Kenalan Dengan Kolektif Selarasa: Ajak Anak Muda Perkotaan Sadar Soal Pangan Berkelanjutan
Orang muda, kota, dan petani mungkin terdengar seperti tiga unsur yang sulit dirangkai dalam satu tarikan napas. Tapi, anggapan itu tidak berlaku bagi Selarasa. Mereka adalah sebuah sebuah kolektif seni yang berbasis di Jagakarsa.
Selarasa lahir dari kesadaran lima seniman dengan latar belakang berbeda namun disatukan akan satu isu: ketahanan pangan di perkotaan. Mereka ialah Julian Rizki, Tahlia Salima Motik, Risya Ayudya, Anita Purniawati, dan Bellina Rosellini.
Julian Riezki atau biasa dikenal dengan Juli Berskema bercerita bahwa kolektif ini berawal dari pertemuan pada festival Oke Pangan pada tahun 2017. Sejak itu, mereka sering bertemu dan membangun kolektif yang berfokus pada isu-isu seputar pangan, hingga resmi berdiri pada tahun 2019.
Selarasa. (Dok. Pribadi)Kolektif ini dinamakan "Selarasa" karena awalnya mereka rutin berkumpul pada Selasa, Rabu, dan Sabtu. Namun, nama itu kini mewakili semangat mereka dalam menyoroti ketimpangan dalam distribusi pangan dan keberlangsungan petani di perkotaan, khususnya di Jagakarsa.
Baca Juga: Kenalan Dengan Woman Choice, Wadah Perempuan Muda Tumbuh Bersama
“Kita sering ngobrol, kayak kenapa tiap hari ada ayam goreng di rumah makan? Padahal butuh banyak ayam. Dari mana asalnya semua itu?” tanya Juli.
Mereka juga menyoroti masalah impor kedelai yang dominan, meskipun tempe dianggap sebagai salah satu superfood di Indonesia. Selain itu, Selarasa juga melihat isu lain, seperti kesejahteraan petani yang tidak meningkat dan dorongan untuk beralih ke hidroponik, yang menurut mereka justru mengabaikan potensi pertanian berbasis tanah di Indonesia.
“Ini negara agraris, tapi kenapa semangatnya malah ke hidroponik?” tambah Juli.
Selarasa memulai langkah konkret dengan memetakan ekosistem pertanian di Jagakarsa. Mereka menemukan bahwa banyak petani di sana masih aktif, meskipun lahan pertanian semakin berkurang akibat pembangunan kota.
Selarasa. (Dok. Pribadi)Salah satu temuan penting mereka adalah adanya kelompok tani yang beroperasi hanya berdasarkan proyek pemerintah, tanpa kelanjutan setelah masa proyek selesai. Di sisi lain, ada juga petani yang meneruskan tradisi keluarga mereka, dari kakek hingga cucu, meski kondisi lahan semakin terbatas.
Baca Juga: Bos SMGR Sebut Semen Hijau Jadi Game Changer Perusahaan
Kolektif ini kemudian meluncurkan program seperti "Tur Odong-Odong," tur ke kebun-kebun petani di Jagakarsa, di mana warga bisa langsung membeli hasil panen atau meminta petani menanamkan sayuran tertentu.
Inisiatif ini bertujuan memperkenalkan warga perkotaan dengan petani lokal dan mendekatkan mereka pada sumber pangan yang nyata.
Selain itu, inisiatif lain yang juga mereka lakukan bernama "Majelis Sayur," sebuah ruang nongkrong bagi para petani dan masyarakat yang peduli dengan pangan. Di sini, mereka berbagi cerita, masalah, dan solusi terkait kegiatan pertanian.
“Majelis Sayur bukan keanggotaan formal, ini cuma tempat buat duduk bareng dan berbagi pengalaman,” kata Juli.
Prinsip gotong royong dan kebersamaan inilah yang menjadi kunci kegiatan Selarasa.
Juli bercerita, Jagakarsa, sebagai bagian dari Jakarta, menghadapi tantangan besar dalam mempertahankan lahan pertanian di tengah pesatnya pembangunan. Banyak lahan yang dulu digunakan untuk bertani kini telah berubah menjadi bangunan komersial atau perumahan. Namun, semangat para petani tetap kuat, meskipun lahan mereka semakin terbatas.
Selarasa melihat urban farming sebagai respons alami dari masyarakat yang mengalami urbanisasi, bukan sekadar tren. Bagi mereka, yang terpenting adalah mempertahankan koneksi masyarakat perkotaan dengan sumber pangan dan memberikan ruang bagi para petani untuk terus bertani di tengah perubahan kota.
Melalui seni dan pendekatan komunitas, Selarasa berharap bisa terus mempromosikan kesadaran tentang pentingnya kedaulatan pangan dan mendukung petani lokal di Jagakarsa serta sekitarnya.
Tag: #kenalan #dengan #kolektif #selarasa #ajak #anak #muda #perkotaan #sadar #soal #pangan #berkelanjutan