Rasa Bersalah Setelah Jadi Ibu, Alasan Perempuan Pilih Career Break
- Career break alias berhenti bekerja sementara kerap menjadi pilihan yang diambil perempuan setelah menjadi ibu. Setelah melahirkan, banyak perempuan dihadapkan pada dilema yang tidak sederhana: kembali bekerja atau tetap mendampingi anak di masa awal kehidupannya.
Di tengah pilihan tersebut, rasa bersalah kerap muncul dan mendorong sebagian perempuan memutuskan untuk mengambil jeda karier. Perasaan ini membuat mereka merasa belum siap meninggalkan anak, meski memahami bahwa karier juga penting bagi kehidupan mereka.
Executive Director Indonesia Business Coalition for Women Empowerment (IBCWE), Wita Krisanti, mengatakan dilema ini dialami banyak perempuan yang baru menjadi ibu hingga memutuskan untuk career break.
“Enggak sedikit juga perempuan itu masih saja mengalami dilema kalau misalnya punya anak,” kata Wita dalam acara bertajuk Beauty That Moves: L'Oreal Reconnect Program di Jakarta Selatan, Jumat (12/12/2025).
Ia menambahkan, kondisi tersebut sering muncul saat perempuan harus kembali bekerja setelah cuti melahirkan.
“Yang baru punya anak itu terus kembali dari cuti melahirkan biasanya ada perasaan bersalah,” tambahnya.
Rasa bersalah yang menjadi pertimbangan perempuan
Menurut Wita, rasa bersalah tersebut bukan sekadar perasaan sesaat. Dalam banyak kasus yang ia temui, emosi itu justru menjadi faktor penentu keputusan perempuan untuk berhenti bekerja sementara.
“Saya menemukan banyak sekali yang punya perasaan bersalah ketika harus kembali ke tempat kerja,” ujarnya.
Karena tidak mampu mengatasi tekanan emosional tersebut, sebagian perempuan akhirnya memilih fokus pada pengasuhan anak.
“Sehingga enggak sedikit juga yang kemudian memutuskan, karena tidak bisa mengatasi rasa bersalahnya akhirnya, oh yaudah deh saya ngurus anak aja dulu,” cerita Wita.
Fase berkeluarga dalam perjalanan karier perempuan
Wita menjelaskan bahwa siklus hidup profesional perempuan sering kali tidak berjalan lurus. Ketika perempuan memasuki fase pernikahan dan berkeluarga, tanggung jawab di rumah berjalan bersamaan dengan tuntutan di dunia kerja.
Kondisi ini membuat perempuan lebih rentan mengambil career break.
“Ketika perempuan mulai meniti karier lalu memasuki fase pernikahan dan berkeluarga, tanggung jawab di dunia kerja berjalan bersamaan dengan tanggung jawab di rumah yang semakin besar,” ungkap Wita.
Dalam penjelasannya, Wita menjabarkan bahwa data IBCWE menunjukkan hampir 40 persen perempuan pernah mengambil jeda karier dalam hidup profesionalnya.
Beban pengasuhan dan norma keluarga
Selain mengasuh anak, career break juga sering dipicu oleh tanggung jawab keluarga lain, seperti merawat orangtua yang sakit. Tidak jarang, peran tersebut jatuh kepada perempuan.
Wita menyoroti adanya norma yang masih menempatkan anak perempuan sebagai pihak yang paling bertanggung jawab. Bahkan ketika memiliki saudara, ekspektasi tersebut tetap melekat pada diri perempuan.
“Atau walaupun dia punya siblings, kayak ada semacam ekspektasi atau norma anak perempuan yang ngurus,” sambungnya.
Ingin kembali bekerja, tapi kesempatan tak datang
Seiring waktu, keinginan untuk kembali bekerja biasanya muncul ketika anak sudah lebih mandiri. Terutama bagi perempuan yang sebelumnya memiliki pengalaman bekerja.
“Ketika anaknya udah bisa ditinggal masuk usia menjelang SMA atau SMP, itu mereka pengin kembali bekerja. Apalagi Kalau sebelumnya pernah bekerja,” ungkap Wita.
Wita menyebut, mayoritas perempuan yang pernah mengambil career break tersebut sebenarnya ingin kembali ke dunia kerja.
“Responden kami itu sembilan puluh delapan persen rata-rata bilang mereka ingin kembali bekerja setelah career break,” kata Wita.
Namun, keinginan tersebut sering terbentur realitas di lapangan, misalnya karena pasar tenaga kerja yang lebih memilih karyawan berusia muda.
Tag: #rasa #bersalah #setelah #jadi #alasan #perempuan #pilih #career #break