Ikut Tim Salat Tarawih Rakaat Muhammadiyah atau Rakaat NU? Ini Penjelasan Ulama
Ilustrasi Salat Tarawih berjamaah. [Pexels]
18:43
10 Maret 2024

Ikut Tim Salat Tarawih Rakaat Muhammadiyah atau Rakaat NU? Ini Penjelasan Ulama

Perbedaan jumlah rakaat salat tarawih selalu 'menghiasi' bulan Ramadan, terutama di Indonesia.

Melansir laman NU Online, di Indonesia ada dua ormas terbesar yang menjadi sorotan dari perbedaan jumlah rakaat tarawih yang dilaksanakan, yakni Muhammadiyah dengan 11 rakaat dan Nahdlatul Ulama (NU) dengan 23 rakaat.

Lalu, mengapa jumlah rakaat salat tarawih berbeda-berbeda? Pertanyaan itu muncul setiap tahunnya ketika menjelang Ramadan.

Perbedaan ini muncul karena tidak ada satu pun hadits yang secara shahih dan sharih (eksplisit) menyebutkan jumlah rakaat tarawih yang dilakukan oleh baginda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Memang ada hadits shahih riwayat Aisyah berbunyi:

"Bagaimana shalat Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam di bulan Ramadan? Aisyah menjawab, "Beliau tidak pernah menambah, baik di bulan Ramadan atau selainnya dari sebelas rakaat". (HR al-Bukhari-Muslim).

Hanya saja, di dalam hadits shahih ini, Aisyah radhiyallahu anha sama sekali tidak secara tegas mengatakan bahwa 11 rakaat itu adalah jumlah rakaat shalat tarawih.

Karenanya, para ulama berbeda pendapat tentang permasalahan ini. Pertama, mayoritas ulama dari mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i, dan Hanbali menegaskan, shalat tarawih berjumlah 20 rakaat. Imam As-Sarakhsi dari mazhab Hanafi menyebutkan:

Maka sesungguhnya shalat tarawih itu 20 rakaat, selain shalat witir, menurut pendapat kami. (Lihat: As-Sarakhsi, Al-Mabsuth, juz 2, halaman 144). Sedangkan imam Ad-Dardiri dari mazhab Maliki menuturkan:

"Dan shalat Tarawih di bulan Ramadhan, yaitu 20 rakaat setelah shalat Isya', dengan salam tiap dua rakaat, di luar shalat syafa' dan witir. (Lihat: Ad-Dardiri, Asy-Syarhu Ash-Shaghir, juz 1, halaman 404).

Masih dilansir dari laman NU Online, Nabi saw sendiri mulai mengerjakan shalat tarawih pada tanggal 23 Ramadhan tahun kedua hijriah. Rasulullah pada masa itu mengerjakannya tidak selalu di masjid, melainkan kadang di rumah.

Pada masa Nabi saw tidak ada istilah ibadah dengan nama tarawih, adanya qiyamul lail (shalat malam), yang beliau lakukan dan contohkan selama Ramadhan. Istilah tarawih baru muncul pada masa Khalifah Umar bin Khattab yang mulai menyelenggarakan shalat tarawih secara serentak berjamaah di masjid.

Umar bin Khattab berinisatif untuk menggelarnya secara berjamaah, setelah menyaksikan umat Islam shalat tarawih yang tampak tidak kompak, sebagian shalat secara sendiri-sendiri, sebagian lain berjamaah. Sebuah hadits shahih memaparkan:

"Dari 'Abdirrahman bin 'Abdil Qari', beliau berkata: 'Saya keluar bersama Sayyidina Umar bin Khattab radliyallahu 'anh ke masjid pada bulan Ramadhan. (Didapati dalam masjid tersebut) orang yang shalat tarawih berbeda-beda. Ada yang shalat sendiri-sendiri dan ada juga yang shalat berjamaah. Lalu Sayyidina Umar berkata: 'Saya punya pendapat andai mereka dikumpulkan dalam jamaah satu imam, niscaya itu lebih bagus." Lalu beliau mengumpulkan mereka dengan seorang imam, yakni Ubay bin Ka'ab. Kemudian satu malam berikutnya, kami datang lagi ke masjid. Orang-orang sudah melaksanakan shalat tarawih dengan berjamaah di belakang satu imam. Umar berkata, 'Sebaik-baiknya bid’ah adalah ini (shalat tarawih dengan berjamaah)." (HR Bukhari).

Dari sini sudah sangat jelas bahwa pertama kali orang yang mengumpulkan para sahabat untuk melaksanakan shalat tarawih secara berjamaah adalah Sayyidina Umar bin Khattab, salah satu sahabat terdekat Nabi. Jamaah shalat tarawih pada waktu itu dilakukan dengan jumlah 20 rakaat. Sebagaimana keterangan:

"Dari Yazid bin Ruman telah berkata, ‘Manusia senantiasa melaksanakan shalat pada masa Umar radliyallahu ‘anh di bulan Ramadhan sebanyak 23 rakaat (20 rakaat tarawih, disambung 3 rakaat witir)," (HR Malik).

Editor: Ronald Seger Prabowo

Tag:  #ikut #salat #tarawih #rakaat #muhammadiyah #atau #rakaat #penjelasan #ulama

KOMENTAR