



Kasus Hasto Kristiyanto Bukan Ujaran Kebencian, Perintangan Penyidikan Tak Perlu Ahli Bahasa
- Ahli hukum pidana Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, menyatakan bahwa ahli bahasa seharusnya tidak diperlukan dalam kasus dugaan suap dan perintangan penyidikan yang menjerat terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto. Menurutnya, pernyataan 'ok sip' tidak bisa dijadikan dasar dalam konteks pidana suap maupun perintangan penyidikan.
"Tidak bisa menilai konteks, karena yang bisa menilai konteks itu adalah ahli hukum. Kalo ahli bahasa tidak bisa menilai konteks," kata Huda saat menjadi ahli dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat (20/6).
Huda menyatakan, ahli bahasa seharusnya dihadirkan dalam tindak pidana ujaran kebencian.
"Dia cuma menyatakan 'oke sip' artinya apa, tetapi konteksnya ini disampaikan dalam keadaan gimana, oleh siapa, dalam situasi apa, itu yang menilai ahli hukum. Jadi kalau ahli bahasa hanya melihat dari segi teks atau ujaran," tegasnya.
Karena itu, ia memandang penanganan kasus dugaan perintangan maupun korupsi tak perlu melibatkan ahli bahasa. Namun, memang perlu memerlukan ahli pidana
untuk memberi pandangan terkait ada atau tidaknya perbuatan pelanggaran pidana.
"Nah, makanya yang diperlukan ahli bahasa itu tindak pidana yang perbuatan di situ diwujudkan dalam ujaran, pasal pasal ujaran kebencian, hate speech baru perlu ahli bahasa, kalau perintangan penyidikan nggak ada perlunya ahli bahasa," urai Huda.
Adapun, Hasto Kristiyanto didakwa merintangi penyidikan kasus suap proses pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI yang melibatkan Harun Masiku. Hasto disangka merintangi KPK yang ingin menangkap Harun Masiku, sehingga mengakibatkan buron sampai saat ini.
Hasto melalui Nurhasan memerintahkan Harun Masiku untuk merendam telepon genggamnya ke dalam air, setelah KPK melakukan tangkap tangan pada Komisioner KPU RI 2017-2022 Wahyu Setiawan.
Hasto juga memerintahkan staf pribadinya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Upaya penangkapan terhadap Harun Masiku itu dilakukan setelah adanya dugaan suap pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) Anggota DPR RI 2019-2024.
Selain itu, Hasto juga didakwa memberikan uang senilai SGD 57.350 atau setara Rp 600 juta untuk Komisioner KPU RI 2017-2022, Wahyu Setiawan. Hasto memberikan suap ke Wahyu Setiawan bersama-sama dengan Harun Masiku.
Uang tersebut diberikan Hasto Kristiyanto untuk Wahyu Setiawan, agar caleg Harun Masiku bisa dilantik menjadi caleg terpilih periode 2019-2024 menggantikan Riezky Aprilia di Dapil Sumatra Selatan (Sumsel) 1.
Pemberian suap kepada Wahyu Setiawan dibantu oleh mantan anggota Bawaslu RI yang juga kader PDIP, Agustiani Tio Fridelina. Sebab, Agustiani memiliki hubungan dekat dengan Wahyu Setiawan.
Hasto didakwa melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a serta pasal 21 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU 20/2001 tentang Perubahan Atas UU 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHAP.
Tag: #kasus #hasto #kristiyanto #bukan #ujaran #kebencian #perintangan #penyidikan #perlu #ahli #bahasa