Mahasiswa Minta Qanun Aceh Masuk RUU KUHAP demi Kepastian Hukum
Komisi III DPR RI mengundang sejumlah organisasi penyandang disabilitas untuk memberikan masukan soal Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (29/9/2025).(KOMPAS.com/Rahel)
11:06
15 Oktober 2025

Mahasiswa Minta Qanun Aceh Masuk RUU KUHAP demi Kepastian Hukum

Aliansi Mahasiswa Nusantara (AMAN) meminta Komisi III DPR RI mengakomodasi kekhususan hukum di Aceh dalam Revisi Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU KUHAP).

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Malikussaleh, Muhammad Fadli, mengatakan bahwa hal tersebut penting untuk memberikan kepastian hukum terhadap pelaksanaan qanun di Aceh, yang selama ini berjalan berdampingan dengan hukum nasional.

“Kami menginginkan agar kekhususan Aceh diakomodasi dalam RUU KUHAP,” ujar Fadli dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) terkait RUU KUHAP bersama Komisi III DPR RI di Jakarta, Rabu (15/10/2025).

“Misalnya, dalam hal perkara tindak pidana ringan yang sudah diselesaikan melalui peradilan adat di tingkat desa atau kampung, seharusnya tidak lagi diproses oleh aparat penegak hukum,” imbuh dia.

Fadli mencontohkan Qanun Aceh Nomor 9 Tahun 2008 yang mengatur 18 perkara tindak pidana ringan dapat diselesaikan melalui peradilan adat.

Dalam praktiknya, kata Fadli, masih ditemukan pihak yang melaporkan kasus yang sama ke kepolisian walaupun telah ada keputusan damai dan hukuman di peradilan adat.

“Padahal, konsepnya jelas. Kalau sudah selesai di peradilan adat, seharusnya tidak boleh lagi dilanjutkan ke aparat penegak hukum. Tapi di lapangan masih terjadi laporan baru, dan aparat tidak bisa menolak laporan itu. Ini menimbulkan ketidakpastian hukum,” ungkap dia.

Oleh karena itu, RUU KUHAP harus bisa mempertegas ketentuan tersebut agar ada kejelasan hukum dan tidak terjadi tumpang tindih antara keputusan peradilan adat dan proses hukum formal.

“Jadi, ‘oh ketika sudah selesai di lembaga peradilan adat itu tidak boleh lagi dilanjutkan ke aparat penegak hukum’, atau laporan kepada penegak hukum, sehingga adanya kepastian hukum,” ujar Fadli.

Selain itu, Fadli juga menyoroti tumpang tindih penerapan hukum pidana di Aceh yang selama ini menggunakan dua instrumen hukum, yaitu KUHP dan Qanun Jinayah.

Qanun tersebut adalah hukum pidana Islam yang berlaku khusus di Aceh, di antaranya mengatur hukuman cambuk untuk pelanggaran tertentu.

“Selama ini aparat kepolisian dan kejaksaan di Aceh memakai dua mata hukum, KUHP dan Qanun Jinayah. Kami berharap Komisi III bisa mengatur secara jelas dalam RUU KUHAP bagaimana aparat penegak hukum harus bertindak ketika suatu perkara diatur dalam kedua aturan itu,” kata Fadli.

Dia menambahkan, kejelasan pengaturan dalam RUU KUHAP penting agar penegakan hukum di Aceh tidak menimbulkan tafsir ganda dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat.

“Jangan sampai ada kasus yang sama, tapi di satu tempat dijerat dengan Qanun Jinayah, sementara di tempat lain dengan pasal KUHP. Itu tidak adil dan tidak memberikan kepastian hukum,” kata Fadli.

Untuk diketahui, RUU KUHAP merupakan salah satu prioritas legislasi DPR tahun 2025.

Beleid ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas dan ditargetkan rampung sebelum 2026 karena bersinggungan dengan penerapan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

Pembahasan daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU KUHAP sejatinya telah rampung bersama pemerintah.

Namun, hingga kini draf tersebut belum juga disahkan lantaran DPR masih menggelar rapat dengar pendapat umum (RDPU) dan menghimpun masukan dari berbagai pihak.

Tag:  #mahasiswa #minta #qanun #aceh #masuk #kuhap #demi #kepastian #hukum

KOMENTAR