UU Pemilu Mandek di DPR, KPU Angkat Tangan: Kami Hanya Bisa Ikuti Aturan
Ketua KPU Mochammad Afifuddin (tengah) memberikan pernyataan saat konferensi pers di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (20/8/2024). [Suara.com/Alfian Winanto]
16:52
1 Mei 2025

UU Pemilu Mandek di DPR, KPU Angkat Tangan: Kami Hanya Bisa Ikuti Aturan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menanggapi Revisi Undang-Undang (UU) Pemilu yang belum dibahas oleh DPR RI hingga saat ini. Terlebih, DPR RI belum menentukan alat kelengkapan dewan (AKD) yang akan membahas Revisi UU Pemilu.

Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menjelaskan, bahwa pihaknya selaku penyelenggara pemilu hanya melaksanakan produk hukum, dalam hal ini UU Pemilu. Untuk itu, dia mengaku tidak bisa memastikan waktu UU Pemilu akan direvisi.

“Tentu kami tidak dalam kapasitas untuk tahu dan bisa memastikan kapan itu dibahas tetapi penyelenggara ini kan prinsipnya ketika
dia menyelenggarakan pemilu dan tahapnya sudah berjalan, dia harus mengikuti aturan-aturan tersebut,” kata Afif kepada wartawan, Kamis (1/5/2025).

Dia juga mengaku hingga saat ini pihaknya belum mengetahui substansi isi dari Revisi UU Pemilu yang akan dibahas.

Afif menjelaskan pihaknya belum mendapatkan informasi perihal perbaikan dan evaluasi Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 yang akan mempengaruhi Revisi UU Pemilu.

“Sampai sekarang kami juga belum tahu kapan itu dibahas dan poin-poinnya apa yang katakanlah menjadi rencana usulan perbalkan sebagai evaluasi dan refleksi atas pemilu dan pilkada serentak kemarin,” ujar Afif.

Hingga saat ini, proses Revisi UU Pemilu belum memasuki tahap awal, termasuk pembahasan substansi oleh DPR RI. Terlebih, terjadi tarik menarik antara dua AKD di DPR RI yang ingin membahas Revisi UU Pemilu.

Badan Legislasi (Baleg) dan Komisi II DPR RI diketahui ingin menangani Revisi UU Pemilu. Komisi II DPR RI juga telah menyampaikan surat permohonan kepada pimpinan DPR RI. Namun, pimpinan DPR RI belum memutuskan AKD yang akan menangani Revisi UU Pemilu.

Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyebut memang sampai saat ini belum ada keputusan resmi terkait pembahasan revisi Undang-Undang Pemilu di DPR.

Pihaknya menunggu adanya keputusan resmi dari pimpinan DPR RI soal waktu pembahasan Revisi UU Pemilu.

“Di awal masa sidang lalu, kami sudah menghadap pimpinan DPR, dan disampaikan bahwa momentumnya belum tepat karena pemilu masih cukup lama," kata Rifqinizamy, Selasa (29/4/2025).

Meski begitu, dia menegaskan bahwa Komisi II siap mematuhi arahan dari pimpinan DPR RI terkait pembahasan Revisi UU Pemilu. Komsii II, lanjut dia, jika siap berkontribusi jika pimpinan DPR RI memutuskan Revisi UU Pemilu akan di Baleg atau dibentuk Pantia Khusus (Pansus).

“Kalau ditanya kepada saya, jawabannya hanya dua, kami ikut perintah dan arahan pimpinan DPR. Komisi II ini sudah terbiasa menjadi makmum yang baik,” ujar Rifqynizamy.

Sepakat Pemilu dan Pilkada Digelar Beda Tahun

Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Rifqinizamy Karsayuda menyepakati usulan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja agar penyelenggaraan pemilu dan pilkada dilakukan pada tahun yang berbeda.

"Terkait dengan tahapan, saya sepakat. Bahwa tahapan pemilu kita, pileg, pilkada, pilpres itu minimal jedanya setahun. Minimal," kata Rifqinizamy dalam diskusi bertajuk "Masa Depan Demokrasi Elektoral di Indonesia" di kawasan Menteng, Jakarta, Selasa (29/4/2025).

Wakil rakyat yang membidangi kepemiluan ini lantas berkata, "Jadi nanti kalau 2029, ya minimal pilkadanya 2030. Tahun 2031 juga tidak apa-apa".

Dia mengungkapkan salah satu alasan pemilu dan pilkada digelar di tahun berbeda untuk memberikan jeda sekaligus alasan agar penyelenggara di provinsi, kabupaten, kota menjadi permanen.

"Tetapi saya juga ingin menyampaikan di forum ini bahwa keinginan untuk menjadikan pilkada untuk tidak langsung juga karena itu, kita juga harus bersiap apapun yang akan terjadi ke depan. Kita harus memiliki skenario dalam konteks keaktivisan," ujarnya sebagaimana dilansir Antara.

Selain itu, Rifqinizamy juga menyoroti dana hibah dalam pelaksanaan pilkada yang berpotensi dikelola dengan tidak benar. Ia mengusulkan agar pengelolaan dana hibah tak hanya diperiksa oleh internal penyelenggara pemilu, melainkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Sementara itu, Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin menilai Pemilu 2024 sebagai pemilu paling rumit dalam sejarah Indonesia, bahkan mungkin dalam sejarah dunia, sebab penyelenggaraan serentak pilpres, pileg dan pilkada dalam tahun yang sama belum pernah terjadi sebelumnya.

Dia menyebut tumpang tindih tahapan menimbulkan tantangan besar, khususnya bagi penyelenggara di tingkat pusat hingga daerah. KPU harus menjalankan “double burden” tanpa jeda yang cukup.

“Kadang orang bertanya, KPU ngapain habis ini? Padahal tahapan pemilu itu minimal 22 bulan. Kalau lima tahun, tinggal tiga tahun untuk persiapan berikutnya,” jelas Afifuddin.

Untuk itu, dia menekankan pentingnya evaluasi sistemik terhadap desain waktu penyelenggaraan pemilu ke depan.

Editor: Bangun Santoso

Tag:  #pemilu #mandek #angkat #tangan #kami #hanya #bisa #ikuti #aturan

KOMENTAR