Tak Tahan Eddy Hiariej, KPK Digugat MAKI ke PN Jakarta Selatan
Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej yang menjadi tersangka kasus suap berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih KPK usai menjalani pemeriksaan di Jakarta, Senin (4/12/2023). Eddy yang juga merupakan Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, diperiksa sebagai saksi untuk tersangka lainnya dalam kasus dugaan menerima gratifikasi di Kemenkumham. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/nym.%
16:26
23 Januari 2024

Tak Tahan Eddy Hiariej, KPK Digugat MAKI ke PN Jakarta Selatan

- Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menggugat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Senin (22/1/2024).

Gugatan dengan nomor perkara 14/Pid. Prap/2024/PN.JKT.SEL dilayangkan lantaran lembaga antikorupsi itu tidak menahan mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej

Diketahui, KPK telah menetapkan Eddy Hiariej sebagai tersangka kasus dugaan suap dan gratifikasi di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) pada 7 Desember 2023 lalu. Namun, hingga kini eks Wamenkumham itu belum ditahan.

Ia menjadi tersangka bersama asisten pribadinya, Yogi Arie Rukmana, mantan mahasiswa Eddy yang kini menjadi pengacara, Yosi Andika Mulyadi dan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM), Helmut Hernawan.

“Gugatan praperadilan ini dalam rangka ‘memaksa’ KPK berlaku adil yaitu melakukan penahanan terhadap tersangka Eddy Hariej dikarenakan tersangka pemberi suap Helmut Hernawan telah dilakukan penahanan,” kata Koordinator MAKI Boyamin Saiman kepada Kompas.com, Selasa (23/1/2024).

Boyamin menyebut, berdasarkan Pasal 5, 6 , 11 dan 12 Undang-Undang (UU) nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi, ancaman hukuman terhadap oknum pejabat penerima suap lebih tinggi daripada pemberi suap.

Bahkan pejabat penerima suap bisa dihukum maksimal 20 tahun. Sementara, pemberi suap maksimal hanya 5 tahun.

Dengan demikian, dari jika dilihat dari ancaman hukuman tersebut titik berat penegakan hukum semestinya dilakukan pada oknum pejabat penerima suap.

Sehingga, menurut Boyamin, semestinya jika pemberi ditahan maka penerima juga dilakukan penahanan.

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memenuhi panggilan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (1/12/2023).KOMPAS.com/Syakirun Ni'am Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman memenuhi panggilan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) untuk menjalani pemeriksaan, Jumat (1/12/2023).“Saat ini Eddy Hariej melakukan praperadilan tidak sahnya penetapan tersangka atas dirinya di Jakarta Selatan, namun KPK tetap bisa melakukan penahanan terhadap Eddy Hariej dikarenakan gugatan yang diajukan Eddy Hariej belum diputus,” kata Boyamin.

“Apa kata dunia terhadap KPK, masak pemberi suap telah ditahan namun penerima suap malah tidak ditahan?” imbuhnya.

Dalam kasus ini, Eddy Hiariej diduga menrima suap dan gratifikasi dari Direktur PT CLM, Helmut Hernawan.

KPK menduga Helmut memberikan suap dan gratifikasi RP 8 miliar kepada Eddy Hiariej melalui dua anak buahnya.

Mereka adalah Yogi Arie Rukmana dan Yosi Andika Mulyadi.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, sebagian uang diserahkan Helmut kepada Eddy sebagai biaya fee jasa konsultasi hukum terkait administrasi hukum umum (AHU).

Adapun Helmut tengah menghadapi sengketa di internal perusahaan.

"Besaran fee yang disepakati untuk diberikan Helmut Hermawan pada Eddy sejumlah sekitar Rp 4 miliar," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/12/2023).

Lalu, Rp 1 miliar lagi untuk keperluan pribadi Eddy, dan Rp 3 miliar lain setelah Eddy menjanjikan bisa menghentikan kasus hukum yang membelit Helmut di Bareskrim Polri.

Editor: Irfan Kamil

Tag:  #tahan #eddy #hiariej #digugat #maki #jakarta #selatan

KOMENTAR