



Permintaan Ekspor Kulit Biawak Indonesia Meroket: Mampukah Permintaan Global Selaras dengan Alam?
-
Permintaan ekspor kulit biawak Indonesia melonjak tajam di pasar global.
-
Ahli memperingatkan risiko ekologis jika perdagangan tak berbasis sains.
-
Biawak memiliki peran penting menjaga keseimbangan ekosistem alami.
Di balik naiknya pamor Indonesia sebagai pengekspor kulit biawak terbesar di dunia, tersembunyi kekhawatiran ekologis yang mulai mencuat.
Lonjakan permintaan internasional untuk kulit reptil ini memang menguntungkan secara ekonomi, tetapi para ahli memperingatkan: tanpa tata kelola berbasis sains, perdagangan ini dapat mengguncang rantai ekologi yang rapuh.
Menurut Prof. Mirza Dikari Kusrini, Guru Besar Fakultas Kehutanan dan Lingkungan IPB University, praktik ekspor harus didasari kajian ilmiah agar populasi biawak tetap terjaga.
![Petugas KSKP Bakauheni menggagalkan penyelundupan ratusan kulit biawak dan kulit ular piton. [ANTARA]](https://media.suara.com/pictures/653x366/2024/11/15/72795-kulit-biawak.jpg)
“Kuotanya harus berbasis sains, pemasok ekspor harus legal dan memiliki traceability, serta pemburu lokal harus mendapat harga yang adil. Itu menjadi kunci agar perdagangan biawak tetap berkelanjutan,” ujarnya.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) tahun 2024 mencatat lebih dari 476 ribu biawak diizinkan untuk diperdagangkan, dengan 468 ribu ekor di antaranya khusus untuk ekspor kulit, angka yang mencerminkan skala industri besar yang tersebar di 18 provinsi.
Meski legal, perdagangan ini berada di bawah pengawasan ketat CITES Appendix II, yang mensyaratkan kuota resmi dan kajian Non-Detriment Findings (NDF) untuk memastikan kelestarian populasi di alam liar.
“Artinya, perdagangan biawak diperbolehkan dengan syarat ada kuota, izin ekspor, dan kajian NDF,” tegas Prof. Mirza. Namun, status biawak air (Varanus salvator) yang kini masih “Least Concern” di daftar IUCN bukan jaminan aman. Tanpa pengawasan ketat, eksploitasi berlebihan dapat mengganggu ekosistem.
Sebagai predator alami dan pemakan bangkai, biawak berperan penting menjaga kebersihan lingkungan dan keseimbangan populasi satwa kecil.
Fakta lain menunjukkan semakin seringnya biawak memasuki kawasan permukiman, akibat menurunnya predator alami dan melimpahnya sumber makanan manusia. “Di beberapa perumahan, biawak bahkan memangsa anak kucing. Fenomena ini pernah kami teliti di kawasan urban,” tambahnya.
Kini, selain untuk kulit, biawak juga diburu karena dagingnya dikonsumsi dan dipercaya sebagai bahan obat tradisional.
Di beberapa daerah seperti Jawa Barat, pemburu biawak bahkan membentuk kelompok sendiri menggunakan anjing pelacak. Di tengah tingginya permintaan global, keseimbangan antara ekonomi dan konservasi kini menjadi ujian besar bagi Indonesia.
Penulis: Muhammad Ryan Sabiti
Tag: #permintaan #ekspor #kulit #biawak #indonesia #meroket #mampukah #permintaan #global #selaras #dengan #alam