Pemerintah RI & Badan Kesehatan Seksual PBB Dukung Penghapusan Praktik Pemotongan Genital Perempuan
KASUS PEMOTONGAN GENITAL PEREMPUAN - Para pejabat Pemerintah Indonesia dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Agama (Kemenag), Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), serta Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama (NU), lembaga swadaya masyarakat (LSM), orang muda, serta penyintas berkumpul untuk membangun aliansi untuk menghapuskan praktik pemotongan/perlukaan genit
20:00
25 Februari 2025

Pemerintah RI & Badan Kesehatan Seksual PBB Dukung Penghapusan Praktik Pemotongan Genital Perempuan

- Kasus Pemotongan/Perlukaan Genitalia Perempuan (P2GP) di Indonesia terus meningkat.

Sebanyak 46,3 persen perempuan berusia 15 sampai 49 tahun pernah menjalani P2GP berdasarkan Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN 2024).

Menurut laporan global UNICEF tahun 2024, lebih dari 230 juta anak perempuan dan perempuan di dunia yang hidup saat ini telah mengalami P2GP dan lebih dari 68 juta anak perempuan berisiko mengalami P2GP dari tahun 2020 hingga 2030, dengan rata-rata lebih dari 4 juta anak perempuan per tahun.

Sebuah studi pada tahun 2024 yang dilakukan oleh Universitas Birmingham mengungkap P2GP sebagai penyebab utama kematian di 15 negara Afrika yang menjadi subjek penelitian, dan diperkirakan menyebabkan lebih dari 44.000 kematian setiap tahunnya.

Dampak biaya P2GP juga besar, dengan perkiraan US$ 1,4 miliar per tahun yang dihabiskan untuk pengobatan akibat komplikasi kesehatan akibat P2GP.

Badan Kesehatan Seksual dan Reproduksi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) atau UNFPA memperkirakan bahwa 68 juta anak perempuan mengalami P2GP antara tahun 2015 hingga 2030.

Tantangan utamanya bukan hanya melindungi anak perempuan yang saat ini berisiko mengalami P2GP, namun juga memastikan bahwa mereka yang lahir di masa depan akan bebas dari praktik berbahaya tersebut.

Pada tahun 2025, UNFPA memperkirakan lebih dari 4,4 juta anak perempuan berisiko mengalami mutilasi alat kelamin perempuan, di mana angka tersebut meningkat dari yang sebelumnya berjumlah 4,1 juta anak perempuan pada tahun 2019.

Terkait hal tersebut Direktur Pembangunan Internasional Inggris untuk Indonesia, Amanda McLoughlin mengatakan P2GP adalah salah satu manifestasi paling ekstrem dari ketidaksetaraan gender dan kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan yang dapat mengakibatkan penderitaan fisik dan psikologis seumur hidup. Praktik berbahaya ini tidak dapat diterima dan tidak boleh dilanjutkan.

"Sebagai komunitas global, kita sudah mengalami kemajuan; saat ini peluang seorang anak perempuan mengalami P2GP sepertiga lebih kecil dibandingkan 30 tahun yang lalu. Namun, kita telah mencapai titik kritis: meskipun terjadi penurunan angka, pertumbuhan populasi dunia menyebabkan perlunya peningkatan dalam kemajuan sebanyak 27 kali lebih cepat untuk memenuhi target global dalam P2GP pada tahun 2030," kata Amanda dalam pernyataan persnya yang diterima Tribun, Selasa(25/2/2025).

Perwakilan UNFPA Indonesia, Hassan Mohtashami mengatakan saat ini harus segera mempercepat kemajuan dalam mengakhiri P2GP. Saat ini membutuhkan semua orang untuk ikut terlibat; pemerintah, mitra pembangunan, profesional dalam bidang kesehatan, pemimpin agama, LSM, aktivis hak asasi manusia, semua elemen bersatu sebagai sebuah aliansi.

"Kita  harus menempatkan perempuan dan anak perempuan sebagai pusatnya serta memastikan bahwa kita tidak hanya berbicara tentang angka, karena setiap individu adalah manusia yang menghadapi konsekuensi psikologis dan medis dari praktik berbahaya ini. UNFPA dan UNICEF hadir di sini, kami melakukan yang terbaik untuk mendukung pemerintah Indonesia dan pemangku kepentingan lain di bidang ini. Dan kami berterima kasih atas dukungan mitra pembangunan kami seperti Inggris dan donor lainnya. Setiap orang mempunyai peran dalam melindungi setiap anak perempuan, jadi mari kita bertindak segera untuk mengakhiri P2GP sekarang," kata Hassan.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Desy Andriani mengatakan praktik P2GP termasuk bentuk-bentuk medis dan simboliknya harus dihapuskan secara bertahap, terutama jika praktik tersebut berakar pada diskriminasi berbasis gender.

Untuk mengatasi masalah ini, lanjutnya semuanya memerlukan pendekatan multisektoral yang komprehensif, sehingga ini bukan upaya satu sektor saja.

"Oleh karena itu, penting bagi kita untuk meningkatkan kolaborasi dan koordinasi di antara semua pemangku kepentingan terkait untuk memastikan respons yang holistik dan berkelanjutan. Para pemangku kepentingan yang berpartisipasi dalam diskusi untuk menyepakati strategi utama dalam menghilangkan P2GP di Indonesia yangs mencakup penanganan norma-norma budaya dan perilaku, memberdayakan para profesional kesehatan dan tokoh masyarakat untuk melakukan advokasi penghapusan P2GP, dan memanfaatkan posisi Indonesia sebagai negara mayoritas muslim terbesar di dunia untuk memimpin upaya global dalam mengakhiri P2GP," ujar Desy.

"Kesimpulannya, pemberantasan P2GP memerlukan pendekatan komprehensif dan kolaboratif yang menghilangkan praktik diskriminatif dan mendorong kesetaraan gender," tambahnya.

Editor: Wahyu Aji

Tag:  #pemerintah #badan #kesehatan #seksual #dukung #penghapusan #praktik #pemotongan #genital #perempuan

KOMENTAR