwa kelima anggota KPU itu melakukan 59 kali perjalanan dinas dengan menggunakan jet pribadi.
"Bahwa di antara 59 kali perjalanan menggunakan private jet, tidak ditemukan satupun rute perjalanan dengan tujuan distribusi logistik," ujar Ratna.
Dalam 59 kali perjalanan itu, tidak terbukti dalil dari Afifuddin yang menyatakan bahwa penggunaan jet pribadi untuk tujuan distribusi logistik.
Ratna menjelaskan, kelima anggota KPU beralasan bahwa penggunaan jet pribadi ditujukan untuk monitoring logistik di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).
Namun faktanya, daerah-daerah yang dituju bukan daerah 3T dan memiliki penerbangan komersial dengan jadwal penerbangan yang memadai.
Salah satu perjalanan yang diungkap dalam sidang tersebut, jet pribadi pernah digunakan untuk pergi ke Bali dengan agenda monitoring logistik, sortir, dan lipat suara.
Selain ke Bali, jet pribadi juga digunakan untuk ke Kuala Lumpur, Malaysia untuk mengecek masalah perhitungan suara dapil luar negeri yang terjadi.
Selama 59 kali perjalanan dinas menggunakan jet pribadi, jumlah anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang digunakan kelima anggota KPU itu sebesar Rp 90 miliar. Kelimanya bahkan terungkap menggunakan jet pribadi mewah dengan jenis Embraer Legacy 650.
Atas dasar fakta persidangan tersebut, DKPP kemudian menjatuhkan sanksi kepada Ketua dan empat anggota KPU RI.
"Menjatuhkan sanksi peringatan keras pada teradu 1 Mochammad Afifuddin selaku ketua merangkap anggota, teradu 2 Idham Holik, teradu 3 Yulianto Sudrajat, teradu 4 Parsadaan Harahap, dan teradu 5 August Mellaz, masing-masing selaku anggota KPU terhitung sejak putusan ini dibacakan," ucap Ketua DKPP Heddy Lugito.
Tag: #ketua #komisi #sindir #kalau #bisa #pesawat #biasa #kenapa #harus #pakai #pribadi