Soal Seruan Pemakzulan Gibran, Jimly Asshiddiqie: Hanya Ekspresi Kemarahan, Realisasinya Tidak Mungkin
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie ditemui di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (6/6/2025).(KOMPAS.com/NICHOLAS RYAN ADITYA)
10:10
6 Juni 2025

Soal Seruan Pemakzulan Gibran, Jimly Asshiddiqie: Hanya Ekspresi Kemarahan, Realisasinya Tidak Mungkin

- Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, seruan pemakzulan terhadap Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang disuarakan sejumlah purnawirawan TNI sebagai bentuk ekspresi kekecewaan terhadap Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi) dan keluarganya.

Namun, ia menegaskan bahwa mekanisme impeachment sudah diatur secara ketat dalam konstitusi dan tidak bisa dijalankan secara serampangan.

“Hanya ekspresi kemarahan saja. Tapi, realisasinya rasanya tidak mungkin," kata Jimly, saat ditemui di Masjid Al-Azhar, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (6/6/2025).

Jimly mengatakan, kekecewaan yang disuarakan para purnawirawan tidak bisa serta-merta diabaikan.

Menurut dia, kelompok tersebut bertindak dilandasi idealisme bernegara, bukan karena pertimbangan kekuasaan atau materi.

“Maka kita harus hormati, ya kan? Ya sudah. Dan dia sudah salurkan dengan baik ke DPR, berkirim surat, jadi kita hormati gitu," ujar dia.

Jimly mengatakan, prosedur pemakzulan presiden dan wakil presiden diatur dalam UUD 1945 dan hanya bisa dilakukan jika memenuhi enam alasan utama.

Pertama, pengkhianatan terhadap negara.

Kedua, korupsi. Ketiga, suap dan tindak pidana berat (ancaman hukuman di atas lima tahun).

Keempat, perbuatan tercela, dan terakhir, alasan administratif seperti meninggal dunia, mengundurkan diri, atau tidak memenuhi syarat lagi sebagai presiden atau wakil presiden.

“Kalau mau dicari-cari alasannya, gampang itu. Tapi, harus dibuktikan. Misalnya, presiden buka pintu mobil dan meludah di jalanan, kena ibu-ibu, itu tercela atau tidak?” ucapnya memberi contoh.

Namun, menurut Jimly, pembuktian atas pelanggaran tersebut harus dilakukan melalui Mahkamah Konstitusi, setelah usulan diajukan oleh DPR dan disetujui oleh dua pertiga anggota DPR dan dua pertiga dari anggota MPR.

“Langkah pertama harus beres dulu di DPR. Nah, sekarang dua pertiga di DPR itu siapa? KIM plus, yang ketuanya adalah ketua umum Partai Gerindra, dan dia juga Presiden RI,” kata Jimly.

Oleh sebab itu, Jimly berpendapat bahwa wacana pemakzulan terhadap Gibran kecil kemungkinan akan direalisasikan secara politik, mengingat posisi Gibran yang merupakan pilihan langsung dari Presiden Prabowo serta putra dari mantan Presiden Jokowi yang pernah menjadi bagian dari kabinet Prabowo.

“Jadi, dengan semangat Presiden Prabowo untuk merangkul semua mantan-mantan, saya rasa itu tidak mungkin. Tidak mungkin Partai Gerindra dan begitu juga partai-partai koalisi itu akan mengambil inisiatif mencapai angka dua per tiga itu," nilai Jimly.

Ia menilai, wacana pemakzulan hanya akan menguras energi dan mengganggu fokus publik dalam mengawasi pemerintahan yang sedang berjalan.

Jimly mengajak masyarakat untuk mengalihkan perhatian dari konflik masa lalu dan mulai berpikir ke depan, termasuk kemungkinan melakukan reformasi sistemik dan amendemen konstitusi.

“Jadi, saran saya melalui semangat Idul Adha ini mari kita ya sedikit berkorban, mengorbankan kepentingan pribadi kita, mengorbankan sedikit perasaan kita untuk menata masa depan yang lebih baik gitu," pungkas dia.

Sebagai informasi, sejumlah fraksi di DPR RI angkat bicara mengenai peluang pemakzulan Gibran dari posisi wakil presiden.

Isu pemakzulan Gibran ini kembali mengemuka setelah Forum Purnawirawan TNI menyurati DPR dan MPR untuk segera memulai proses impeachment terhadap putra sulung Joko Widodo.

Berkaca dari pernyataan sejumlah fraksi, partai-partai politik agaknya menyambut terbuka keberadaan surat tersebut, meski mereka menyadari prosesnya tidak semudah membalikkan telapak tangan.

Tag:  #soal #seruan #pemakzulan #gibran #jimly #asshiddiqie #hanya #ekspresi #kemarahan #realisasinya #tidak #mungkin

KOMENTAR