Terlihat Mewah tapi Rapuh: 8 Kebiasaan Kelas Menengah yang Sering Dikira Berkelas Padahal Penuh Ketidakamanan
JawaPos.Com - Kelas menengah selalu berada di posisi yang unik. Tidak hidup dalam keterbatasan ekstrem, tetapi juga belum mencapai kenyamanan finansial yang benar-benar stabil.
Mereka berada di antara keinginan untuk naik kelas dan ketakutan turun kelas, sehingga banyak keputusan hidup dipengaruhi oleh tekanan sosial, bukan kebutuhan nyata.
Keinginan untuk tampil layak, sukses, dan “berkelas” kerap melahirkan kebiasaan yang tampak mewah namun sebenarnya rapuh.
Dilansir dari Geediting, inilah delapan kebiasaan kelas menengah yang sering dianggap berkelas, tapi justru memperlihatkan ketidakamanan yang mereka sembunyikan.
1. Membeli Barang Branded agar Terlihat Naik Kelas
Banyak orang kelas menengah merasa harus memiliki setidaknya satu atau dua barang branded agar tidak dianggap “biasa-biasa saja”.
Tas tangan, sepatu, atau jam tangan bermerek sering menjadi simbol kemapanan, padahal tidak sedikit yang membelinya dengan cara mencicil atau bahkan mengorbankan kebutuhan lain.
Kebiasaan ini lebih banyak ditujukan untuk validasi sosial daripada kepuasan pribadi.
Mereka ingin terlihat sukses, meski kenyamanan finansialnya sebenarnya belum cukup kuat.
2. Nongkrong di Tempat Mahal demi Gengsi
Kafe premium atau restoran yang sedang viral sering menjadi tempat pelarian kelas menengah untuk sekadar merasa “setara”.
Nongkrong bukan lagi kegiatan santai, melainkan ajang pembuktian bahwa mereka punya gaya hidup serupa dengan kalangan yang lebih mapan.
Meski foto-fotonya terlihat glamor di media sosial, kenyataannya banyak dari mereka menghitung sisa uang setelah membayar kopi seharga hampir makan siang dua kali.
3. Memaksakan Liburan ke Destinasi Jauh
Liburan seharusnya menjadi momentum penyegaran, namun bagi sebagian kelas menengah, liburan juga merupakan alat untuk menunjukkan status sosial.
Destinasi jauh dipilih bukan karena kebutuhan akan pengalaman baru, melainkan agar terlihat “wah”.
Tidak jarang, setelah liburan panjang, mereka kembali dengan saldo tabungan yang menipis atau cicilan baru yang hanya menambah stres setelah pulang.
4. Membeli Rumah di Luar Budget demi Mengejar Standar Sosial
Memiliki rumah sendiri adalah impian banyak orang, namun bagi kelas menengah, tekanan sosial sering membuat mereka menargetkan rumah di perumahan “yang pantas”, bukan yang sesuai kemampuan.
Mereka memilih lingkungan yang dianggap lebih prestise, meski harus membayar cicilan jangka panjang yang sebenarnya terlalu berat.
Kenyamanan yang terlihat dari luar sebenarnya menyimpan ketegangan finansial yang terus mengintai setiap bulan.
5. Mengikuti Tren Gaya Hidup Digital agar Tidak Ketinggalan Zaman
Kelas menengah sering merasa harus berlangganan semua layanan digital: streaming film premium, musik premium, cloud storage, hingga aplikasi fitness. Semua dilakukan agar terlihat up-to-date dan modern.
Padahal banyak layanan itu jarang dipakai optimal, bahkan sebagian hanya untuk menghindari rasa malu ketika teman-teman membicarakan fitur terbaru yang mereka sendiri tak terlalu butuhkan.
6. Mengoleksi Gadget Terbaru Meski yang Lama Masih Layak
Tekanan sosial untuk terlihat “melek teknologi” sering membuat kelas menengah mengganti gadget setahun sekali atau dua tahun sekali.
Smartphone terbaru, smartwatch terbaru, atau laptop edisi terbaru menjadi simbol bahwa mereka terus “maju”.
Meski begitu, tidak semua pembaruan teknologi benar-benar esensial. Banyak yang melakukannya hanya untuk menjaga citra agar tidak terlihat ketinggalan dibanding rekan kerja atau lingkungan pergaulan.
7. Mengadakan Pesta Perayaan Berlebihan
Perayaan ulang tahun, kelulusan, hingga pesta kecil-kecilan sering disulap menjadi acara yang terkesan mewah.
Dekorasi, dress code, dan tempat pesta dipilih demi menghasilkan foto-foto yang layak tampil di media sosial.
Sayangnya, pesta yang terlihat glamor itu sering kali dibayar menggunakan tabungan darurat atau mengorbankan kebutuhan yang lebih penting. Yang dijual adalah imej, bukan kegembiraan sejati.
8. Terobsesi dengan Citra “Sukses” di Media Sosial
Media sosial menjadi panggung bagi banyak kelas menengah untuk menunjukkan “yang terbaik” dari hidup mereka.
Apa pun yang terlihat mahal diunggah, sedangkan sisi rapuh disembunyikan rapat-rapat. Kebiasaan ini menciptakan tekanan psikologis yang tidak ringan.
Ketika unggahan orang lain terlihat lebih mewah, rasa tidak aman semakin kuat.
Mereka berusaha mengejar standar yang tidak pernah selesai, hingga membuat hidup terasa seperti perlombaan tanpa akhir.
***
Tag: #terlihat #mewah #tapi #rapuh #kebiasaan #kelas #menengah #yang #sering #dikira #berkelas #padahal #penuh #ketidakamanan