8 Juta Jiwa Meninggal di Indonesia Akibat Merokok
Dampak nyata bahaya rokok mengancam kesehatan. (Healthway Medical)
19:14
24 Januari 2025

8 Juta Jiwa Meninggal di Indonesia Akibat Merokok

- Pemerintah perlu bersikap tegas terhadap masyarakat yang kecanduan merokok. Sebab, prevalensinya mengalami tren kenaikan sejak lima tahun terakhir.

Berdasar data Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO), Indonesia disebut sebagai negara dengan konsumsi rokok tertinggi kedua dengan kematian akibat merokok diperkirakan berkisar 300.000 jiwa per tahun. Angka proyeksi prevalensi perokok akan meningkat dari 31,7 persen pada tahun 2000 menjadi 37,5 persen pada 2025.

Pakar kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran (Unpad) Assoc. Prof. Ronny Lesmana mengatakan, di Indonesia sudah lebih dari 8 juta orang meninggal karena rokok. Belum ada langkah-langkah signifikan untuk menghentikan laju angka tersebut. "Kita perlu mengaktivasi orang-orang yang bekerja di bidang kesehatan untuk lebih banyak bicara tentang Tobacco Harm Reduction (THR),” ujar Ronny dalam keterangan persnya, Jumat (24/1).

Konsep THR atau pengurangan risiko tembakau merupakan intervensi kebijakan yang menjadi alternatif untuk menekan angka kematian akibat merokok. THR merupakan pendekatan yang bertujuan untuk mengurangi risiko kesehatan dan sosial yang berkaitan dengan kebiasaan atau penggunaan zat tertentu. Metode yang digunakan yakni dengan memberikan alternatif lebih baik sebagai pilihan pengguna dalam upaya pengurangan risiko (Harm Reduction).

“Konsep THR sudah diterapkan oleh 120-140 juta orang di seluruh dunia," sambung Ronny Lesmana.

Dia menambahkan, umumnya pengguna THR justru adalah penduduk negara-negara berpendapatan tinggi, seperti di Swedia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat. Pengguna THR di negara-negara ini sudah sadar akan dampak dan manfaat THR dalam membantu mereka berhenti merokok.

Menurut Ronny Lesmana, p enerapan THR dapat menyelamatkan hingga 4,6 juta nyawa pada 2060. Dengan penurunan kematian hingga 123.000 per tahun. Namun, untuk mencapai target tersebut, Indonesia perlu mendorong pemanfaatan produk alternatif rendah risiko, serta peningkatan akses, dan layanan pada pengobatan kanker paru-paru.

“Kita sebagai akademisi bicara dengan menggunakan data yang kita hasilkan dari penelitian di laboratorium. Kita perlu paham dampak ekonomi dan dampak ikutan dari kondisi negara kita yang ada begitu banyak perokok. Gol kita semua adalah Indonesia yang lebih sehat. Oleh karenanya, alternatif yang lebih rendah risiko untuk mendorong peralihan, ataupun berhenti sama sekali patutnya mendapat perhatian lebih dari sisi kebijakan,” tambah Ronny.

Praktisi Kesehatan dari Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Marantha, Bandung, Prof. Dr. Wahyu Widowati, M.Si mengatakan Indonesia perlu langkah yang sangat serius untuk mengurangi risiko rokok yang melibatkan kerja sama berbagai pihak.

Pemerintah perlu membuka diri dan menyusun regulasi yang berlandaskan keilmuan sehingga persoalan perokok bisa teratasi dengan sebaik-baiknya. “Berhenti merokok itu sangat sulit. Oleh karenanya, THR ini menjadi alternatif yang baik untuk mendorong konsep pengurangan bahaya. Kita fokus pada Indonesia saja ya, karena angkanya sendiri cukup tinggi tadi yang dipaparkan. Metode THR bukan hal tabu, tetapi justru harus terus didorong penelitian yang lebih banyak agar semakin menggambarkan manfaat yang bisa diambil,” ucap Wahyu.

Wahyu menggagas ada penelitian lebih lanjut terkait berapa banyak produk alternatif rendah risiko yang sudah ada di Indonesia, besaran pengguna, serta pengukuran dampak dari pengguna rokok yang sudah beralih ke produk lebih rendah risiko untuk mendapatkan data yang lebih presisi demi mendorong kebijakan pengendalian penggunaan rokok yang lebih baik lagi.

Dia menyesalkan minimnya dana penelitian terkait rokok yang digulirkan pemerintah, padahal data menunjukkan Indonesia bahkan menduduki peringkat kedua dengan tingkat konsumsi rokok tertinggi di seluruh dunia.

Editor: Ilham Safutra

Tag:  #juta #jiwa #meninggal #indonesia #akibat #merokok

KOMENTAR