Kata GMNI soal Pencabutan TAP MPRS 33/1967: Luruskan Sejarah yang Terdistorsi
Ketua Umum GMNI Imanuel Cahyadi (kanan) bersama Presiden Terpilih Prabowo Subianto (kiri). 
22:31
12 September 2024

Kata GMNI soal Pencabutan TAP MPRS 33/1967: Luruskan Sejarah yang Terdistorsi

- Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (DPP GMNI) merespons langkah pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967, yang selama ini menjadi salah satu sumber kontroversi di masa transisi dari Orde Lama ke Orde Baru.

Ketua Umum DPP GMNI, Imanuel Cahyadi menyatakan bahwa pencabutan TAP ini bukan hanya penting secara politis, tetapi juga sangat berarti dalam upaya meluruskan sejarah yang selama ini penuh dengan distorsi dan ketidakadilan.

"TAP MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 selama bertahun-tahun menjadi dasar legitimasi pencabutan kekuasaan Presiden Soekarno, yang oleh banyak kalangan dipandang sebagai upaya untuk menghapuskan pengaruh dan ide-ide beliau dari panggung politik Indonesia. Pencabutan ini adalah langkah penting dalam memulihkan hak-hak sejarah serta memperbaiki narasi yang selama ini terdistorsi," ujar Imanuel dalam keterangannya, Kamis (12/9/2024).

Diketahui, TAP MPRS tersebut berisi tentang pencabutan kekuasaan pemerintahan negara dari Presiden Soekarno, sebuah langkah politis yang menandai berakhirnya era Soekarno dan naiknya kekuasaan Orde Baru di bawah kepemimpinan Soeharto.

Imanuel melanjutkan, langkah ini juga dilakukan pada saat yang tepat, mengingat Rakyat Indonesia baru saja menentukan hak pilihnya di dalam Pemilu 2024.

Dengan terpilihnya Prabowo-Gibran Sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia, Pencabutan TAP MPRS XXXIII/1967 ini merupakan langkah awal sebagai Bangsa yang besar memegang teguh persatuan dan kesatuan Bangsa,

"Sehingga kedepannya dimasa kepemimpinan Prabowo-Gibran tidak terdapat distorsi sejarah masa lalu yang dapat merusak persatuan dan persaudaraan Nasional kita," kata Imanuel.

Menurut Imanuel, TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 merupakan salah satu ketetapan yang berdampak besar terhadap jalannya sejarah bangsa.

Ketetapan ini tidak hanya mengakhiri kekuasaan Soekarno, tetapi juga menurutnya menjadi pintu masuk bagi Orde Baru.

"Kami di DPP GMNI melihat pencabutan TAP ini sebagai bentuk tanggung jawab negara untuk mengakui kesalahan masa lalu dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terdampak, Khususnya Pemulihan Nama Presiden Pertama Republik Indonesia Ir Soekarno yang juga dikenal sebagai Bapak Proklamasi," kata Imanuel.

Selama lebih dari lima dekade, TAP ini, lanjut Imanuel, sering dipahami sebagai alat politik untuk menghapus jejak sejarah perjuangan Presiden Soekarno atau de-Soekarnoisasi.

Dengan pencabutan ini, diharapkan ada pengakuan terhadap peran besar Soekarno dalam sejarah Indonesia, sekaligus memberikan ruang yang lebih luas bagi pemahaman sejarah yang lebih objektif dan seimbang.

Imanuel juga berharap proses pencabutan ini diikuti dengan langkah-langkah nyata untuk memulihkan nama baik mereka yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung akibat ketetapan tersebut.

"Negara harus hadir dalam memulihkan hak tersebut," katanya.

Selain aspek politik dan hukum, GMNI juga menilai sangat penting dilakukan edukasi sejarah yang lebih objektif dan terbuka.

GMNI menilai, selama ini sejarah era Orde Lama dan Orde Baru sering kali ditulis dengan narasi yang berpihak pada kepentingan politik tertentu, yang menyebabkan generasi muda tidak mendapatkan gambaran yang utuh tentang konteks sejarah Indonesia.

"Kita perlu mendidik generasi muda dengan narasi sejarah yang lebih komprehensif dan adil, di mana mereka bisa melihat bahwa peran Soekarno dalam perjuangan kemerdekaan dan pembangunan bangsa tidak bisa dihapus begitu saja hanya karena kepentingan politik masa lalu. Edukasi ini harus menjadi prioritas agar bangsa ini tidak terjebak dalam kesalahan sejarah yang sama," ucap Imanuel.

Presiden Soekarno dan Jenderal Soeharto Presiden Soekarno dan Jenderal Soeharto (net)

DPP GMNI pun melihat pencabutan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 sebagai awal dari proses panjang menuju demokrasi yang lebih matang dan berkeadilan.

Imanuel menekankan, Indonesia saat ini berada di jalur yang benar untuk memperbaiki kesalahan masa lalu dan memperkuat prinsip-prinsip demokrasi serta persatuan nasional.

"Ini bukan hanya kemenangan simbolis, tetapi juga sebuah langkah maju dalam membangun bangsa yang lebih inklusif, di mana perbedaan pandangan politik atau ideologi tidak lagi dijadikan alasan untuk menindas atau meminggirkan pihak lain. Semoga ini menjadi momentum bagi kita semua untuk terus menjaga dan memperkuat demokrasi di Indonesia," ujar Imanuel.

"Dengan pencabutan ini, DPP GMNI optimis bahwa Indonesia akan semakin kuat dalam menghadapi tantangan domestik dan global, dengan tetap berpegang teguh pada nilai-nilai Pancasila dan semangat kebangsaan yang diwariskan oleh para pendiri bangsa," lanjutnya.

Editor: Acos Abdul Qodir

Tag:  #kata #gmni #soal #pencabutan #mprs #331967 #luruskan #sejarah #yang #terdistorsi

KOMENTAR