



Game Online Bisa Bangun Chemistry Orangtua-Remaja? Ini Kata Psikolog
– Ratusan pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Pusdikhubad, Cimahi, Jawa Barat, terlihat memenuhi aula sekolah pada Selasa (17/6/2025).
Mereka antusias mengikuti acara "Garena Good Game" yang diselenggarakan Garena Indonesia bersama SMK Pusdikhubad untuk mendalami dunia game online sebagai aktivitas yang menyenangkan, tapi tetap sejalan dengan tanggung jawab akademik.
Dalam acara interaktif tersebut, psikolog klinis anak dan remaja, Mischa Indah Mariska, hadir sebagai narasumber utama bersama Guru sekaligus Pembimbing Ekstrakurikuler e-Sport SMK Pusdikhubad Ronny Patria Sahiundaleng.
Keduanya menjelaskan bagaimana game online dapat memberikan nilai positif, serta pentingnya peran orangtua dan sekolah dalam menciptakan budaya positif bermain game.
Salah satu momen menarik terjadi saat salah seorang murid, Zaskia Bentang, membagikan pengalaman soal bermain game sekaligus mengajukan pertanyaan kepada Mischa.
"Beberapa tahun lalu, saya pernah dibilang tidak tahu waktu saat main game. Sekarang sudah mulai berkurang. Bagaimana caranya menyeimbangkan waktu antara main game dengan kegiatan belajar atau aktivitas lainnya tanpa harus meninggalkan kesenangan bermain game online?" tanya Zaskia yang aktif di Organisasi Siswa Intra Sekolah (OSIS) SMK Pusdikhubad.
Mischa mengapresiasi kesadaran Zaskia dalam mengatur screen time. Menurutnya, Zaskia adalah contoh yang baik karena mampu menjalankan hobi bermain Free Fire sambil tetap aktif di organisasi sekolah dan kegiatan lainnya.
Mischa menambahkan, bermain game sebenarnya bisa memberikan banyak manfaat, seperti melatih kerja sama tim hingga pengendalian emosi, selama dilakukan secara wajar dan tidak berlebihan.
Dalam kesempatan itu, Mischa juga menyoroti pentingnya peran orangtua dalam menciptakan budaya bermain game yang positif di rumah. Menurutnya, komunikasi yang baik menjadi kunci utama membangun kedekatan emosional antara orangtua dan anak.
Ia mencontohkan, orangtua bisa memulai percakapan santai dengan bertanya game apa yang sedang dimainkan anak, sejauh mana level yang sudah dicapai, atau tantangan apa yang dihadapi di dalam permainan.
"Kalau kita bertanya seperti itu, artinya kita menunjukkan empati kepada anak. Anak merasa, 'oh ternyata mama atau papa juga tertarik dengan kesenangan saya.' Jadi anak tidak merasa sendirian," tutur Mischa.
Bahkan, lanjutnya, orangtua dianjurkan mencoba mengunduh dan sesekali mencoba permainan yang dimainkan anak. Meski tidak perlu sampai mahir, hal ini bisa membantu orangtua memahami interaksi dan percakapan yang terjadi di dalam game.
"Di situ, orangtua dan anak bisa sepakat tentang batas waktu bermain, misalnya satu jam per hari. Dengan begitu, orangtua tidak hanya mengatur, tetapi juga memberi contoh langsung," katanya.
Mischa menegaskan bahwa perubahan zaman menuntut orangtua untuk menyesuaikan pola asuh. Game online, menurutnya, sudah menjadi bagian dari keseharian generasi muda yang hidup di era digital.
"Bukan untuk dijauhi, tetapi dipahami," ujarnya.
Lebih lanjut, Mischa turut mengapresiasi inovasi Garena Indonesia yang menghadirkan pendakwah Husein Ja’far Al Hadar atau akrab disapa Habib Ja’far sebagai karakter di dalam game Free Fire.
Keberadaan tokoh tersebut, kata Mischa, menjadi pengingat bagi pemain untuk tetap menjaga keseimbangan waktu bermain dan menjalankan ibadah.
Psikolog Klinis Anak dan Remaja Mischa Indah Mariska (kiri) saat menyampaikan tentang positive gaming di depan ratusan murid.
E-sport sebagai sarana pendidikan karakter
Sementara itu, Ronny menyambut baik program edukasi dari Garena Indonesia. Ia menyebutkan, sejak 2023, pihak sekolah sudah menjadikan e-sport sebagai bagian dari kegiatan ekstrakurikuler.
Menurut Ronny, game online kini bukan sekadar hiburan. Ada banyak nilai yang bisa ditanamkan, mulai dari sportivitas, kerja sama tim, hingga kemampuan mengelola emosi dan menyusun strategi.
"Anak-anak kami sudah pernah tampil di final Liga Pelajar eSports. Komunitas Free Fire di sini sangat aktif. Kami bahkan menyediakan fasilitas wi-fi gratis untuk mendukung latihan mereka," ujarnya.
Ronny menilai, lewat permainan, siswa terbiasa menghadapi tantangan dan target. Ketika mengalami kegagalan, mereka belajar untuk menerima dan menyusun strategi baru. Pengalaman ini menurutnya penting, karena dapat diterapkan dalam kehidupan nyata.
"Saya selalu tekankan pentingnya kerja sama tim. Kalau ada teman yang kesulitan, harus saling membantu. Semangat ini secara tidak langsung terbawa dari game ke dunia nyata," katanya.
Selain melatih kerja sama, Ronny juga menekankan bahwa permainan seperti Free Fire mendorong siswa berlatih kepemimpinan, merancang strategi, serta mengelola emosi di tengah kompetisi.
Peran penting lingkungan sekitar
Dalam kesempatan yang sama, Head of Business Development, Esports & Community Garena Wijaya Nugroho menegaskan komitmen pihaknya untuk membangun ekosistem gaming yang aman, positif, dan bertanggung jawab.
Menurutnya, upaya tersebut tidak bisa dilakukan oleh Garena sendiri. Diperlukan sinergi dari berbagai pihak, mulai dari orangtua, sekolah, hingga profesional seperti psikolog.
"Garena memahami pentingnya peran lingkungan sekitar dalam mendampingi anak bermain game dengan sehat dan bertanggung jawab. Melalui program ini, kami ingin mendorong dialog yang terbuka dan edukatif di lingkungan sekolah maupun keluarga," kata Wijaya.
Sebagai penutup rangkaian acara, para siswa dan guru pun diajak bermain bersama dalam sesi main bareng (mabar) untuk menambah keceriaan hari itu.
Tag: #game #online #bisa #bangun #chemistry #orangtua #remaja #kata #psikolog