Sejarah Hari Santri Nasional yang Diperingati 22 Oktober: Kisah di Balik Resolusi Jihad
Logo Hari Santri Nasional 2025 - Sejarah Hari Santri Nasional (Kemenag)
08:16
17 Oktober 2025

Sejarah Hari Santri Nasional yang Diperingati 22 Oktober: Kisah di Balik Resolusi Jihad

Setiap tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional. Dalam memperingati hari bersejarah itu, biasanya seluruh santri di Indonesia akan mengadakan berbagai acara mulai dari doa bersama, pawai, sholawatan, kajian dan lainnya. Sebagai peringatan penting, kita juga perlu memahami sejarah Hari Santri Nasional.

Penetapan Hari Santri Nasional yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober tidak muncul begitu saja. Peringatan ini lahir dari sejarah panjang perjuangan para santri serta pondok pesantren dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia.

Mengingat begitu besarnya peran santri dan pesantren untuk bangsa Indonesia, pemerintah menetapkan Hari Santri sebagai hari peringatan nasional yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015.

Pada peringatan tahun 2025 ini, Hari Santri mengusung tema “Mengawal Indonesia Merdeka, Menuju Peradaban Dunia”.

Tema tersebut digunakan untuk menegaskan bahwa santri tidak hanya sebagai pelaku sejarah dalam mempertahankan kemerdekaan RI, namun kedudukannya juga mengawal nilai-nilai bangsa dalam menghadapi dinamika zaman.

Menurut makna kekiniannya, “mengawal” dapat diartikan sebagai upaya dalam menjaga kemerdekaan, baik itu secara moral, budaya, ataupun intelektual. Hal ini dilakukan supaya mereka tidak terkikis oleh tantangan ideologi, disrupsi teknologi, hingga globalisasi.

Sementara itu, makna dari “menuju peradaban dunia” adalah visi santri untuk turut andil dalam membangun peradaban secara universal melalui penguasaan ilmu, akhlak mulia, toleransi, serta kontribusi sosial di tingkat internasional.

Sejarah Hari Santri Nasional

Sejarah Hari Santri berawal dari upaya tentara Belanda untuk menguasai Indonesia pasca Perang Dunia II. Hari Santri Nasional ditetapkan melalui gerakan Resolusi Jihad yang terjadi pada tanggal 22 Oktober 1945.

Kala itu, tentara Belanda berusaha merebut kembali Indonesia yang sebelumnya menjadi wilayah jajahan Jepang usai Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Padahal, Indonesia sudah memproklamasikan kemerdekaannyam

Soekarno lantas bertanya kepada Kyai besar KH Hasyim Asyari terkait makna mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda.

Mendengar pertanyaan itu, Kyai besar KH. Hasyim Asyari lantas memberikan jawaban dengan mengeluarkan tiga fatwa sekaligus, antara lain:

1. Hukumnya memerangi orang kafir yang merintangi kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardlu’ain bagi tiap-tiap orang Islam;

2. Hukumnya orang meninggal dalam peperangan melawan NICA serta kompotannya adalah mati syahid;

3. Hukumnya orang yang memecah persatuan kita sekarang ini adalah wajib dibunuh.

Dikutip dari laman Kemendikbud, atas dasar fatwa tersebut, para ulama se-Jawa dan Madura pun bertekad dan mengukuhkan Resolusi Jihad melalui rapat yang diselenggarakan pada tanggal 21-22 Oktober 1945 di kantor Pengurus Besar Nahdatul Ulama (NU) di Bubutan, Surabaya.

Hasil rapat itu, membuat fatwa Resolusi Jihad Fi Sabilillah disebar luaskan melalui masjid, mushala, hingga mulut ke mulut.

Akan tetapi, atas dasar pertimbangan politik, Resolusi Jihad tidak disiarkan melalui radio atau surat kabar. Selain Hizbullah dan Sabilillah, bebetapa kelompkk kelaskaran lainpun kompak ke Surabaya.

Setelah terbitnya Resolusi Jihad itu, Bung Tomo lantas berpidato untuk menggelorakan semangat rakyatnya. Sebelum menyampaikan pidatonya, Bung Tomo lebih dulu menemui KH. Hasyim Asyari di Pondok Pesantren Tebuireng. KH. Hasyim Asyari lalu menyarankan seruan takbir harus mengiringi pidato Bung Tomo.

Resolusi Jihad yang disusun, sukses menjadi peganggan norma spiritual bagi para pejuang khususnya yang ada di Jawa dan Madura. 

Sementara itu, para pemuda di Surabaya, menunggu pecahnya pertempuran melawan Belanda. Ultimatum dari Belanda pun tak gentar meruntuhkan mental para pejuang serta semangat arek-arek Surabaya.

Tercatat, sejak tanggal 9 November malam hingga dini hari tanggal 10 November, tidak ada satupun rakyat Surabaya yang tidur. Warga kompak memasang barikade penutup di beberapa ruas jalan untuk menghambat laju musuh.

Di tengah ketegangan pada malam itu, ratusan pejuang pun berkumpul di Kampung Baluran Gang V. Mereka antre untuk menunghu giliran diberi air yang telah didoakan oleh seorang ulama yang berasal dari Banten, KH. Abbas Djamil. Di momen ini, para ulama terus menjadi garda terdepan pertempuran di Surabaya.

Perkiraan Belanda sangat meleset, meski didukung debgan logistik yang melimpah, alutsista yang modern hingga ribuan serdadu nyatanya tak mampu menaklukan Surabaya.

Peperangan yang terjadi kala itu sangatlah mengerikan, jauh dari prediksi pihak Sekutu. Para pemuda Surabaya menjadi sangat brutal dan ganas diiringi dengan pekikan kalimat Allahu Akbar.

Dalam pertempuran mematikan itu, pemimpin Sekutu Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby tewas mengenaskan.

Pertempuran berlangsung pada 27 sampai 29 Oktober 1945. Persatuan pemuda begitu kuat dan tak gentar melawan sekutu salah satunya berkat Resolusi Jihad 22 Oktober 1945, yang saat ini diperingati sebagai Hari Santri Nasional.

Penetapan Peringatan Hari Santri Nasional

Melansir dari situs Badan Amil Zakat Nasional (Baznas), Gagasan peringatan Hari Santri  Nasional sendiri lahir dari ratusan santri di Pondok Pesantren Babussalam, Banjarejo, Malang, pada tahun 2014 silam.

Kala itu, Joko Widodo (Jokowi) yang masih menjadi calon presiden berjanji untuk mewujudkan usulan itu. Sebagai bukti, Jokowi lantas menandatangani komitmen untuk menetapkan peringatan Hari Santri pada tanggal 1 Muharram.

Akan tetapi setelah melaluu beberapa pertimbangan, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) mengusulkan tanggal 22 Oktober sebagai opsi yang lebih tepat. Sebab tanggal itu mengandung nilai sejarah yang kuat tentang fatwa Resolusi Jihad yang dikeluarkan oleh KH Hasyim Asy'ari.

Meskipun pada awalnya sempat menuai kontroversi, akhirnya pada tanggal 15 Oktober 2015, Presiden Joko Widodo secara resmi menetapkan tabggal 22 Oktober sebagai peringatan Hari Santri Nasional melalui Keppres Nomor 22 Tahun 2015.

Kontributor : Putri Ayu Nanda Sari

Editor: Agatha Vidya Nariswari

Tag:  #sejarah #hari #santri #nasional #yang #diperingati #oktober #kisah #balik #resolusi #jihad

KOMENTAR