Bangsa yang Tak Pernah Dijajah: Strategi Thailand Bertahan di Tengah Perebutan Wilayah Kolonial oleh Eropa
Thailand, negara di Asia Tenggara yang tetap merdeka di tengah kolonialisme Eropa pada saat itu (Dok. Britannica)
19:27
8 Oktober 2025

Bangsa yang Tak Pernah Dijajah: Strategi Thailand Bertahan di Tengah Perebutan Wilayah Kolonial oleh Eropa

- Negara-negara Asia Tenggara memiliki sejarah panjang dengan kekuatan kolonial Eropa. Filipina berada di bawah kekuasaan Spanyol, Indonesia dijajah oleh Belanda. Di sisi lain, Vietnam, Laos, dan Kamboja dikuasai Prancis, sementara Malaysia dan Myanmar berada di bawah Inggris. Namun, ada satu negara yang dapat berdiri tegak dan bangga menyatakan bahwa mereka tidak pernah dijajah oleh kekuatan Eropa mana pun, Thailand.

Dikutip dari The Globalist, sepanjang abad ke-19, Inggris dan Prancis berupaya keras untuk memperluas pengaruhnya di wilayah Thailand (yang kala itu dikenal sebagai Siam). Meski keduanya berhasil mencaplok beberapa wilayah perbatasan, mereka gagal mengendalikan negara tersebut. 

Pada akhirnya, kedua kekuatan kolonial itu menyadari bahwa lebih bijaksana membiarkan Siam berdiri sebagai negara penyangga independen antara koloni mereka. Inggris telah menjajah Burma di barat dan Malaya di selatan, sementara Prancis menguasai Indochina di timur (meliputi Vietnam, Laos, dan Kamboja).

Keputusan untuk mempertahankan Siam sebagai zona netral dinilai dapat menghindari bentrokan antara Inggris dan Prancis. Dengan posisi geografis yang unik, Thailand memainkan peran penting sebagai penjaga keseimbangan di kawasan Asia Tenggara kala itu.

Sistem Politik Mandala

Menurut New Historian, pada pertengahan abad ke-19, Siam memiliki sistem politik yang khas dan kompleks, dikenal sebagai sistem Mandala. Sistem ini berbeda jauh dari konsep negara-bangsa yang digunakan oleh bangsa Eropa. Dalam sistem Mandala, kekuasaan tidak bersifat absolut atas suatu wilayah, melainkan berupa jaringan di mana penguasa yang lebih lemah memberikan upeti kepada penguasa yang lebih kuat.

Di puncak struktur kekuasaan tersebut berdiri Raja Siam, yang dihormati sebagai pusat otoritas dan simbol stabilitas. Sistem ini memungkinkan Siam untuk beradaptasi dengan perubahan geopolitik dan menjaga kedaulatannya tanpa harus menentang kekuatan asing secara langsung. Kombinasi dari struktur politik dan kepemimpinan yang cerdas inilah yang menjadi salah satu alasan utama mengapa Siam tidak mengalami nasib yang sama seperti tetangganya.

Kepemimpinan Visioner Raja Mongkut dan Chulalongkorn

Seperti dilansir Seasia.co, kepemimpinan dua raja besar Siam, Raja Mongkut (Rama IV, 1851 - 1868) dan Raja Chulalongkorn (Rama V, 1868 - 1910) menjadi faktor utama dalam menjaga kemerdekaan negara ini.

Raja Mongkut dikenal sebagai penguasa yang sangat memahami dunia luar. Ia mempelajari ilmu pengetahuan dan bahasa Barat, serta menjalin komunikasi langsung dengan diplomat asing. Melalui pendekatan ini, ia berhasil menampilkan citra Siam sebagai negara yang beradab, cerdas, dan terbuka terhadap modernisasi, sebuah langkah penting untuk menghindari pandangan kolonial Eropa yang kerap menganggap bangsa Timur sebagai terbelakang.

Sementara itu, Raja Chulalongkorn melanjutkan visi ayahnya dengan memperkuat reformasi internal secara besar-besaran. Ia memodernisasi birokrasi, sistem hukum, dan militer, sekaligus membangun infrastruktur serta sistem pendidikan bergaya Barat. Langkah-langkah reformasi ini membuat Siam dipandang sebagai negara yang mampu mengatur dirinya sendiri tanpa perlu "bantuan" kolonial.

Modernisasi dan Adopsi Gaya Barat

Salah satu alasan utama kolonialisme Eropa adalah pembenaran moral bahwa bangsa Timur perlu "dimodernisasi." Namun, Siam secara cerdas membalik narasi ini dengan melakukan modernisasi secara sukarela. Pemerintah Siam membentuk birokrasi yang terpusat, membangun tentara dan kepolisian modern, memperluas jaringan transportasi, serta menerapkan sistem pendidikan ala Barat.

Selain itu, Raja Chulalongkorn memperkenalkan reformasi hukum yang meniru sistem hukum Eropa, menegaskan kedaulatan Siam sebagai negara yang mampu beradaptasi dan bernegosiasi secara setara dengan Barat.

Dengan kemajuan tersebut, kekuatan kolonial kehilangan dalih untuk menjadikan Siam sebagai target penjajahan karena negara ini telah menunjukkan kemampuannya untuk berperan sebagai bagian dari dunia modern.

Diplomasi Cerdas dan Konsesi Strategis

Alih-alih melawan kekuatan kolonial dengan kekuatan militer, para raja Siam memilih jalan diplomasi dan negosiasi. Menurut Seasia.co, Siam menandatangani beberapa perjanjian dengan Inggris dan Prancis, yang memang tidak sepenuhnya menguntungkan, karena memberikan hak-hak istimewa bagi warga Eropa di wilayah Siam. Namun, langkah ini justru terbukti efektif untuk menghindari invasi langsung.

Selain itu, Siam juga melakukan konsesi teritorial secara strategis. Negara ini menyerahkan sebagian wilayah Laos dan Kamboja kepada Prancis serta wilayah Semenanjung Melayu kepada Inggris. Meski menyakitkan, keputusan tersebut merupakan langkah diplomatik untuk membeli kedaulatan dan menjaga agar inti wilayah Siam tetap merdeka.

Memanfaatkan Persaingan Inggris dan Prancis

Inggris dan Prancis lebih fokus menjaga keseimbangan kekuasaan daripada memperluas wilayah baru yang sulit dikendalikan. Biaya pendudukan militer, risiko perang terbuka, serta keuntungan ekonomi yang terbatas dari menguasai Siam membuat kedua negara lebih memilih mempertahankan status quo.

Selain itu, munculnya Jepang dan Amerika Serikat sebagai kekuatan baru di Asia membuat Eropa berhati-hati untuk tidak memperluas konflik mereka di wilayah Asia Tenggara. Situasi ini memberi ruang bagi Siam untuk memainkan peran diplomasi yang cerdik di antara dua kekuatan besar Eropa.

Editor: Candra Mega Sari

Tag:  #bangsa #yang #pernah #dijajah #strategi #thailand #bertahan #tengah #perebutan #wilayah #kolonial #oleh #eropa

KOMENTAR