Komisi III Pertimbangkan Tambah Pasal Terkait Qanun Aceh di RUU KUHAP
Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman saat ditemui awak media di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).(KOMPAS.com/Syakirun Ni'am)
11:20
15 Oktober 2025

Komisi III Pertimbangkan Tambah Pasal Terkait Qanun Aceh di RUU KUHAP

Komisi III DPR RI membuka peluang untuk menambahkan pasal terkait Qanun Aceh dalam Rancangan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Hal ini disampaikan Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menyusul masukan dari kalangan mahasiswa agar kekhususan hukum di Aceh diakomodasi dalam revisi aturan tersebut demi kepastian hukum.

“Ternyata ini hal yang sangat baru terkait dengan Qanun Aceh. Prinsipnya, ada asas Ne Bis In Idem, bahwa satu masalah yang sama tidak bisa diadili dua kali, apakah satunya berdasarkan Qanun dengan kekhususan Aceh dan satunya lagi dengan hukum nasional,” ujar Habiburokhman dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN), Rabu (15/10/2025).

Politikus Partai Gerindra itu menilai bahwa praktik penyelesaian tindak pidana ringan dalam peradilan adat di Aceh sejalan dengan konsep keadilan restoratif yang kini tengah diupayakan masuk dalam RUU KUHAP.

Oleh karena itu, Komisi III akan mempertimbangkan agar norma terkait sinkronisasi Qanun dan RUU KUHAP diformulasikan secara perinci.

“Sebetulnya konsep penyelesaian 18 tindak pidana ringan yang dipraktikkan di Aceh sudah mendahului konsep restorative justice yang baru akan kita implementasikan dalam KUHAP ini. Jadi ini tinggal disinergikan,” kata Habiburokhman.

Habiburokhman menegaskan semangat RUU KUHAP adalah menghidupkan kembali nilai-nilai penyelesaian masalah secara kekeluargaan, sebagaimana yang telah lama hidup dalam budaya masyarakat Indonesia.

Restorative justice ini bukan nilai dari luar. Kita bangsa Indonesia sebenarnya sudah mempraktikkannya sejak lama. Masalah yang tidak berakibat fatal biasanya diselesaikan secara kekeluargaan,” ungkap Habiburokhman.

Dia mencontohkan, dalam kehidupan masyarakat dahulu, konflik kecil seperti perkelahian pemuda atau ujaran yang menyinggung dapat diselesaikan dengan musyawarah antar keluarga tanpa masuk proses hukum.

“Sekarang aja ada guru cubit murid, jadi pidana. Guru jewer murid, jadi masalah. Dulu kita dipukul pakai penggaris kayu besar kan, kita jadi tertib. Tadinya enggak hafal doa tertentu, jadi hafal,” tutur Habiburokhman.

“Nah, nilai-nilai seperti ini yang mau kita eksplorasi lagi dan masukkan ke norma hukum kita, supaya tidak semua perkara harus berakhir di pengadilan,” imbuh dia.

Selain itu, Habiburokhman juga menyinggung persoalan kelebihan kapasitas lembaga pemasyarakatan yang mencapai hampir 400 persen.

Menurut dia, penerapan konsep keadilan restoratif dan pengakuan terhadap penyelesaian hukum berbasis adat seperti di Aceh dapat membantu mengurangi beban tersebut.

“Teman-teman tahu sendiri, penjara kita sudah over capacity hampir 400 persen. Kalau semua perkara kecil tetap dipidana, tidak akan selesai. Karena itu, pendekatan restoratif dan kearifan lokal seperti di Aceh perlu kita akui,” pungkasnya.

Diberitakan sebelumnya, AMAN meminta Komisi III DPR RI mengakomodasi kekhususan hukum di Aceh dalam pembahasan RUU KUHAP.

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh Muhammad Fadli menyebut hal itu penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan Qanun yang selama ini berjalan berdampingan dengan hukum nasional.

Adapun RUU KUHAP sendiri adalah salah satu program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2025.

DPR menargetkan pembahasannya selesai sebelum 2026 karena beleid ini berkaitan langsung dengan penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Tag:  #komisi #pertimbangkan #tambah #pasal #terkait #qanun #aceh #kuhap

KOMENTAR