Upaya Menjatuhkan Kejagung dan Terjeratnya Direktur JAK TV dalam Pemufakatan Jahat
Direktur Pemberitaan JAK TV sekaligus tersangka, Tian Bahtiar saat digiring ke mobil tahanan di depan Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (22/4/2025)()
17:10
22 April 2025

Upaya Menjatuhkan Kejagung dan Terjeratnya Direktur JAK TV dalam Pemufakatan Jahat

- Direktur Pemberitaan JAK TV, Tian Bahtiar ditetapkan sebagai tersangka karena melakukan pemufakatan jahat untuk membuat berita yang merusak citra Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, lembaganya menduga ada pemufakatan antara Tian sebagai Direktur Pemberitaan JAK TV dengan advokat Marcella Santoso dan Junaedi Saibih.

Pemufakatan jahat itu diduga untuk membentuk opini negatif terhadap Kejagung, khususnya bidang pidana khusus (Jampidsus).

"Mereka berkolaborasi untuk melemahkan institusi ini dan mendapat bayaran untuk itu," ungkap Harli saat dihubungi wartawan, Selasa (22/4/2025).

"Mereka membentuk framing, seolah-olah Kejaksaan dan Jampidsus penuh dengan pelanggaran dan penyimpangan," sambungnya.

Harli menjelaskan, framing negatif yang dilakukan Tian sebagai Direktur Pemberitaan JAK TV sengaja memengaruhi opini publik dan mengaburkan fakta yang ada.

Pola tersebut sebagai bagian dari strategi terencana untuk menciptakan ketidakpercayaan terhadap Kejaksaan dan sistem hukum.

"Kita di-framing, peradilan di-prank, mereka membuat seolah-olah Kejaksaan ini tidak ada benarnya, bahkan sampai memanfaatkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) agar putusannya bisa digunakan sebagai dasar pertimbangan lain," kata Harli.

Kendati demikian, Harli menegaskan bahwa kerja-kerja media dalam membuat berita berita adalah sesuatu yang mulia. Termasuk berita yang berisi soal kritik terhadap suatu lembaga.

Namun ia menekankan, yang dilakukan Tian adalah bentuk pemufakatan jahat untuk merusak citra kejaksaan tidak dapat dibenarkan.

"Bukan soal pemberitaan. Pemberitaan itu mulia. Mau negatif pun artinya sebagai koreksi," kata Harli.

"Tapi membuat menciptakan pemufakatan jahat, seolah kejaksaan ini enggak ada benarnya,” tegasnya.

Masuk Dompet Pribadi

Tian sebagai Direktur Pemberitaan JAK TV disebut mendapatkan uang sebesar Rp 487 juta untuk membuat dan menyebarkan berita yang menyudutkan Kejagung.

Namun, uang tersebut diterima atas nama pribadi dan tanpa kontrak yang mengatasnamakan JAK TV.

"Tian ini mendapat uang itu secara pribadi, bukan atas nama sebagai direktur ya, JAK TV ya. Karena tidak ada kontrak tertulis antara perusahaan JAK TV dengan yang para pihak yang akan ditetapkan," kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus), Abdul Qohar, dalam jumpa pers di kantor Kejagung, Selasa (22/4/2025) dini hari.

Tian menerima uang tersebut dari dua advokat, yakni Marcella Santoso dan Junaedi Saibih yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.

Konten-konten negatif ini kemudian dipublikasikan oleh Tian ke beberapa medium, baik itu media sosial maupun media online yang terafiliasi dengan JAK TV.

Salah satu contoh narasi negatif yang dibuat oleh Marcella dan Junaedi adalah soal kerugian keuangan negara dalam sejumlah perkara.

Padahal, perhitungan kerugian keuangan negara yang disebarkan itu tidak benar dan menyesatkan.

"Tersangka TB menuangkannya dalam berita di sejumlah media sosial dan media online," ujar Qohar.

Biayai Demo untuk Jatuhkan Kejagung

Di sisi lain, Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) juga diduga membiayai aksi demo dan acara diskusi untuk menciptakan narasi negatif demi menjatuhkan nama Kejagung.

"Tersangka MS dan JS membiayai demonstrasi-demonstrasi dalam upaya untuk menggagalkan penyidikan, penuntutan, dan pembuktian perkara a quo (tersebut) di persidangan sementara berlangsung," kata Qohar. Demonstrasi tersebut, kata dia, diliput oleh JAK TV atas perintah Tian Bahtiar (TB).

Demonstrasi tersebut kemudian diliput oleh JAK TV atas perintah Tian Bahtiar.

Tak hanya itu, Marcella Santoso (MS) dan Junaedi Saibih (JS) diduga membiayai sejumlah kegiatan untuk menggiring opini publik terhadap fakta hukum yang dibahas di persidangan.

"Tersangka MS dan tersangka JS menyelenggarakan dan membiayai kegiatan seminar-seminar, podcast, dan talkshow di beberapa media online, dengan mengarahkan narasi-narasi yang negatif dalam pemberitaan untuk mempengaruhi pembuktian perkara di persidangan," ujar Qohar.

Dewan Pers Tak Cawe-cawe

Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menegaskan tak akan cawe-cawe dalam penanganan kasus dugaan perintangan penyidikan korupsi ekspor CPO dan tata niaga komoditas timah yang menyeret Direktur Pemberitaan Jak TV.

Ninik memastikan bahwa Dewan Pers akan menghormati proses hukum yang sedang berjalan.

Namun, ia menegaskan bahwa ranah penilaian terhadap karya jurnalistik dan etika profesi tetap menjadi domain Dewan Pers.

“Untuk menentukan apakah sebuah produk media merupakan karya jurnalistik atau bukan, itu adalah kewenangan etik Dewan Pers sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers," ujar Ninik di Gedung Kejagung, Jakarta, Selasa (22/4/2025).

Dewan Pers akan menilai dua aspek dalam kasus yang menjerat Direktur Pemberitaan JAK TV, yakni apakah pemberitaan yang diproduksi memenuhi standar kode etik jurnalistik. Lalu, apakah ada pelanggaran perilaku oleh jurnalis dalam prosesnya.

"Pers dituntut bekerja profesional, mengedepankan standar moral tinggi, tidak mencampurkan opini dengan fakta, dan tidak terlibat praktik tidak etis seperti suap atau permintaan imbalan," ujar Ninik.

Kejagung dan Dewan Pers sendiri telah menyepakati untuk saling menghormati batas kewenangan masing-masing. Kejagung tetap melanjutkan proses hukum bagi dugaan tindak pidana.

Sedangkan Dewan Pers akan mengkaji dari sisi etika jurnalistik yang menjerat Tian selaku Direktur Pemberitaan JAK TV.

Tag:  #upaya #menjatuhkan #kejagung #terjeratnya #direktur #dalam #pemufakatan #jahat

KOMENTAR