



Larangan Keramat di Bulan Suro: 4 Hal Ini Harus Dihindari Jika Tak Ingin Sial dan Rezeki Seret Tujuh Turunan!
Bulan Suro dalam penanggalan Jawa bukanlah bulan biasa. Di balik suasana hening dan nuansa sakralnya, tersimpan sejumlah larangan keramat yang sudah dipercaya turun-temurun oleh masyarakat Jawa sebagai bentuk perlindungan dari bencana dan kesialan.
Bulan ini diyakini sebagai masa di mana aktivitas gaib meningkat, dan batasan antara dunia manusia dengan alam lelembut menjadi sangat tipis.
Karena itu, setiap tindakan yang dianggap bertentangan dengan nilai tradisi dan laku spiritual sangat dikhawatirkan bisa membawa malapetaka.
Bukan hanya untuk pelakunya, tetapi juga bisa berdampak panjang hingga ke keturunan mereka dalam tujuh turunan.
Larangan-larangan ini bukan sekadar mitos kosong, melainkan bagian dari ajaran leluhur yang penuh dengan pesan kehati-hatian dan kearifan lokal.
Jika diabaikan, risikonya bisa sangat besar, mulai dari rezeki yang seret, rumah tangga yang tidak harmonis, hingga gangguan dari makhluk halus.
Oleh sebab itu, memahami dan menghormati empat larangan besar di bulan Suro menjadi hal yang penting, agar hidup tetap terjaga dari mara bahaya dan keberkahan tidak menjauh.
Dilansir dari kanal YouTube Nawi Krama Tv pada Rabu (25/6), berikut merupakan 4 hal yang harus dihindari di bulan Suro jika tak ingin sial dan rezeki seret tujuh turunan.
1. Dianjurkan untuk tidak keluar rumah jika tidak ada sesuatu yang mendesak
Larangan untuk tidak keluar rumah ini terutama berlaku pada malam satu Suro, yaitu saat malam pergantian tahun dalam penanggalan Jawa.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam satu Suro merupakan waktu yang sangat sensitif karena dipercaya sebagai saat di mana portal antara dunia nyata dan alam gaib terbuka.
Pada malam ini, berbagai entitas dari alam lelembut diyakini bebas berkeliaran dan mencari "sasaran" atau korban yang bisa mereka ganggu.
Oleh sebab itu, keluar rumah tanpa alasan yang mendesak pada malam satu Suro dianggap sangat berbahaya dan bisa mengundang hal-hal yang tidak diinginkan.
Kepercayaan ini juga menyebutkan bahwa pada malam satu Suro, para arwah leluhur akan datang mengunjungi rumah keturunannya yang masih hidup.
Maka dari itu, tetap berada di rumah dianggap sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.
Dalam suasana sakral ini, masyarakat Jawa biasanya mengisi malam satu Suro dengan kegiatan spiritual seperti doa bersama, tirakat, atau menyendiri dalam keheningan untuk merenung dan mendekatkan diri pada Tuhan.
Keluar rumah tanpa kebutuhan yang jelas dikhawatirkan dapat membuat seseorang terkena sial atau bahkan menjadi sasaran dari gangguan makhluk gaib yang tengah bebas berkeliaran pada malam tersebut.
Karena itu, berada di rumah selama malam satu Suro berlangsung diyakini sebagai pilihan paling aman dan sekaligus sebagai bentuk penghormatan terhadap tradisi dan leluhur.
2. Tidak boleh sembarangan berbicara
Salah satu larangan penting yang juga harus diperhatikan di bulan Suro, terutama pada malam satu Suro, adalah menjaga ucapan.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, malam satu Suro merupakan waktu yang sangat kuat secara spiritual.
Energi gaib di sekitar manusia diyakini sedang berada dalam kondisi yang paling aktif, sehingga segala ucapan, terutama yang bersifat negatif, sangat rentan untuk menjadi nyata.
Jika seseorang berbicara sembarangan, misalnya mengumpat, mengutuk, atau mengucapkan sesuatu yang buruk, maka ucapan tersebut bisa saja didengar oleh entitas gaib yang sedang berkeliaran, dan mereka bisa mewujudkan hal buruk tersebut menjadi kenyataan.
Itulah mengapa masyarakat Jawa sangat menekankan pentingnya menjaga lisan, terutama selama malam satu Suro berlangsung.
Bahkan, ada yang lebih memilih untuk banyak diam atau mengisi malam tersebut dengan dzikir, doa, atau tirakat, agar apa yang keluar dari mulut benar-benar hanya hal-hal yang baik dan membawa berkah.
Sebaliknya, jika seseorang asal bicara dan tidak menjaga ucapannya, maka risiko kesialan atau bencana bisa menimpa, bukan hanya dirinya sendiri, tapi juga orang lain.
Sebagai gantinya, masyarakat diajarkan untuk menggunakan malam satu Suro sebagai momentum berdoa dan memohon kepada Tuhan, karena pada saat itu dipercaya bahwa doa-doa dan hajat baik akan lebih mudah terkabul jika disampaikan dengan hati yang tulus dan laku spiritual yang baik.
3. Tidak membangun atau melakukan pindahan rumah
Kepercayaan masyarakat Jawa sangat erat kaitannya dengan hitungan hari baik dan hari buruk dalam setiap aspek kehidupan, termasuk dalam hal membangun atau menempati rumah baru.
Dalam primbon Jawa, bulan Suro dikategorikan sebagai bulan yang kurang baik, bahkan cenderung tidak disarankan untuk mengawali sesuatu yang besar, seperti membangun rumah baru atau pindahan ke tempat tinggal yang baru.
Masyarakat percaya bahwa bulan Suro adalah waktu yang penuh dengan aktivitas dari dunia spiritual, sehingga jika seseorang melakukan pindahan rumah atau membangun rumah di bulan ini, maka tempat tersebut akan menjadi rawan terhadap berbagai gangguan, baik dari segi lahir maupun batin.
Apabila larangan ini dilanggar, dipercaya bahwa rumah yang dibangun atau dihuni tersebut akan membawa berbagai macam kesialan.
Kesialan yang mungkin terjadi dapat berupa masalah dalam hubungan rumah tangga, sering terjadinya konflik antara penghuni rumah, hingga gangguan dari makhluk halus yang menetap atau tertarik pada energi rumah tersebut.
Selain itu, diyakini pula bahwa rumah yang dibangun atau ditempati di bulan Suro akan memiliki suasana yang tidak nyaman, rezeki yang sulit masuk, dan penghuni rumah sering mengalami musibah secara beruntun.
Oleh karena itu, demi menghindari segala kemungkinan buruk tersebut, masyarakat Jawa lebih memilih menunda pembangunan atau pindahan rumah hingga melewati bulan Suro dan menunggu waktu yang dianggap lebih membawa berkah.
4. Tidak boleh mengadakan acara pernikahan
Dalam adat istiadat masyarakat Jawa, bulan Suro dikenal sebagai waktu yang sangat sakral dan penuh muatan spiritual.
Oleh karena itu, menggelar acara pernikahan pada bulan ini dianggap sebagai tindakan yang sangat bertentangan dengan tatanan tradisi dan nilai-nilai kepercayaan leluhur.
Dalam pandangan masyarakat Jawa, bulan Suro bukanlah waktu yang tepat untuk menyelenggarakan hajatan yang bersifat meriah, seperti pernikahan.
Hal ini dikarenakan bulan Suro dipercaya sebagai bulan untuk melakukan laku spiritual, introspeksi diri, dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan untuk berpesta pora atau bersuka cita.
Oleh karena itu, orang tua sangat dilarang menikahkan anak-anaknya di bulan ini. Menurut kepercayaan Jawa, jika larangan ini dilanggar, maka pihak keluarga akan menghadapi berbagai macam kesialan.
Kesialan yang dimaksud bisa berupa perceraian dalam rumah tangga yang baru dibentuk, rezeki keluarga yang menjadi seret dan sulit berkembang, hingga anak-anak yang lahir dari pernikahan tersebut tumbuh dengan sikap yang tidak berbakti kepada orang tua.
Bahkan, pernikahan yang dilangsungkan di bulan Suro bisa berujung pada kematian salah satu pasangan atau anggota keluarga lainnya.
Selain dari sisi mistis, ada pula pertimbangan budaya, di mana diyakini bahwa menggelar pesta pernikahan di bulan ini bisa mengganggu proses spiritual yang sedang dilakukan oleh keraton atau tokoh-tokoh adat tertentu.
Karena itu, larangan ini tidak hanya berlaku untuk pernikahan, melainkan juga terhadap hajatan lain yang bersifat besar dan meriah.
Tag: #larangan #keramat #bulan #suro #harus #dihindari #jika #ingin #sial #rezeki #seret #tujuh #turunan