Eks Pejabat Pertamina Sebut jika Terminal OTM Setop Beroperasi, Distribusi Energi Terganggu
Eks Pejabat Pertamina Sebut jika Terminal OTM Setop Beroperasi, Distribusi Energi Terganggu
07:36
21 Oktober 2025

Eks Pejabat Pertamina Sebut jika Terminal OTM Setop Beroperasi, Distribusi Energi Terganggu

Baca 10 detik
  • Eks pejabat Pertamina menyebut distribusi bisa berdampak jika terminal OTM milik Kerry berhenti beroperasi.
  • Saksi juga mengungkap dampak yang terjadi yakni penyaluran BBM di daerah-daerah
  • Menurutnya, Pertamina telah memasukkan OTM dalam skema distribusi BBM nasional, termasuk distribusi impor.

 

Mantan Vice President Supply and Distribution PT Pertamina (Persero) Alfian Nasution menyebut Terminal Bahan Bakar Minyak (BBM) milik PT Orbit Terminal Merak (OTM) memiliki peran strategis dalam menjaga ketahanan energi nasional. 

Hal itu disampaikan Alfian saat dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Agung dalam sidang kasus dugaan korupsi pada tata kelola minyak mentah pada PT Pertamina dengan terdakwa anak pengusaha Mohammad Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza bersama Dimas Werhaspati dan Gading Ramadhan Joedo

Pernyataan itu muncul ketika terdakwa Kerry menanyakan dampak apabila Terminal OTM berhenti beroperasi kepada Alfian.

“Apabila terminal OTM besok berhenti operasi, apa yang akan terjadi kepada ketahanan energi nasional?” kata Kerry di Pengadilan Tipikor Jakarta pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/10/2025).

Alfian menegaskan bahwa penghentian operasi terminal tersebut akan berdampak langsung pada distribusi energi.

“Tentunya akan terganggu ya, karena kapasitasnya 288 ribu kiloliter dan itu cukup besar. Beberapa daerah akan terdampak,” sahut Alfian.

Menurut dia, Pertamina telah memasukkan OTM dalam skema distribusi BBM nasional, termasuk distribusi impor. Untuk itu, dia menilai kebutuhan distribusi akan terganggu jika terminal tersebut tidak lagi beroperasi.

“Akan ada tambahan biaya karena harus mengalihkan suplai yang selama ini menggunakan fasilitas Terminal Merak,” ujar Alfian.

Lebih lanjut, dia juga mengatakan bahwa sudah ada kajian mengenai dampak penghentian operasi OTM yang dilakukan lembaga independen.

“Ada kajian Surveyor Indonesia yang membuat simulasi apabila terminal itu berhenti beroperasi. Akan ada penambahan jumlah kapal sekitar lima unit,” ungkap Alfian.

Tambahan kebutuhan armada tersebut, lanjut dia, akan menimbulkan beban biaya logistik bagi negara.

“Kalau dirupiahkan, tentu akan signifikan. Dari kajian itu sekitar Rp 150 miliar per tahun. Itu baru dari biaya kapal saja,” tandas Alfian.

Usai sidang, Kuasa Hukum Kerry, Lingga Nugraha menyebut kesaksian Alfian dan saksi lainnya, yaitu Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina (Persero) Hanung Budya Huktyanta bisa menepis tuduhan jaksa dalam dakwaan.

Kedua saksi mantan pejabat Pertamina itu dinilai telah mengonfirmasi kebutuhan Pertamina atas tangki penyimpanan (storage) atau terminal BBM (TBBM). 

"Dalam konteks Pertamina membutuhkan tambahan timbunan BBM ini sudah sejak dari awal tahun 2012 dan itu bisa kita lihat dari kesaksian Hanung dan Alfian membeberkan bahwasanya Pertamina membutuhkan penimbunan BBM yang lebih besar lagi sebesar 400.000 kiloliter per tahunnya. Dan itu bisa kita liat di RJPP dan diejawanthakan dalam  RKAP 2013-2014," tutur Lingga. 

Dia juga menegaskan keterangan kedua saksi mampu menepis tudingan adanya keterlibatan dan intervensi Riza Chalid dalam kebijakan Pertamina. Menurut Lingga, hal tersebut hanya asumsi.

"Bicara intervensi yang kami tanyakan, intervensi seperti apa? Ternyata pada kesaksian Alfian tidak ada bentuk intervensi yang nyata," pungkas Lingga. 

Sebelumnya, anak Riza Chalid, Muhammad Kerry Adrianto Riza didakwa menggunakan uang hasil sewa Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) Merak senilai Rp176,3 miliar untuk membiayai kegiatan bermain golf di Thailand bersama sejumlah pejabat tinggi Pertamina.

Fakta ini terkuak dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin, saat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Agung membacakan surat dakwaan untuk Kerry. Uang yang seharusnya masuk sebagai pendapatan negara dari fasilitas strategis itu diduga mengalir untuk membiayai gaya hidup mewah. 

Dalam rombongan golf tersebut, dari pihak Kerry turut serta Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak, Gading Ramadhan Joedo, dan Komisaris PT Navigator Khatulistiwa, Dimas Werhaspati. Sementara dari pihak Pertamina, nama-nama petinggi seperti Direktur Utama PT Pertamina International Shipping, Yoki Firnandi, dan Direktur Kilang Pertamina Internasional, Sani Dinar Saifuddin, ikut terseret.

"Terdakwa Muhamad Kerry Adriato Riza dan Gading Ramadhan Joedo menggunakan uang sebesar Rp176.390.287.697,24 yang berasal dari pembayaran sewa Terminal BBM Merak yang antara lain digunakan untuk kegiatan Golf di Thailand yang diikuti antara lain oleh Gading Ramadhan Joedo dan Dimas Werhaspati bersama pihak PT Pertamina (Persero) yaitu antara lain, Yoki Firnandi, Sani Dinar Saifuddin, Arief Sukmara, dan Agus Purwono," ungkap jaksa di ruang sidang.

Kasus ini merupakan bagian dari dugaan intervensi besar yang dilakukan Riza Chalid dan anaknya, Kerry, untuk memaksa PT Patra Niaga menyewa TBBM Merak melalui perusahaan cangkang bernama PT Orbit Terminal Merak (OTM). Dari skema ini saja, keduanya disebut meraup keuntungan haram hingga Rp2,9 triliun.

Jaksa membeberkan bagaimana Kerry dan Riza Chalid, melalui Gading Ramadhan Joedo, awalnya menawarkan kerja sama sewa terminal kepada jajaran direksi Pertamina, padahal terminal tersebut bukan milik mereka, melainkan milik PT Oiltanking Merak (OTM).

Dengan mendesak para petinggi Pertamina, mereka berhasil mendapatkan penunjukan langsung untuk proyek sewa ini, sebuah proses yang menurut jaksa ilegal karena tidak memenuhi kriteria pengadaan barang dan jasa BUMN.

"Terdakwa Muhamad Kerry Adrianto Riza, Mohammad Riza Chalid dan Gading Ramadhan Joedo melalui Irawan Prakoso mendesak Hanung Budya Yuktyanta dan Alfian Nasution dengan meminta Direktur Utama PT Pertamina untuk melakukan Penunjukan Langsung kepada PT Oiltanking Merak meskipun kerja sama sewa TBBM dengan pihak PT OTM tidak memenuhi kriteria pengadaan yang dapat dilakukan Penunjukan Langsung," beber jaksa.

Tidak hanya itu, mereka juga dituding menggelembungkan biaya sewa dengan memasukkan seluruh nilai aset terminal ke dalam perhitungan thruput fee, "yang mengakibatkan biaya penyewaan Terminal BBM menjadi lebih mahal," tambah jaksa.

Manuver lainnya ialah menghapus klausul kepemilikan aset dari perjanjian, yang memastikan terminal tersebut tidak akan menjadi milik Pertamina setelah kontrak berakhir. Semua ini dilakukan meskipun PT Oiltanking Merak belum terdaftar sebagai vendor resmi Pertamina dan banyak syarat pendahuluan yang belum terpenuhi.

"Meskipun mengetahui PT Oiltanking Merak belum termasuk dalam vendor list PT Pertamina (Persero) dan condition precedence (syarat pendahuluan) belum terpenuhi," tegas jaksa.

Dari serangkaian perbuatan melawan hukum ini, jaksa menyimpulkan bahwa Kerry, Riza Chalid, dan Gading telah memperkaya diri mereka melalui PT Orbit Terminal Merak.

"Memperkaya terdakwa Muhammad Kerry Andrianto Riza, Gading Ramadhan Juedo dan Muhammad Riza Chalid melalui PT Orbit Terminal Merak (OTM) sebesar Rp2.905.420.003.854,00 dalam kegiatan sewa Terminal Bahan Bakar (TBBM) Merak," ujar jaksa.

Total nilai korupsi dalam kasus tata kelola minyak mentah di Pertamina periode 2018–2023 ini diperkirakan mencapai angka fantastis Rp285,95 triliun, mencakup kerugian negara, kerugian perekonomian, dan keuntungan ilegal para pelaku.

Editor: Agung Sandy Lesmana

Tag:  #pejabat #pertamina #sebut #jika #terminal #setop #beroperasi #distribusi #energi #terganggu

KOMENTAR