



Kashmir Kembali Bergolak Meski Ada Gencatan Senjata
- Pakistan dan India yang beberapa hari terakhir berseteru, sepakat untuk melakukan gencatan senjata. Namun sayangnya, konflik masih terjadi di wilayah Kashmir yang merupakan perbatasan dua negara yang saling diperebutkan.
Sabtu (10/5) Pakistan dan India telah sepakat melakukan gencatan senjata. Perang rudal dan pesawat tidak berawak menewaskan sedikitnya 60 orang dan ribuan penduduk mengungsi. Kesepakatan gencatan senjata ini mendapatkan apresiasi dari Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
"Setelah perundingan panjang yang dimediasi oleh Amerika Serikat, saya dengan senang hati mengumumkan bahwa India dan Pakistan telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata penuh dan segera. Selamat kepada kedua Negara karena telah menggunakan Akal Sehat dan Kecerdasan yang Hebat," tulis Trump di media sosialnya Truth Social.
Seperti dilansir dari AFP, Trump Dia tidak hanya sekali menuliskan apresiasinya. Di hari yang sama, dia menyatakan akan meningkatkan perdagangan dengan kedua negara.
Trump menyatakan akan bekerja sama dengan India dan Pakistan untuk mencari jalan tengah konflik di Kashmir. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio mengatakan gencatan senjata terjadi setelah dia dan Wakil Presiden JD Vance bertemu dengan pejabat senior di kedua negara.
"Mereka telah sepakat untuk memulai pembicaraan tentang sejumlah besar isu di lokasi netral," kata Rubio di X.
Mediasi ini diharapkan oleh Pakistan. Namun tidak demikian dengan India. New Delhi cukup skeptis dengan cara ini.
Sayangnya gencatan senjata tidak berlangsung panjang. Mantan Menteri Luar Negeri India Harsh Vardhan Shringla kemarin menyatakan hal tersebut. "Pakistan dibantu oleh Amerika," katanya.
Dia juga menyatakan Operasi Sindoor merupakan keberhasilan besar dalam pemberantasan teroris. Namun kemarin pagi terjadi ledakan di Srinagar, Kashmir. Bahkan ada baku tembak intens di wilayah tersebut. Kedua negara saling tuduh melanggar gencatan senjata tersebut.
"Gencatan senjata disusun secara tergesa-gesa, dan pada saat ketegangan mencapai titik tertingginya," tulis analis Asia Selatan Michael Kugelman.
Dia menyebut India kesepakatan ini ditafsirkan lain oleh India. Kugelman menyebut India tidak tertarik dengan kesepakatan ini.