



Jika Kamu Tak Lagi Merasa Bersemangat terhadap Sesuatu, Mungkin Tanpa Sadar Kamu Sering Melakukan 8 Kebiasaan Ini
JawaPos.com - Suatu pagi, seseorang bisa saja menatap secangkir kopi yang setengah habis, lalu bertanya-tanya: sudah berapa lama pagi-pagi terasa hampa tanpa sedikit pun antusiasme yang nyata?
Momen hening seperti itu kadang menjadi panggilan untuk bangun. Bukan bangun secara fisik tapi secara emosional.
Sebab saat kegembiraan memudar, hidup tetap berlanjut hanya saja terasa lebih sunyi. Lebih datar. Seperti sedang berjalan, tapi lupa ke mana arah tujuannya.
Jika belakangan ini hari-hari terasa hambar, itu bukan hal aneh. Banyak orang yang dulunya penuh semangat, sekarang berada dalam fase yang sulit dijelaskan—sejenis kekosongan tenang yang bisa berlangsung selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.
Masalahnya, tanda-tandanya sering begitu halus hingga dianggap remeh. Disebut hanya “kelelahan biasa” atau “masa sibuk.” Padahal bisa jadi lebih dalam dari itu.
Dilansir dari The Vessel, berikut delapan perilaku yang kerap muncul saat semangat perlahan menghilang. Coba lihat, mungkin ada satu-dua yang terasa akrab. Ini bukan tuduhan. Ini undangan untuk kembali menyulut percikan.
1. Menukar Pagi Hari dengan Tombol Tunda
Saat alarm berbunyi, bukannya meregangkan tubuh dan bangkit, tangan malah secara refleks menekan tombol snooze—satu kali, dua kali, bahkan lebih.
Kebiasaan ini ternyata bukan hanya soal malas bangun. Peneliti menemukan bahwa kebiasaan tertidur lagi dapat mengganggu siklus tidur dan menurunkan kewaspadaan di siang hari.
Dulu, pagi terasa seperti lembaran baru. Sekarang, lebih mirip negosiasi diam-diam dengan diri sendiri.
Trik sederhana seperti meletakkan ponsel jauh dari tempat tidur bisa membantu. Saat tubuh dipaksa bergerak, emosi pun sering ikut terpicu.
2. Mengisi Keheningan dengan Scrolling Tanpa Henti
Waktu tunggu di halte, waktu istirahat, bahkan waktu menjelang tidur—semuanya jadi kesempatan untuk membuka layar.
Masalahnya, penggunaan media sosial yang berlebihan justru membuat sistem penghargaan di otak jadi tumpul. Semakin sering menggulir, semakin hampa rasanya ketika offline.
Coba sesekali tukar kebiasaan ini dengan latihan sederhana: lihat lima warna, dengar empat suara, rasakan tiga tekstur, cium dua aroma, dan identifikasi satu rasa.
Latihan kecil ini bisa mengembalikan kehadiranmu di dunia nyata.
3. Mengatakan “Mungkin Nanti” pada Setiap Undangan
Saat diajak mendaki atau nongkrong, jawaban refleksnya: “Mungkin nanti” atau “Lihat nanti, ya.”
Masalahnya, “nanti” jarang benar-benar datang. Penarikan diri dari kehidupan sosial sering disamarkan sebagai "butuh waktu sendiri", padahal justru bisa menurunkan kepuasan hidup.
Solusinya bukan memaksa diri untuk selalu hadir, tapi menyisakan satu momen sosial yang dijadwalkan dan dijalani dengan niat. Seperti janji ke dokter—bukan karena seru, tapi karena penting.
4. Berbelanja Barang Baru yang Cepat Kehilangan Daya Tarik
Scroll, klik, bayar. Barang datang, lalu… dilupakan. Gadget yang tidak pernah dibuka, pakaian yang tak pernah dipakai—semua jadi bukti bahwa sesuatu sedang kosong.
Banyak yang menyamakan “hal baru” dengan “hal bermakna”. Padahal belum tentu. Minimalisme bisa menyelamatkan isi kepala.
Sebelum membeli, tanyakan: apakah ini masih penting sebulan dari sekarang? Kalau jawabannya ragu-ragu, mungkin itu cuma pelarian, bukan solusi.
5. Terlalu Bergantung pada Tayangan dan Podcast Hiburan
Menonton ulang serial favorit atau mendengarkan podcast yang sama setiap malam memang terasa menenangkan. Tapi terlalu sering? Itu bisa membekukan rasa ingin tahu.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi hiburan yang berulang-ulang menurunkan kemampuan otak untuk belajar hal baru.
Gantilah satu episode dengan sesuatu yang sedikit menantang: tutorial cat air, kursus singkat bahasa, atau apapun yang belum pernah dicoba.
Bukan perubahan besar yang dibutuhkan—cukup satu langkah keluar dari zona nyaman.
6. Kosakata Emosional Menyempit Menjadi “Baik” dan “Lelah”
Saat ditanya “apa kabar?”, jawaban default-nya: “baik” atau “capek.” Semakin sedikit kata untuk menjelaskan perasaan, semakin datar pengalaman yang dirasakan.
Psikolog Lisa Feldman Barrett menyebut bahwa semakin spesifik seseorang mengenali emosinya, semakin baik pula kemampuannya dalam mengelolanya.
Cobalah jurnal mikro tiga baris:
-
Apa yang terjadi hari ini
-
Satu kata emosi yang paling cocok
-
Satu tindakan kecil untuk menenangkan atau menyemangati diri
Kebiasaan ini sederhana, tapi mengembalikan warna ke dalam spektrum emosi.
7. Mengabaikan Bisikan Tubuh
Kegembiraan punya tanda fisik: napas ringan, mata bersinar, gerakan spontan. Kehilangan semangat pun begitu—tubuh jadi berat, bahu terasa kaku, napas terasa dangkal.
Sering kali tubuh memberi sinyal lebih dulu, tapi abaikan. Melatih kepekaan bisa dimulai dari hal kecil, seperti pemindaian tubuh selama 50 detik.
Rasakan bagian tubuh yang tegang, lalu hembuskan napas perlahan ke titik itu. Hubungan dengan tubuh bukan hal spiritual yang rumit—itu tentang kembali mendengar dan merawat sumber energi yang sesungguhnya.
8. Meragukan Pentingnya Usaha Pribadi
Saat semangat hilang, apatis sering menyamar sebagai realisme. “Aku nggak akan bisa.” “Toh nggak ada yang berubah.”
Namun, penelitian menunjukkan bahwa rasa memiliki terhadap hidup—yakni keyakinan bahwa tindakan pribadi bisa berdampak—berkaitan erat dengan kepuasan.
Bukan proyek besar yang mengubah segalanya, tapi aksi kecil yang konsisten. Kirim satu email. Jalan kaki delapan menit. Tulis satu ide proyek. Tindakan kecil seperti ini bisa menyalakan kembali rasa percaya diri dan harapan.
Pada akhirnya, kegembiraan sejati jarang datang dalam bentuk dramatis. Ia muncul dari keputusan-keputusan kecil yang setiap hari memberi pesan ke sistem saraf: hidup ini tetap layak dijalani.
Kalau ada satu saja dari delapan tanda di atas yang terasa akrab, jangan panik. Pilih satu kebiasaan untuk mulai diubah minggu ini.
Ganti autopilot dengan kesadaran. Perluas bahasa emosional. Dengarkan tubuh seperti mendengarkan teman lama. Semangat itu bukan sesuatu yang datang dari luar—ia tumbuh kembali dari dalam. Pelan-pelan tapi pasti.
Tag: #jika #kamu #lagi #merasa #bersemangat #terhadap #sesuatu #mungkin #tanpa #sadar #kamu #sering #melakukan #kebiasaan