



Ketika Hukum Tak Berpihak, Tagar #JusticeFor jadi Suara Keadilan
- Tagar #JusticeFor belakangan diserukan oleh warganet di media sosial. Tagar tersebut biasanya diikuti oleh nama seseorang, yang diperlakukan tidak adil secara hukum. Sebut saja tagar #JusticeForArgo.
Argo Ericko Achfandi adalah seorang mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia tewas ditabrak pengemudi BMW bernama Christiano Pangarapenta Pengindahen Tarigan di Sleman Jogjakarta.
Tagar #JusticeForArgo menggema dan trending di media sosial X pada Mei 2025. Berbagai dukungan yang mengalir pun membuahkan hasil, Christiano ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat hukuman 6 tahun penjara.
Sebelum Argo, tagar #JusticeForNova juga ramai di media sosial pada Juli 2024. Melalui tagar tersebut, warganet menuntut keadilan bagi almarhumah Nova Siswanto atas kasus dugaan plagiarisme.
Kasus tersebut bermula ketika Nova mengaku karyanya, cerita fiksi Alternate Universe (AU) @MencintaiMantan telah diplagiat oleh Brahmana Family melalui akun @akararutalaa atau ARU.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Amira Paripurna menilai seruan tagar #JusticeFor bukan sekedar ungkapan solidaritas, melainkan cerminan kegeraman publik atas hukum yang timpang.
No Viral, No Justice, begitu kira-kira kata warganet. Tagar ini kerap muncul dalam kasus-kasus yang melibatkan anak atau keluarga pejabat, proses hukum lamban, tidak transparan, hingga menguap begitu saja.
"Penyelidikan bisa berlarut-larut tanpa alasan yang jelas, bahkan sejumlah alat bukti seperti CCTV, jejak digital, atau hasil visum tiba-tiba dinyatakan hilang atau tidak diakui,” tutur Amira di Surabaya, Sabtu (21/6).
Di beberapa kasus, penetapan tersangka kerap tidak segera dilakukan meski telah ada bukti awal yang cukup. Menurut Amira, di era serba digital, narasi tandingan bisa saja dibentuk untuk menyudutkan korban kejahatan.
Ketika ketidakadilan terjadi secara terang-terangan, harapan publik tertuju pada komisi negara seperti Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) atau Komisi Yudisial. Namun, ada realitas berbeda yang perlu dipahami di lapangan.
“Kewenangan lembaga-lembaga ini memang penting, tetapi terbatas. Mereka tidak bisa membatalkan putusan atau memaksa lembaga lain. Rekomendasi yang mereka keluarkan pun tidak memiliki daya paksa,” imbuhnya.
Meski begitu, keberadaan lembaga tersebut tetap krusial sebagai alat kontrol publik. Komnas HAM, misalnya, bisa menyelidiki pelanggaran HAM dalam proses hukum, termasuk dugaan intimidasi dan diskriminasi terhadap korban.
Lebih lanjut, Amira menilai kampus juga memiliki peran yang tidak kalah penting. Universitas bisa menjadi jembatan untuk mengakses keadilan masyarakat, terlebih terhadap kelompok rentan.
“Bantuan hukum kampus bisa hadir dalam bentuk penyuluhan hukum, konsultasi dan pendampingan hukum gratis, hingga litigasi strategis untuk mendorong perubahan kebijakan melalui kasus tertentu,” tukas Amira.
Tag: #ketika #hukum #berpihak #tagar #justicefor #jadi #suara #keadilan