



Setelah Kemendagri Runtut Dokumen Perjanjian Masa Lalu, Akhirnya 4 Pulau Sah Milik Aceh
- Akhirnya kejelasan Pulau Pajang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek terungkap. Pemerintah pusat bersama Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution menggelar rapat di Komplek Istana Negara terkait sengketa empat pulau itu pada Selasa (17/6). Akhirnya disepakati bahwa keempat pulau itu adalah milik Aceh.
”Secara administratif, berdasarkan dokumen yang dimiliki oleh pemerintah, (empat pulau itu) masuk ke wilayah administratif Provinsi Aceh,” kata Mensesneg Prasetyo Hadi pada konferensi pers seusai rapat.
Dia berharap keputusan ini jadi jalan keluar yang baik untuk seluruh pihak. Sehingga dapat mengakhiri dinamika yang berkembang di masyarakat. "Kami juga diminta Bapak Presiden (Prabowo Subianto) untuk meluruskan isu-isu yang berkembang bahwa tidak benar ketika ada satu pemerintah provinsi yang ingin memasukan keempat pulau ini ke dalam wilayah administratifnya,” ujar Prasetyo.
Kejadian itu menjadi pembelajaran bahwa ke depan arsip harus dirapikan. Sebab menurut Kemendagri, kejadian pulau-pulau antar perbatasan berpotensi menjadi sengketa.
Rapat itu dipantau oleh Prabowo yang sedang dalam perjalanan lawatan ke Rusia. Prabowo melalui Zoom memberikan arahan untuk menjaga NKRI. Dia juga meminta agar keputusan ini segera disampaikan kepada masyarakat agar meredam suasana. “Suasana kita sangat bagus jadi kita sangat perlu menjelaskan terus ke rakyat bahwa kondisi kita baik,” tuturnya.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian memberikan penjelasan menyeluruh terkait polemik status empat pulau yang selama ini dipersengketakan antara Provinsi Aceh dan Sumut. Tito menjelaskan, sengketa itu bermula dari Keputusan Menteri Dalam Negeri (Kepmendagri) tentang kode wilayah dan administrasi pulau-pulau yang dikeluarkan sebagai bagian dari amanat Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
Penetapan cakupan wilayah dan batas administratif ini dibuat berdasarkan perhitungan teknis oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) dan diperlukan untuk keperluan administratif, tata ruang, penyusunan APBD, hingga pengajuan data ke Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui United Nations Conference on the Standardization of Geographical Names (UNCSGN).
Kepmendagri yang menjadi polemik adalah keputusan tertanggal 25 April 2025, yang mencantumkan empat pulau tersebut masuk dalam wilayah Sumatera Utara. Sebenarnya itu berdasarkan data lama sejak tahun 2008 dan 2009 yang menyatakan keempat pulau itu tidak tercantum dalam wilayah Aceh. “Dalam verifikasi tahun 2008 oleh BIG, pulau-pulau ini tak masuk dalam daftar koordinat wilayah Aceh. Bahkan Gubernur Aceh saat itu tidak menyertakan keempat pulau dalam cakupan wilayahnya,” ujar Tito.
Namun, sejak Kepmendagri serupa diterbitkan pada 2022, Pemerintah Provinsi Aceh telah menyampaikan keberatan, disertai dokumen penting, salah satunya kesepakatan antara Gubernur Aceh Ibrahim Hasan dan Gubernur Sumatera Utara Raja Inal Siregar pada 1992. Kesepakatan ini disaksikan langsung oleh Menteri Dalam Negeri saat itu. Tito menyatakan kesepakatan itu mencantumkan secara eksplisit bahwa batas wilayah kedua provinsi merujuk pada Peta Topografi TNI AD tahun 1978, yang menunjukkan bahwa keempat pulau masuk dalam wilayah Aceh. Saat itu masih wilayah Kabupaten Aceh Selatan sebelum Aceh Singkil mekar.
Sayangnya, dokumen asli dari kesepakatan tersebut sempat tidak ditemukan. “Kami berusaha keras mencarinya. Saya memerintahkan tim untuk menggeledah arsip nasional. Dan akhirnya, di Pusat Arsip Kemendagri di Pondok Kelapa, kami menemukan dokumen asli Kepmendagri Nomor 111 Tahun 1992, lengkap dengan lampiran yang menegaskan validitas kesepakatan itu,” ujar Tito.
Temuan dokumen ini memperkuat posisi Aceh atas empat pulau tersebut. Bahkan, dalam peta resmi yang menjadi bagian dari lampiran Kepmendagri 111/1992, terlihat jelas bahwa keempat pulau berada di luar garis batas Sumatera Utara, dan berada dalam wilayah Aceh. Dia pun merekomendasikan agar Gubernur Aceh dan Sumut membuat kesepakatan baru yang secara spesifik mengatur status keempat pulau berdasarkan dokumen terbaru. “Kesepakatan terbaru ini merevisi dan menguatkan kesepakatan tahun 1992. Dengan dasar data historis, legal, dan teknis ini, kami yakini keempat pulau tersebut sah berada dalam wilayah Provinsi Aceh,” tutur Tito.
Kedua pemimpin daerah pun terlihat legowo. Muzakir dalam keterangannya menyatakan bahwa dengan adanya keputusan ini masalah sudah selesai. “Pada hari ini mengukir suatu sejarah, walaupun kecil tapi masuk sejarah juga antara Provinsi Aceh dan Provinsi Sumatera Utara. Jadi mudah-mudahan ini sudah clear tidak ada masalah lagi,” bebernya.
Karena pulau-pulau ini sudah dikembalikan ke Aceh, dia berharap tidak ada yang dirugikan lagi. Dia berharap agar kedepan tidak ada masalah lagi. “Saya mohon kepada seluruh masyarakat Sumatera Utara, Aceh adalah wilayah yang bertetangga dengan kita. Jangan mau terhasut,” kata Boby pada kesempatan yang sama. Dia menegaskan bahwa masalah empat pulau ini bisa kami selesaikan dengan baik. (lyn)
Tag: #setelah #kemendagri #runtut #dokumen #perjanjian #masa #lalu #akhirnya #pulau #milik #aceh