Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Maritim Menuju Abad Kedua Indonesia
Peserta lomba sampan layar salah satu perlombaan tradisional yang masih dipertahankan masyarakat Kecamatan Belakangpadang, Batam, Kepulauan Riau (KOMPAS.COM/PARTAHI FERNANDO WILBERT SIRAIT )
08:08
27 Oktober 2025

Sumpah Pemuda dan Kebangkitan Maritim Menuju Abad Kedua Indonesia

HARI Sumpah Pemuda yang diperingati setiap tanggal 28 Oktober, merupakan pengingat bahwa generasi muda memiliki kekuatan transformatif. Ucapan Ir. Soekarno, sang proklamator, “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia….”, senantiasa eksis seiring sejarah perjalanan waktu berbangsa. Semangat itu bukanlah hal sederhana, mengingat Indonesia sedang memasuki jalan emas menuju usia 100 tahun kemerdekaan pada 2045.

Tahun tersebut merupakan pucuk periode dimana menurut sintesis historis Ibnu Khaldun, berpotensi menjadi titik balik dan pergantian peradaban. Perjalanan Indonesia meraih Indonesia Emas 2045 nantinya bukan atas dasar sesuatu yang terjadi begitu saja, melainkan sebuah perjalanan maraton lintas generasi. Namun, para pemuda selalu menjadi mesin penggerak atau agen perubahan.

Dalam konteks Indonesia sebagai salah satu negara kepulauan terbesar di dunia, panggilan bersejarah ini memiliki fokus yang jelas, yaitu Pembangunan Kemaritiman. Ikrar kesatuan tanah dan air Indonesia Sumpah Pemuda 1928, dengan ikrar "bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia," secara implisit telah menancapkan fondasi kesatuan antara daratan dan lautan. Pemuda Indonesia pada tahun 1928 tidak hanya memaknai persatuan wilayah daratan, tetapi juga menyatukan daratan dan lautan sebagai satu kesatuan identitas kebangsaan.

Sejak awal, para pemuda telah menyadari bahwa kepulauan Indonesia bukanlah sekadar gugusan pulau yang dipisahkan oleh air, melainkan sebuah kesatuan utuh yang dihubungkan oleh laut. Sumpah Pemuda 1928 menyatukan Indonesia secara ideologis sebagai satu Tanah Air, kemudian Deklarasi Djuanda 1957 mewujudkan persatuan tersebut secara teritorial dengan menetapkan Indonesia sebagai negara kepulauan Nusantara. Visi ini adalah penegasan kembali jati diri bangsa sebagai bangsa maritim yang pernah berjaya di samudra.

Kini, menjelang 2045, tantangan bagi setiap generasi, terutama pemuda, adalah mewujudkan visi besar Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia—sebuah negara maritim yang berdaulat, kuat, maju, dan mandiri.

Pemuda sebagai nahkoda transformasi maritim

Pemuda Indonesia memiliki peran sentral dan multidimensi dalam mencapai cita-cita kemaritiman ini. Pertama, sebagai penggerak riset dan inovasi kelautan. Pemuda adalah ujung tombak dalam mengembangkan sistem observasi laut, dan teknologi maritim baru, mulai dari perikanan berkelanjutan, eksplorasi energi terbarukan di laut, hingga bioteknologi kelautan.

Konsep Ekonomi Biru, yang menekankan pemanfaatan sumber daya laut secara berkelanjutan dan ramah lingkungan, harus dipimpin oleh inovator muda yang melek teknologi dan berwawasan lingkungan. Pemuda harus mengubah sumber daya laut yang melimpah menjadi nilai tambah ekonomi tanpa merusak ekosistem. Early Career Ocean Professional (ECOP) dapat menjadi penggerak riset dan pengembangan pada bidang kelautan dan kemaritiman.

Kedua, sebagai penjaga kedaulatan dan lingkungan laut Indonesia yang merupakan aset strategis. Pemuda harus menjadi garda terdepan dalam menjaga kedaulatan maritim, melawan illegal fishing, dan melakukan konservasi laut. Gerakan aksi bersih laut dan edukasi masyarakat tentang bahaya perubahan iklim dan pencemaran laut adalah contoh nyata peran ini. Menumbuhkan "bangsa yang mencintai laut" dimulai dari kesadaran dan tindakan nyata generasi muda.

Ketiga, pemuda Indonesia dapat berperan menjadi duta diplomasi maritim. Sebagai negara kepulauan yang berbatasan dengan banyak negara, pemuda dapat berperan dalam Smart Maritime Diplomacy. Melalui forum internasional, riset bersama, dan pertukaran budaya, para pemuda dapat mempromosikan kepentingan maritim Indonesia dan berkontribusi pada tata kelola laut global.

Keempat, pemuda sebagai motor penggerak harus aktif dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) kelautan. Ini berarti pemuda Indonesia dapat memilih karir di bidang maritim, entah sebagai periset, pelaut profesional, ahli logistik, teknokrat kelautan, atau wirausahawan perikanan modern, sehingga Indonesia memiliki angkatan kerja yang andal dan berdedikasi.

Estafet lintas generasi untuk jatidiri bahari

Pembangunan kemaritiman adalah kerja maraton dari generasi ke generasi. Semua lapisan masyarakat, yang pernah muda, memiliki peran untuk memastikan pemuda saat ini dan yang akan datang berhasil dalam pembangunan maritim. Generasi senior yang berperan sebagai mentor dan penyimpan memori kebijakan maritim masa lalu. Generasi ini dapat menyediakan data, informasi, pengalaman, dan jejaring untuk memastikan keberlanjutan Kebijakan Maritim nasional. Generasi senior dapat menjadi fasilitator modal dan pengambil keputusan strategis yang membuka jalan bagi ide-ide inovatif pemuda.

Generasi usia produktif adalah pengimplementasi utama kebijakan dan riset. Mereka harus memastikan alokasi anggaran yang memadai untuk riset kelautan dan program pemberdayaan pemuda. Perusahaan dan institusi yang dipimpin oleh generasi ini wajib membuka ruang bagi start-up dan ide-ide ocean-tech dari pemuda.

Pemuda dan mahasiswa, adalah motor perubahan itu sendiri sekaligus iron-stock pembangunan maritim masa depan. Tugas mereka adalah peningkatan kapasitas, berani mengambil risiko, berinovasi tanpa henti, dan menuntut akuntabilitas dalam tata kelola sumber daya laut. Mereka juga harus menjadi jembatan antara teknologi baru dan kearifan lokal masyarakat pesisir.

Saatnya nanti di tahun 2045, ketika Indonesia merayakan kemerdekaan ke-100, kita tak hanya ingin merayakan usia matang. Kita ingin merayakan sebuah pencapaian: Indonesia sebagai negara maritim yang berdaulat, makmur, dan dihormati di mata dunia.

Untuk mencapai itu, semangat Sumpah Pemuda harus kita dayung bersama. Laut yang terhampar luas bukanlah pemisah, melainkan anugerah yang harus kita cintai, jaga, dan kelola. Saatnya pemuda Indonesia mengubah guncangan semangat Soekarno menjadi realisasi kejayaan bahari. Indonesia kembali ke lautnya, dipimpin oleh jiwa-jiwa muda yang berani mengarungi samudra peradaban.

Kita sekarang satu-persatu, seorang demi seorang, harus jakin bahwa Indonesia tidak bisa mendjadi negara jang kuat, sentausa, dan sedjahtera, djikalau kita tidak menguasai pula samudera; djikalau kita tidak kembali mendjadi satu bangsa samudera; djikalau kita tidak kembali mendjadi satu bangsa bahari, bangsa pelaut sebagaimana kita kenal di zaman bahari itu.” (Ir. Soekarno; Munas Maritim ke-I, Djakarta, 23 September 1963).

Tag:  #sumpah #pemuda #kebangkitan #maritim #menuju #abad #kedua #indonesia

KOMENTAR