



Polemik Ganti Istilah “Prasejarah” hingga Glorifikasi Bikin Arkeolog Mundur dari Tim Penulisan Sejarah Ulang
- Penulisan ulang sejarah Indonesia yang sedang digodok pemerintah menuai polemik usai salah seorang arkeolog terkemuka mundur dari tim pengkajian.
Ahli dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional Profesor Harry Truman Simanjuntak mengaku awalnya terlibat dan semangat ikut dalam tim penulisan sejarah tersebut.
Namun belakangan, dia mundur lantaran menilai ada beberapa kejanggalan yang ia temui selama proses penulisan.
"Tapi, diskusi dan diskusi berlanjut-berlanjut, begitu saya melihat banyak kejanggalan. Setidaknya saya mencatat ada lima kejanggalan," kata Truman, dalam diskusi daring, Rabu (18/6/2025).
Salah satu yang disorot Truman adalah penggantian istilah "prasejarah" menjadi "sejarah awal" dalam penulisan sejarah Indonesia.
Padahal, menurutnya, istilah "prasejarah" telah digunakan lebih dari 200 tahun secara internasional.
Di Indonesia sendiri, menurutnya, penerbitan buku sejarah nasional selalu menggunakan kata "prasejarah" untuk jilid I. Oleh karenanya, istilah “prasejarah” tidak perlu lagi diperdebatkan di penulisan ulang sejarah Indonesia.
"Sekarang di 2025, mereka menggantikan menjadi sejarah awal Nusantara. Pertanyaan besarnya, apa yang terjadi sebetulnya dalam proses penyusunan ini hingga mengubah terminologi itu?" ujar Truman.
Truman berpandangan perubahan ini tidak jelas dan hanya mengarah pada kepentingan tertentu.
Terlalu cepat
Kejanggalan lainnya, Truman menilai proses penyusunannya terlalu cepat.
Sebab, penulisan sejarah ulang itu ditargetkan rampung pada Juni 2025, sedangkan rapat persiapan baru dimulai di sekitar akhir November.
Rapat konsepsi penyusunan buku sejarah itu pun baru terjadi pada Januari awal tahun ini.
Truman yang sudah berpengalaman menerbitkan buku menyatakan, penulisan biasanya membutuhkan waktu lima tahun.
Bahkan, dalam menyusun buku Indonesia Dalam Arus Sejarah (IDAS), tim membutuhkan waktu hingga sepuluh tahun sejak disusun tahun 2002 hingga terbit tahun 2012.
"Sepuluh tahun paling tidak prosesnya hingga menghasilkan sebuah buku. Saya waktu itu menyatakan, kok bisa secepat itu? Saya bilang, apakah mungkin? Tapi, yang lain meyakinkan betul, oke karena ini bukan data baru, bukan mulai dari nol dan sebagainya. Oke, saya ikuti itu," beber Truman.
Arahan penguasa
Hal lain yang disorotinya terkait konsepsi penulisan buku.
Menurutnya, konsepsi ini disusun oleh editor umum atas arahan penguasa.
Dia mengkhawatirkan, konsepsi yang tidak dibuat langsung oleh para sejarawan ini membuat sejarah disesuaikan ulang sesuai keinginan penguasa, bukan murni atas fakta.
"Janganlah menyusun konsepsi itu di bawah arahan penguasa. Ketika kita mau menyusun sebuah buku, apalagi ini buku kebangsaan, apalagi ini buku berseri, mestinya didahului oleh semacam seminar-seminar," ucap Truman.
Sayangnya, kata Truman, tidak ada seminar dalam tim, yang ada hanya rapat sekitar dua hingga tiga kali dan merekrut beberapa pakar.
Padahal seminar diperlukan karena di dalamnya akan mengundang semua ahli terkait untuk memperoleh masukan-masukan yang berharga untuk memantapkan konsepsi penulisan buku sejarah.
Outline sudah disodorkan
Poin kejanggalan lainnya adalah soal outline jilid buku sejarah.
Truman menyebut para ahli sudah disodorkan outline.
Seharusnya, kata dia, outline penulisan sejarah itu disusun oleh sejarawan yang ada dalam tim kajian, bukan disodorkan pihak tertentu.
"Jadi, tiba-tiba ketika mau membahas outline 10 jilid itu, ya kita sudah disodorkan outline itu. Itu sebuah keanehan. Mestinya yang menyusun outline itu orang-orang yang ahli di bidang itu. Bukan ahli lain. Itu sebabnya ketika kita membaca outline buku yang sekarang sedang dikerjakan para penulisnya, ini sebuah kemunduran," ungkap Truman.
Glorifikatif dan subjektif
Tak hanya itu, Truman juga menilai narasi Indonesia-sentris yang ingin diterapkan pemerintah dalam penulisan ulang sejarah cenderung bersifat glorifikatif dan subjektif.
Ia mengingatkan, bidang keilmuan tidak bisa disamakan dengan narasi politik.
Suatu keilmuan seharusnya berbicara tentang objektivitas dan rasionalitas.
Menurutnya, keilmuan bukan hanya mengangkat hal-hal yang ingin memperlihatkan Indonesia hebat lalu mengabaikan fakta sejarah.
"Bagi saya itu suatu kejanggalan, gitu ya. Mereka juga mengatakan Indonesia sentris. Saya buka suara ketika di pertemuan Menteri, tidak setuju dengan penggunaan istilah ini. Kenapa? Pak, kalau kita bicara ilmu pengetahuan, kita harus bicara objektivitas, rasionalitas. Kalau salah, katakanlah salah. Kalau benar, katakanlah benar," ujar dia.
Alasan penulisan ulang sejarah
Menteri Kebudayaan Fadli Zon sebelumnya menyatakan pihaknya akan melibatkan lebih dari 100 sejarawan dari semua perguruan tinggi untuk proyek ini.
Pemerintah menargetkan bahwa narasi versi terbaru sejarah Indonesia akan dirilis pada 17 Agustus 2025.
Fadli memaparkan, penulisan ulang sejarah ini dilakukan dalam rangka memperingati 80 tahun kemerdekaan Indonesia.
Menurut Fadli, akan ada 10 jilid sejarah Indonesia yang akan ditulis ulang, dimulai dari sejarah awal Nusantara, Orde Baru (1967-1998), hingga era reformasi (1999-2024).
Fadli menyampaikan, penulisan ulang sejarah Indonesia mendesak dilakukan untuk menghapus bias kolonial dan menegaskan perspektif Indonesia sentris.
"Apalagi sekarang ini kita 80 tahun Indonesia merdeka, sudah saya kira waktunya kita memberikan satu pembebasan total dari bias kolonial ini dan menegaskan perspektif Indonesia sentris," ungkap Fadli, dalam Rapat Komisi X DPR RI, Jakarta, Senin (26/5/2025).
Menurut Fadli, langkah ini penting untuk menjawab tantangan globalisasi dan perkembangan zaman, memperkuat identitas nasional, menegaskan otonomi penulisan sejarah, serta menjadikan sejarah lebih relevan bagi generasi muda sebagai bagian dari upaya reinventing identitas kebangsaan Indonesia.
Selain itu, menurut Fadli, buku sejarah nasional Indonesia sudah lama tidak diperbaharui. Sebab, terakhir kali pemerintah menulis ulang sejarah dilakukan 25 tahun lalu.
Fadli pun memastikan, sejarah nasional Indonesia yang sedang disusun pemerintah saat ini ditulis oleh para ahli sejarawan di bidangnya.
"Tetapi, ini adalah sejarah nasional Indonesia yang merupakan bagian dari penulisan-penulisan dari para sejarawan," ujar Fadli.
Tag: #polemik #ganti #istilah #prasejarah #hingga #glorifikasi #bikin #arkeolog #mundur #dari #penulisan #sejarah #ulang