



Anies: Bonus Demografi Bukan Hadiah, Tapi Ujian
- Mantan gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan mengatakan bahwa bonus demografi bisa menjadi ujian bagi Indonesia di kemudian hari.
Sebab, bonus demografi tetap memiliki batas waktu ketika masyarakat dengan usia produktif semakin menua.
Hal tersebut disampaikannya dalam sebuah utas yang diunggahnya di akun X-nya, @aniesbaswedan.
"Bonus demografi bukan hadiah, tapi ujian yang menantang kita untuk menyiapkan manusia dan tidak sekadar mengagungkan angka," tulis Anies.
Anies mengatakan, ujian pertama dari bonus demografi adalah menghadirkan sistem yang mendukung generasi muda untuk berkembang dan produktif.
Namun yang terjadi justru sebaliknya, generasi muda hidup dalam tekanan berlapis dan tak ditopang oleh sistem yang memadai.
"Di balik narasi anak muda pekerja keras, tersembunyi kenyataan yang lebih pahit. Mereka bertahan hidup, bukan bertumbuh. Mereka sibuk, tapi tak selalu sejahtera. Dan bila sistem tetap diam, maka yang muncul adalah generasi pekerja yang kelelahan dalam senyap," ujar Anies.
Ujian kedua adalah ketika masyarakat dengan usia produktif itu semakin tua. Negara tentu harus memikirkan jaminan pensiun, layanan kesehatan, dan keberlangsungan fiskal pada masa tersebut.
Anies mengatakan bahwa jika sistem tak disiapkan segera, maka Indonesia berpotensi menyambut krisis yang lebih dalam.
"Ujian yang mendesak kita menegakkan keadilan, bukan sekadar mengada-adakan pertumbuhan. Dan seperti janji kemerdekaan, ini pun harus dilunasi," ujar calon presiden (capres) nomor urut 1 pada Pilpres 2024 itu.
Tekanan Berlapis
Anies mengatakan, banyaknya anak muda bukan menandakan keberhasilan bonus demografi yang digadang-gadang sebagai pintu Indonesia Emas.
Sebab, usia produktif yang ada saat ini kebanyakan bekerja di sektor informal dan hidupnya dipenuhi dengan tekanan.
"Anak muda disebut penopang kemajuan, tapi siapa yang menopang mereka? Di balik label produktif, tumbuh fenomena senyap tekanan psikis, gangguan mental, dan rasa hampa," tulis Anies.
"Dunia kerja menuntut kecepatan, tapi lupa menyediakan ruang untuk bernapas. Ini bukan bonus, tapi beban," sambungnya.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) itu melihat anak muda yang digadang sebagai usia produktif itu kini hidup dalam tekanan berlapis.
Banyak dari generasi muda mendapatkan tekanan, baik itu menopang keluarga, mengatasi ketidakpastian kerja, dan membangun masa depan di tengah ruang hidup yang kian mahal.
"Sering kita anggap bonus demografi sebagai berkah otomatis. Seolah hadirnya usia produktif berarti kesejahteraan akan datang dengan sendirinya. Tapi usia produktif tak selalu berarti produktivitas. Yang terlihat adalah angka, yang tersembunyi adalah kelelahan kolektif," kata Anies.
Peluang Emas
Sebelumnya, Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mengatakan, Indonesia saat ini dalam berada momen yang sangat menentukan di tengah tantangan global.
Baik itu perang dagang, geopolitik, hingga perubahan iklim. Gibran melanjutkan, Indonesia sebagai negara besar tetap harus tumbuh, lincah, dan adaptif.
"Teman-teman, tantangan ini memang ada. Bahkan begitu besar, tapi yakinlah peluang kita juga jauh lebih besar," kata Gibran.
Gibran mengatakan, sebanyak 208 juta penduduk Indonesia pada kurun 2030-2045 akan berada pada usia produktif.
Lanjutnya, lebih dari separuh penduduk Indonesia akan berada pada usia produktif pada momen tersebut.
"Sebuah kondisi yang terjadi hanya satu kali dalam sejarah peradaban sebuah bangsa. Kesempatan ini tidak akan terulang, di mana sekitar 208 juta penduduk kita akan berada di usia produktif," kata Gibran.
"Ini adalah peluang besar kita, ini adalah kesempatan emas kita untuk mengelola bonus demografi agar bukan menjadi sekedar bonus, bukan menjadi sekedar angka statistik yang fantastis, tapi sebagai jawaban untuk masa depan Indonesia," sambungnya.