Peneliti BRIN Temukan Kembali Rhacophorus rhyssocephalus, Katak Terbang yang Sudah Seabad Hilang
ILUSTRASI Katak terbang temuan peneliti BRIN. (dok. BRIN)
17:08
11 Juni 2025

Peneliti BRIN Temukan Kembali Rhacophorus rhyssocephalus, Katak Terbang yang Sudah Seabad Hilang

 - Catatan penting ditorehkan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Mereka berhasil menemukan kembali katak terbang, yang seabad lebih dinyatakan hilang atau tidak terdeteksi.

Oleh peneliti BRIN, katak terbang itu dinaikkan statusnya menjadi jenis baru dan diberi nama Rhacophorus rhyssocephalus. Penemuan katak terbang Sulawesi itu dimotori oleh Alamsyah Elang N.H. bersama timnya pada Agustus 2023 lalu.

Namun baru diumumkan saat ini. Karena penetapan spesies baru butuh kajian dan publikasi ilmiah internasional. Jadi, tidak boleh asal klaim begitu saja.

Alamsyah menjelaskan, katak itu sebelumnya diketahui sebagai sub-spesies Rhacophorus pardalis. Katak itu tersebar luas dari Sumatra hingga Kalimantan.

"Katak ini disebut terbang karena memiliki selaput penuh di jari tangan dan kaki yang membantunya melayang saat melompat," katanya di Jakarta, Rabu (11/6).

Istilah katak terbang atau flying frog sendiri pertama kali diperkenalkan Alfred Russel Wallace dalam bukunya The Malay Archipelago. Alamsyah menjelaskan bahwa genus Rhacophorus merupakan bagian dari famili Rhacophoridae, dengan tipe spesies Rhacophorus reinwardtii yang ditemukan di Jawa Barat.

Salah satu ciri khasnya adalah adanya tulang penghubung antara ruas jari pertama dan kedua. "Secara historis, genus Rhacophorus memiliki persebaran yang luas," tuturnya.

Karena ditemukan mulai dari India, Tiongkok, Jepang, Malaysia, Indonesia, hingga Filipina. Sementara itu untuk di Indonesia, wilayah paling timur yang diketahui menjadi habitatnya adalah Pulau Sulawesi.

Dia menjelaskan, hasil ekspedisi selama dua dekade di Sulawesi menunjukkan adanya beberapa garis keturunan yang berbeda dalam kelompok Rhacophorus. Seluruhnya merupakan endemik di Pulau Sulawesi.

Kelompok katak terbang ini diklasifikasikan ke dalam empat grup berdasarkan karakteristik fisik. Kelompok pertama adalah grup Batik Cokelat. Karena memiliki corak menyerupai batik dengan moncong yang meruncing.

Lalu yang kedua adalah grup Web Hitam. Grup ini memiliki selaput berwarna hitam di kakinya. Berikutnya yang ketiga adalah grup Hijau. Katak ini berwarna hijau muda dan berukuran lebih kecil.

Selanjutnya yang keempat adalah grup Pipi Putih. Ciri-cirinya memiliki bercak putih di sebagian pipinya.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Riset Biosistematika Evolusi BRIN Arif Nurkanto menjelaskan, Sulawesi memiliki sejarah geologi yang unik. Pulau ini terbentuk dari pertemuan tiga lempeng besar. Yaitu lempeng Asia, Indo-Australia, dan Pasifik. Pertemuan ketiganya menyebabkan tingginya tingkat endemisitas.

"Secara biogeografi, Sulawesi tidak pernah terhubung sepenuhnya dengan Australia atau Asia, sehingga menghasilkan spesies unik," ungkapnya.

Penemuan terbaru berupa katak terbang itu, menunjukkan bahwa Sulawesi memiliki angka nomor dua tertinggi dalam penemuan spesies baru di Indonesia. Serta menandakan tingginya keanekaragaman hayati di wilayah tersebut.

"Meskipun penelitian mengenai katak terbang Rhacophorus telah mengungkap beberapa spesies baru dan garis keturunan yang berbeda, masih banyak keanekaragaman amfibi lainnya yang belum teridentifikasi sepenuhnya," ujar Arif.

Pulau Sulawesi dengan ekosistemnya yang unik dan kondisi geologisnya yang kompleks, berpotensi menjadi rumah bagi spesies amfibi endemik yang belum terdokumentasikan. Penelitian lebih lanjut sangat diperlukan untuk memahami pola evolusi, adaptasi, serta interaksi ekologi amfibi di wilayah ini.

Dia mengatakan, temuan terbaru itu menjadi awal dari eksplorasi panjang. Sehingga akan membuka lebih banyak wawasan tentang kehidupan herpetofauna di Sulawesi dan Indonesia secara keseluruhan.

Editor: Estu Suryowati

Tag:  #peneliti #brin #temukan #kembali #rhacophorus #rhyssocephalus #katak #terbang #yang #sudah #seabad #hilang

KOMENTAR