



Kilas Balik Konflik Blok Ambalat: Picu Ketegangan, Berakhir Dikelola Bersama
- Sengketa wilayah laut yang berlangsung sejak 2005 antara Indonesia dan Malaysia di Blok Ambalat akhirnya menemui titik terang.
Kedua negara sepakat untuk mengelola bersama wilayah perairan kaya sumber daya alam tersebut melalui skema joint development.
Kesepakatan ini ditandatangani langsung oleh Presiden RI Prabowo Subianto dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim di Istana Merdeka, Jakarta, pada Jumat (27/6/2025).
Ini menandai babak baru kerja sama bilateral di tengah belum tercapainya kesepakatan batas wilayah landas kontinen dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) kedua negara.
Mengapa konflik Blok Ambalat terjadi?
Blok Ambalat berada di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, dekat dengan perbatasan Kalimantan Utara dan Sabah.
Blok Ambalat diperkirakan meemiliki cadangan minyak dan gas sekitar 764 juta barrel minyak.
Konflik Blok Ambalat tidak berkaitan dengan laut teritorial, melainkan landas kontinen, yaitu dasar laut hingga 200 mil dari pantai yang mengandung sumber daya alam seperti minyak dan gas.
Di atasnya adalah zona ekonomi ekslusif (ZEE), wilayah pengelolaan ekonomi eksklusif yang berbeda secara hukum.
Permasalahan bermula saat dua perusahaan, yakni Shell dari Malaysia dan ENI dari Italia (beroperasi atas izin Indonesia), mengajukan izin eksplorasi di wilayah yang tumpang tindih.
Malaysia menyebut area itu sebagai Blok ND6 dan ND7, sementara Indonesia menamakannya Blok Ambalat.
Tumpang tindih klaim diperparah oleh penggunaan Peta Malaysia 1979, yang secara sepihak memasukkan sebagian wilayah laut yang diklaim Indonesia.
Peta ini tidak sesuai dengan ketentuan Konvensi Hukum Laut PBB 1982 (UNCLOS), yang menjadi dasar klaim maritim Indonesia bahwa blok Ambalat milik Indonesia.
Hal ini menyebabkan pemerintah Indonesia menolak peta baru Malaysia tersebut.
Peta tersebut juga diprotes oleh Filipina, Singapura, Thailand, China, dan Vietnam karena dianggap sebagai upaya atas perebutan wilayah negara lain.
Picu ketegangan
Aksi sepihak Malaysia ini juga diikuti dengan penangkapan nelayan Indonesia pada wilayah-wilayah yang diklaim.
Tak ayal, perebutan wilayah ini sempat membuat hubungan antara kedua negara menjadi tegang.
Kapal-kapal patroli Malaysia pun diketahui berulang kali melintasi batas wilayah Indonesia dengan alasan area tersebut merupakan bagian dari wilayah Malaysia.
Merespons itu, TNI juga mengerahkan kapal-kapal perangnya untuk bersiaga di wilayah perbatasan tersebut.
Perebutan wilayah Ambalat ini seolah-olah menunjukkan Indonesia tidak ingin mengulang kejadian pada 2002 ketika kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan dalam sengketa di Mahkamah Internasional yang dimenangkan Malaysia.
Perundingan buntu
Blok Ambalat merupakan masalah lama yang seringkali menimbulkan ketegangan dan menghambat hubungan Indonesia-Malaysia.
Sayangnya, proses penyelesaian masalah ini cenderung berjalan lambat, perundingan antara kedua negara kerap kali menemui jalan buntu.
Berdasarkan hukum internasional, dalam hal terjadinya sengketa wilayah laut, maka penyelesaiannya dilakukan sesuai ketentuan UNCLOS 1982.
Negara yang bersengketa diwajibkan menyelesaikan dengan cara-cara damai. Jika cara tersebut tidak berhasil mencapai persetujuan, maka negara-negara terkait harus mengajukan sebagian sengketa kepada prosedur wajib.
Dengan prosedur ini, sengketa hukum laut akan diselesaikan melalui mekanisme dan institusi peradilan internasional yang telah ada, seperti Mahkamah Internasional.
Namun, Indonesia dan Malaysia sendiri memilih jalan damai dalam menyelesaikan sengketa perbatasan ini.
Hal tersebut terlihat dari perundingan-perundingan yang sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara.
Pemerintah Indonesia, pada tahun 2009, pernah menyebut tidak akan membawa masalah Blok Ambalat ke Mahkamah Internasional mengingat posisi Indonesia yang kuat.
Meski begitu, pemerintah berulang kali menegaskan bahwa kedaulatan Indonesia merupakan harga mati yang tidak bisa ditawar.
Dikelola bersama
Setelah bertahun-tahun menemui jalan buntu, kedua negara akhirnya sepakat untuk mengelola bersama wilayah perairan Ambalat.
Prabowo Subianto mengatakan Indonesia dan Malaysia sepakat untuk menyelesaikan masalah perbatasan dengan penyelesaian yang akan menguntungkan kedua belah pihak, salah satunya mengenai konflik Blok Ambalat.
"Sebagai contoh, kita sepakat hal-hal yang masalah perbatasan yang mungkin memerlukan waktu lagi untuk menyelesaikan secara teknis. Tapi prinsipnya, kita sepakat untuk mencari penyelesaian yang menguntungkan kedua pihak," ujar Prabowo, Jumat.
Untuk Blok Ambalat, kata Prabowo, Indonesia dan Malaysia akan mengeksploitasi lautnya secara bersama.
"Contoh, masalah Ambalat, kita sepakat bahwa sambil kita saling menyelesaikan masalah-masalah hukum kita sudah ingin mulai dengan kerja sama ekonomi yang kita sebut joint development. Apa pun yang kita ketemu di laut itu kita akan bersama-sama mengeksploitasinya," kata Prabowo.
"Jadi kita sepakat bahwa kita ini harus bekerja untuk kepentingan bangsa dan rakyat kita masing-masing," imbuh dia.
Anwar menambahkan, skema kerja sama ini dapat diambil jika perundingan dari sisi hukum selalu menemui jalan buntu.
"Kalau kita tunggu (perundingan) selesai, kadang mungkin mengambil masa dua dekade lagi. Jadi kita manfaatkan waktu ini untuk mendapat hasil, supaya memberikan untungan kepada kedua-dua negara dan membela nasib rakyat kita di kawasan yang agak jauh di perbatasan," kata Anwar.
Opsi pragmatis
Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana menjelaskan bahwa sesungguhnya ada tiga opsi umum dalam menangani sengketa seperti ini, namun semuanya dinilai tidak optimal, yakni:
1. Membawa ke pengadilan internasional – berisiko tinggi kalah seperti di Sipadan dan Ligitan.
2. Menempuh jalur kekerasan atau konfrontasi militer – tidak realistis.
3. Membiarkan status quo – tidak produktif karena potensi ekonomi tak tergarap.
Oleh karena itu, menurut dia, skema joint development yang disepakati Indonesia dan Malaysia adalah opsi yang lebih pragmatis.
Skema joint development memungkinkan kedua negara untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam secara bersama-sama, tanpa harus menunggu penyelesaian final atas batas wilayah.
Menurut Hikmahanto, Indonesia pernah menerapkan skema serupa saat masih mengelola Timor Timur dan menjalin kerja sama pembangunan bersama dengan Australia di wilayah Palung Timur.
Model kerja sama ini dinilai efektif asalkan ada kesepakatan pembagian hasil yang adil (win-win solution).
“Tantangan terberat adalah nanti dua negara harus duduk bersama dan memikirkan opsi-opsi seperti apa dalam rangka joint development," ujar Hikmahanto kepada Kompas.com, Minggu (29/6/2025).
"Tentu dari sisi kedua negara, maunya harusnya win-win. Jadi, jangan sampai Malaysia yang lebih dapat diuntungkan atau Indonesia dapat lebih banyak untung, tapi harus win-win, sehingga keuntungan ekonomi dari landas kontinen ini bisa dimanfaatkan oleh kedua negara," ujar dia.
Ia juga menekankan bahwa karena yang diklaim adalah hak berdaulat, bukan kedaulatan wilayah, maka fokus utama adalah pada pemanfaatan sumber daya alam, bukan penguasaan wilayah.
Tag: #kilas #balik #konflik #blok #ambalat #picu #ketegangan #berakhir #dikelola #bersama