Tradisi Makan dengan Tangan: Antara Budaya, Kesehatan, dan Nilai Spiritual
- Dari Indonesia, Malaysia, hingga India, kebiasaan menyantap makanan tanpa sendok, garpu, atau sumpit menjadi salah satu bagian dari budaya dalam menikmati makanan sehari-hari. Tradisi ini diyakini telah ada sejak zaman kuno dan terus dipertahankan hingga kini. Menariknya, hampir seluruh negara di kawasan Asia Tenggara memiliki kebiasaan serupa, kecuali Vietnam. Akibat kuatnya pengaruh Tiongkok di wilayah ini, masyarakat Vietnam lebih terbiasa dengan menggunakan sumpit.
Secara historis, peralatan makan merupakan penemuan yang relatif baru. Dilansir dari Food Republic, bukti keberadaan sumpit ditemukan berasal dari Tiongkok sekitar tahun 1200 SM. Di Mesir Kuno, ditemukan sendok yang diperkirakan berasal dari tahun 1000 SM. Adapun garpu yang diyakini telah ada sejak abad ke-11, saat itu masih dianggap sebagai kemewahan yang hanya digunakan oleh kalangan elit. Secara umum, masyarakat lebih mengandalkan tangan dan pisau sebagai alat untuk makan selama berabad-abad.
Aspek Kesehatan
Di balik kesederhanaannya, kebiasaan makan dengan tangan ternyata bermanfaat bagi kesehatan. Dikutip dari The Economic Times, seorang profesional medis bernama dr. Karan Ranjan mengungkap sejumlah manfaatnya.
dr. Ranjan menjelaskan bahwa ketika makanan disentuh dengan tangan yang bersih, saraf sensorik di ujung jari mengirimkan sinyal ke otak, yang memicu pelepasan air liur dan enzim pencernaan. Hal ini membantu mempersiapkan lambung dan usus untuk mencerna makanan dan menyerap nutrisi secara efisien.
Selain itu, makan dengan tangan juga diyakini dapat membuat seseorang makan secara lebih perlahan dan mengunyah lebih lama, yang menurut penelitian dapat membantu meningkatkan pencernaan serta mengurangi risiko perut kembung. Dengan merasakan langsung tekstur dan suhu makanan, seseorang cenderung lebih menikmati proses makan dan tidak terburu-buru. Berdasarkan studi nutrisi perilaku, kebiasaan ini dapat membantu mengatur nafsu makan serta menjaga kadar gula darah tetap stabil.
Kemudian, dr. Ranjan juga menjelaskan bahwa tangan yang bersih membawa mikroba alami yang tidak berbahaya. Mikroba ini, ketika ikut tertelan bersama makanan, justru dapat membantu melatih sistem kekebalan tubuh karena berkontribusi terhadap keragaman mikrobioma usus yang penting bagi sistem imun yang sehat. Selain itu, ujung jari juga berfungsi sebagai termometer alami yang membantu kita memastikan suhu makanan aman untuk dikonsumsi.
Aspek Spiritualitas
Selain dilihat dari segi kesehatan, makan dengan tangan pun memiliki nilai spiritual. Dikutip dari Seasia, dalam Islam, makan dengan menggunakan tiga jari merupakan sunnah yang dianjurkan bagi umat Muslim. Sedangkan dalam kepercayaan Hindu, setiap jari dipercaya melambangkan lima elemen alam, yaitu tanah, air, api, udara, dan angin. Dengan menyatukan jari-jari saat makan, mereka diyakini menyatukan elemen-elemen alam tersebut.
Dalam budaya Asia, perpaduan nasi, bumbu, dan lauk sering kali diaduk menggunakan tangan untuk menciptakan rasa yang seimbang sebelum disantap. Lebih jauh lagi, proses ini bukan sekadar proses makan, melainkan bentuk interaksi yang lebih dalam antara manusia dan makanannya.
Seperti halnya praktik meditasi atau yoga, makan dengan tangan menumbuhkan kesadaran dan kehadiran penuh dalam setiap suapan. Akibatnya, makanan yang disantap terasa lebih lezat, bukan hanya karena cita rasanya, tetapi karena hubungan yang terjalin antara si pemakan, makanan, dan alam yang menyediakan. (*)
Tag: #tradisi #makan #dengan #tangan #antara #budaya #kesehatan #nilai #spiritual