



Belajar dari Jepang, Melawan Malnutrisi dengan Menu Bergizi di Sekolah
Program makan di sekolah sudah diterapkan di banyak negara untuk menanggulangi kelaparan dan juga bagian dari strategi pembangunan sumber daya manusia jangka panjang. Jepang termasuk dalam negara yang jadi pionir dalam program ini, yang dimulai sejak tahun 1889 dan terus mengalami penyempurnaan.
Program makan bergizi di sekolah di Jepang dimulai di sebuah sekolah di prefektur Yamagata yang menyediakan makanan bagi anak-anak dari keluarga kurang mampu. Menu makan siang saat itu terdiri dari nasi, ikan, dan acar sayuran.
Menurut Prof.Naomi Aiba Ph.D, program makan bergizi di sekolah sempat terhenti di masa perang dan dilanjutkan kembali di tahun 1947. Ketika itu UNICEF memberikan bantuan berupa susu untuk meningkatkan status gizi anak. Selang dua tahun kemudian, pemerintah Jepang melembagakan dan membuat undang-undang untuk program ini.
"Di tahun 1975 menu makan siang di sekolah kebanyakan berupa roti dan disajikan dengan sendok garpu. Hal ini menimbulkan masalah karena banyak anak jadi tidak bisa pakai sumpit. Setelah itu menunya diubah, kembali ke nasi sebagai makanan pokok, serta sayur mayur. Siswa pun kembali pakai sumpit," kata Naomi dalam acara seminar ilmiah Shokuiku, Nutrisi dan Edukasi, yang diadakan oleh PT.Yakult Indonesia di Jakarta (13/2).
Seiring waktu, variasi bahan makanan yang dijadikan makin bertambah dengan lauk-pauk berbagai makanan Jepang menjadi fokus utama.
Penerapan Shokuiku
Prof.Naomi Aiba Ph.D,Tidak berhenti hanya menyajikan makanan, pemerintah Jepang pun menjadikan program makan siang di sekolah sebagai bagian dari pendidikan makanan (Shokuiku) yang mengajarkan anak-anak pentingnya pola makan sehat. Secara resmi UU pendidikan pangan pun disahkan di tahun 2005.
"Banyak menu makan siang anak yang direvisi, selain itu sekolah juga wajib menyediakan guru ahli gizi. Pendidikan makan di sekolah adalah cara agar anak bisa memperoleh pengetahuan tentang pangan dan mengembangkan sikap positif terhadap makanan," urai Naomi.
Di kelas para siswa akan menerima arahan tentang gizi bersama wali kelas. Dengan makan siang bersama di sekolah anak-anak juga dapat mempraktikkan apa yang telah dipelajarinya di kelas.
Waktu makan siang dianggap sebagai kegiatan belajar dengan durasi 45 menit, sama seperti mata pelajaran lain. Selama 45 menit, tercakup rangkaian makan siang mulai dari persiapan, makan bersama, serta membereskan peralatan dan sampah setelah makan.
"Manajemen gizi makan siang sekolah didasarkan pada penelitian 5 tahun sekali, sebagai standarisasi. Guru ahli gizi juga selalu berinovasi. Menu jadi lebih lengkap, yang terdiri dari makanan pokok, makanan lauk pauk, dan sup. Bahan makan yang digunakan berasal dari lokal-tradisional, dan diproduksi di dalam negeri," paparnya.
Porsi makan siang di sekolah dirancang sesuai kelompok usia. Murid juga diajarkan untuk menghabiskan makanannya agar mendapatkan energi dan nutrisi yang dibutuhkannya.
Berkelanjutan di keluarga
Pendidikan pangan tak berhenti di sekolah, tapi sampai ke keluarga. Di Jepang, makan siang di sekolah berlangsung selama 190 hari dalam setahun, sehingga memungkinkan untuk memberikan pembelajaran yang berkelanjutan.
"Namun perlu diingat, makan siang hanyalah satu kali makan dalam sehari. Pengalaman dan pengetahuan di sekolah juga perlu dipraktikkan di rumah," tutur Aiba yang juga seorang peneliti di Institut Kesehatan dan Gizi Nasional, Kanagawa Institute Jepang.
Sekolah membuat bulletin gizi, serta mengirimkan menu makan siang sekolah selama satu bulan kepada orangtua.
"Ini adalah salah satu cara guru berkomunikasi dengan keluarga, untuk membantu anak dan keluarga menjadi lebih sehat," katanya.
Kesuksesan program makan siang di sekolah tersebut telah dicontoh oleh berbagai negara untuk mengatasi masalah gizi anak sekolah.
Deputi Bidang Promosi dan Kerja Sama Badan Gizi Nasional, Dr.Nyoto Suwignyo mengatakan program makan bergizi gratis yang baru digulirkan pemerintah akan terus disempurnakan.
"Saat ini bangsa Indonesia sudah melaksanakan program MBG, bukan pekerjaan yang gampang. Jepang saja butuh puluhan bahkan ratusan tahun memulai program ini," ujar Nyoto dalam acara yang sama.
Dia menambahkan, pemerintah akan mencari hal-hal bagus dari keberhasilan program di Jepang yang bisa diterapkan pada program MBG, termasuk edukasi gizi.
"Yang membedakan program MBG Indonesia dengan Jepang adalah, Indonesia tidak memulai dari kelompok yang kecil, melainkan serentak langsung pada semua kelompok sasaran. Pekerjaan luar biasa yang butuh dukungan semua pihak," katanya.
Ia mengatakan, program MBG akan dimonitor dan dievaluasi setiap enam bulan.
Tag: #belajar #dari #jepang #melawan #malnutrisi #dengan #menu #bergizi #sekolah