Pertumbuhan Penyaluran Kredit UMKM Lesu, Lebih Rendah dari Tahun Sebelumnya
Pertumbuhan kredit usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) melambat. Lebih rendah dari tahun sebelumnya. Dunia usaha yang belum sepenuhnya pulih, adanya pelunasan, dan hapus buku yang dilakukan oleh bank penyalur kredit UMKM merupakan faktor yang memengaruhi.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Dian Ediana Rae menjelaskan, perlambatan tersebut sejalan dengan risiko kredit UMKM yang meningkat. Ditandai dengan rasio kredit macet alias non-performing loan (NPL) yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Per September 2024 tercatat sebesar 4 persen, sedangkan periode yang sama tahun lalu di level 3,88 persen.
Jika diurai, rasio NPL kredit mikro sebesar 3,25 persen; kredit usaha kecil di level 4,22 persen; dan kredit usaha menengah mencapai 5,17 persen. "Kondisi tersebut menyebabkan perbankan lebih berhati-hati (prudent) ketika akan menyalurkan kredit kepada pelaku UMKM," ungkapnya, Senin (18/11).
Dian menilai, risiko kredit UMKM saat ini masih cukup tinggi dibandingkan kredit non-UMKM. Mengingat, pelaku UMKM didominasi oleh masyarakat kelas menengah bawah serta kecenderungan perekonomian saat ini mengarah pada capital intensive. Seiring dengan pemanfaatan teknologi informasi pada berbagai aspek bisnis.
"Selain itu, masuknya produk impor ilegal yang biasanya menawarkan harga lebih murah juga memberikan tekanan terhadap bisnis UMKM," imbuhnya.
Pertumbuhan kredit, termasuk sektor UMKM, saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Seperti kondisi makroekonomi, antara lain tingkat pertumbuhan ekonomi dan daya beli masyarakat. Serta dinamika global termasuk situasi geopolitik yang berpengaruh pada berbagai aspek perekonomian domestik.
Adapun perlambatan pertumbuhan kredit UMKM juga tidak terlepas kondisi dunia usaha yang masih dalam tahap recovery pasca era Covid-19. Selain itu, angka pertumbuhan kredit sektor usaha rakyat yang lebih rendah dari tahun sebelumnya turut dipengaruhi adanya pelunasan fasilitas oleh pelaku UMKM. Juga, hapus buku yang dilakukan oleh bank penyalur kredit UMKM.
Indeks bisnis UMKM triwulan III 2024 PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) berada pada level 102,6. Lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yakni 109,9. Meski masih berada di level ekspansif (di atas 100)
"Penunuran ini disebabkan turunnya daya beli masyarakat, normalisasi permintaan pasca perayaan HBKN, normalisasi produksi pertanian pasca panen raya, enaikan harga barang input, dan persaingan yang semakin ketat," ungkap Direktur Bisnis Mikro BRI Supari.
Dia menjelaskan, volume produksi dan penjualan UMKM sedang menurun. Sejalan dengan normalisasi permintaan barang dan jasa pasca HBKN. Ditambah menurunnya produksi pangan pasca panen raya serta naiknya harga barang inpu. Meskipun rata-rata harga jual mencatat kenaikan. "Namun penurunan volume produksi/penjualan yang cukup dalam menyebabkan nilai penjualan juga turut menurun," imbuhnya.
Alhasil, ekspansi bisnis UMKM melambat. Ekspektasi para pelaku usaha terhadap aktivitas ekonomi cenderung moderat atau stagnan. Terutama karena melemahnya daya beli masyarakat, persaingan yang semakin ketat, serta awal musim tanam tanaman pangan.
"Hal ini tampaknya berkaitan dengan harga barang input yang terus meningkat dan menggerus keuntungan usaha, sehingga dirasakan sangat memberatkan bagi sebagian pelaku bisnis UMKM," jelas Supari.
Dalam industri pembiayaan dikenal dua istilah, hapus buku dan hapus tagih. Perlu diketahui bahwa hapus buku adalah penghapusan pencatatan pinjaman dari neraca (on-balance sheet) dengan kriteria tertentu sesuai dengan kebijakan internal bank. Antara lain, telah dalam kategori pinjaman macet, sudah dicadangkan 100 persen, dan kriteria lain kebijakan internal bank.
Dengan demikian, kebijakan hapus buku tidak menghilangkan kewajiban debitur dari membayar pinjaman. Sehingga penagihan tetap dilakukan. Sedangkan hapus tagih adalah kebijakan menghapus kewajiban debitur atas kredit yang sudah dihapus buku dan tidak ditagih kembali.
"Kebijakan hapus tagih dilakukan perbankan dengan kondisi dan persyaratan tertentu. Kebijakan hapus tagih tidak akan berdampak signifikan terhadap kinerja keuangan perseroan. Karena kerugiannya telah diserap ketika BRI melakukan penghapus bukuan," beber Supari. (*)
Kinerja Penyaluran Kredit UMKM dan Program Laku Pandai (Periode September)
2023
-penyaluran kredit UMKM: Rp 1.423 triliun (tumbuh 8,34 persen YoY)
-NPL: 3,88 persen
2024
-penyaluran kredit UMKM: Rp 1.495,94 triliun (tumbuh 5,04 persen YoY)
-NPL: 4 persen
35 bank yang memiliki program Laku Pandai
-total: 1.524.671 agen
-agen individu: 1.507.463 agen
-agen badan usaha: 17.208 agen
Sumber: OJK
Tag: #pertumbuhan #penyaluran #kredit #umkm #lesu #lebih #rendah #dari #tahun #sebelumnya