



Konflik Iran-Israel Makin Membesar usai AS Ikut Campur, Tiongkok Pasang Badan: Tak Ingin Perang, Dorong Perdamaian
- Di tengah kobaran api konflik Iran dan Israel yang kian membara lebih dari sepekan, banyak yang bertanya-tanya, bagaimana sikap Tiongkok terhadap konflik tersebut.
Mengingat, Tiongkok menjadi salah satu negara adidaya yang dinantikan langkahnya, setara dengan Amerika Serikat (AS), Eropa dan Rusia.
Tiongkok tampak seperti raksasa yang memilih diam menyaksikan dari kejauhan, alih-alih turun tangan langsung. Negara yang selama ini gencar memperluas pengaruhnya di Timur Tengah kini justru terpinggirkan dalam drama geopolitik paling panas tahun ini.
Padahal, kepentingan Tiongkok di kawasan ini tidak main-main. Tiongkok adalah pembeli terbesar minyak Iran, dan mengandalkan jalur strategis Selat Hormuz untuk mengalirkan pasokan energi dari negara-negara Teluk, termasuk dari Arab Saudi, pemasok minyak utama Tiongkok setelah Rusia.
Namun, di tengah ancaman nyata Iran untuk menutup Selat Hormuz sebagai balasan atas intervensi Amerika Serikat, Tiongkok tetap menahan diri.
Presiden Xi Jinping memang sempat menyuarakan keinginan untuk “memainkan peran konstruktif dalam perdamaian Timur Tengah” lewat percakapannya dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 19 Juni.
Tapi langkah nyatanya? Minim, nyaris tak terdengar gaungnya.
Hanya beberapa jam setelah pernyataan Xi, Presiden AS Donald Trump justru mengeluarkan ultimatum keras: Iran diberi dua minggu untuk kembali ke meja perundingan terkait program nuklirnya, atau siap-siap menghadapi kemungkinan serangan militer.
Situasi Iran saat ini memang genting. Komandan militer top mereka gugur, fasilitas nuklir vital dilumpuhkan. Dan inisiatif jelas ada di tangan Israel dan AS.
Di tengah dinamika ini, Tiongkok tampak hanya sebagai penonton waspada, bermain aman, menghindari konfrontasi langsung dengan Washington.
Padahal tahun lalu, Tiongkok sempat mendapat sorotan dunia ketika berhasil menengahi rekonsiliasi bersejarah antara Iran dan Arab Saudi. Tapi kali ini? Banyak pengamat menilai Tiongkok tak punya nyali, atau kepentingan cukup besar, untuk ikut masuk ke pusaran konflik bersenjata ini.
“Ketika Tiongkok melihat Iran, mereka melihat mitra dengan nilai ekonomi yang terbatas,” ujar Jonathan Fulton, pakar hubungan Tiongkok-Timur Tengah dari Atlantic Council dilansir dari Strait Times.
“Iran sering dianggap sebagai sumber destabilisasi di kawasan, baik lewat proksi maupun tindakannya sendiri," ungkap dia.
Selain itu, Fulton menegaskan alasan terbesar mengapa Tiongkok enggan terlibat: mereka tak mau memancing kemarahan Amerika Serikat, apalagi dalam suasana global yang masih panas imbas perang di Ukraina.
“Jika Tiongkok memasok senjata ke Iran, itu bisa jadi bumerang, sama seperti jika mereka memberi senjata ke Rusia,” ujarnya.
Meski begitu, bukan berarti Tiongkok sepenuhnya lepas tangan. Menteri Luar Negeri Wang Yi telah aktif menghubungi sejumlah mitra di kawasan, termasuk Iran, Israel, Mesir, dan Oman, dalam upaya diplomatik membangun jalur damai.
Tapi sampai hari ini, suara diplomasi itu masih kalah bising dibanding dentuman bom yang bersahutan di langit Iran dan Israel.
Konflik ini bukan hanya pertarungan dua negara. Ini adalah pertaruhan reputasi dan pengaruh global. Dan Tiongkok, meski berotot, kali ini memilih jalan senyap, setidaknya sampai taruhannya terlalu besar untuk diabaikan.
Tag: #konflik #iran #israel #makin #membesar #usai #ikut #campur #tiongkok #pasang #badan #ingin #perang #dorong #perdamaian