Dampak yang Muncul Saat Kebutuhan Sosial-Emosional Anak Tak Terpenuhi
- Kebutuhan sosial-emosional merupakan fondasi penting dalam tumbuh kembang anak. Kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan untuk merasa dicintai dan diterima, rasa aman, kebutuhan akan pengakuan dan pujian, serta kebutuhan sosial atau berinteraksi dengan teman sebaya.
Ketika kebutuhan ini tidak terpenuhi, dampaknya dapat muncul dalam berbagai aspek kehidupan anak, mulai dari emosi, perilaku, hubungan sosial, hingga kesehatan mental.
Psikolog Klinis Anak dan Keluarga, Ayank Irma, mengatakan jika kebutuhan sosial-emosional anak tidak terpenuhi efeknya bahkan bisa bersifat luas dan memengaruhi kualitas hidup anak secara keseluruhan.
Menurut Ayank, emosi berperan sebagai penggerak perilaku anak, sehingga ketika kebutuhan emosinya tidak terpenuhi, cara anak bereaksi terhadap lingkungan sehari-hari ikut terpengaruh.
“Kalau kita bicara emosional itu kan ibaratnya adalah sebuah bensin yang menggerakkan sebuah perilaku,” jelasnya dalam acara grand opening Playclub by Buumi di Urban Forest Cipete, Jakarta Selatan, Kamis (11/12/2025).
Anak sulit bekerja sama dan berempati
Tidak terpenuhinya kebutuhan sosial-emosional dapat menghambat kemampuan anak menjalin relasi sehat dengan teman sebaya maupun orang dewasa.
Ayank menekankan pentingnya interaksi langsung, karena di situlah anak belajar kerja sama, bergiliran, empati, dan mengelola konflik.
“Dengan kebersamaan teman sebaya, sudah pasti akan terlatih bagaimana caranya untuk kooperatif, kompetitif, sabar, teamwork,” tuturnya.
Sebaliknya, anak yang kebutuhan sosial-emosionalnya tidak terpenuhi cenderung lebih egois, kesulitan memahami perspektif orang lain, dan bingung menghadapi situasi sosial baru.
“Kalau enggak, ya sudah pasti anak itu bisa tumbuh salah satunya jadi egois,” kata Ayank.
Ilustrasi
Risiko gangguan perkembangan dan kesehatan mental
Dampak yang lebih serius dapat muncul jika kebutuhan sosial-emosional tidak terpenuhi dalam jangka panjang. Ayank menyebut bahwa beberapa gangguan kesehatan mental dapat berakar dari kurangnya latihan emosional sejak dini.
“Mungkin yang lebih fatal lagi, mungkin gangguan-gangguan kesehatan mental misalnya NPD, itu karena memang kurang latihan-latihan emosional,” ujarnya.
Kondisi tersebut tidak hanya berdampak pada kemampuan emosi, tetapi juga kualitas hidup anak secara menyeluruh.
“Kalau gangguan itu, kualitas hidup anaknya enggak bagus,” tegas Ayank.
Anak berpotensi kesulitan menjalin hubungan baik dalam pertemanan, orangtua, hingga masalah penyesuaian diri di lingkungan sekolah.
Minimnya stimulasi membuat anak sulit mengatur emosi
Di samping itu, orangtua perlu mengingat bahwa stimulasi bagi anak sangatlah penting, terutama karena gerak tubuh memiliki peran besar dalam regulasi emosi anak.
Tanpa stimulasi sosial-emosional yang cukup, anak kehilangan kesempatan untuk belajar mengenali dan mengelola emosinya. Kondisi ini membuat anak lebih mudah frustrasi, sulit menenangkan diri, atau tidak memahami batasan sosial.
Ayank menjelaskan bahwa kemampuan menenangkan diri tidak muncul begitu saja, tetapi dibentuk melalui latihan berulang dalam aktivitas sehari-hari.
Contohnya, aktivitas bermain yang membuat tubuh anak bergerak dapat menghasilkan rangsangan alami bagi otak untuk mengolah emosi.
“Setiap kali digerakkan sebenarnya dia sedang membuat syaraf baru untuk bisa menenangkan dirinya,” kata Ayank.
Ketika kesempatan bergerak dan berlatih ini kurang, strategi penenangan diri anak tidak berkembang optimal. Akibatnya, anak lebih mudah mengalami ledakan emosi dan tidak memiliki keterampilan yang cukup untuk merespons situasi sosial dengan baik.
Lingkungan bermain dan kesempatan berinteraksi tetap krusial
Walau sekolah menyediakan sebagian bentuk stimulasi, anak tetap membutuhkan ruang untuk berinteraksi bebas di luar lingkungan formal untuk berinteraksi dan berlatih kemampuan sosial-emosional.
Ayank mengatakan banyak anak masa kini memiliki jadwal yang terlalu terstruktur, sehingga waktu untuk latihan sosial-emosional mereka menjadi lebih minim.
“Maka memang harus menyiapkan waktu luang buat bertemu orang lain di konteks di luar sekolahannya,” jelasnya.
Melalui pengalaman nyata, berinteraksi, bergerak, dan bermain, anak mengembangkan pola adaptasi yang sehat dan memperkuat kemampuan emosionalnya.
Tag: #dampak #yang #muncul #saat #kebutuhan #sosial #emosional #anak #terpenuhi