Prabowo Komit Capai Swasembada Energi, Ahli Sebut Migas jadi Kunci Ketahanan Energi dan Perekonomian Indonesia
Cofiring PLTU dinilai menjadi salah satu upaya transisi energi melalui pemanfaatan biomassa. (ANTARA)
19:36
12 November 2024

Prabowo Komit Capai Swasembada Energi, Ahli Sebut Migas jadi Kunci Ketahanan Energi dan Perekonomian Indonesia

Presiden Prabowo Subianto menyampaikan komitmennya untuk mencapai swasembada energi untuk menghadapi tantangan global yang semakin kompleks. Bahkan, komitmennya ini sebagaimana tertuang dalam Asta Cita yang dicanangkan selama proses pencalonan sebagai Presiden RI periode 2024-2029.   Merespons hal itu, Pengamat Energi sekaligus Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro menyampaikan minyak dan gas akan menjadi komoditas yang mampu mendukung Asta Cita tersebut. Apalagi, kontribusi migas dalam bauran energi nasional diproyeksikan mencapai 34-44 persen hingga 2050 menurut Rencana Umum Energi Nasional.   Komaidi menyebut, meski persentase kontribusi migas diproyeksikan turun, secara volume kebutuhan akan energi fosil akan terus naik. Belum lagi dampak berantai atau multiplier effect industri migas bagi daerah maupun perekonomian nasional.  

  “Jika tahun ini saja kebutuhan per hari bahan bakar minyak mencapai 1,6 juta barel per hari, pada 2050 diproyeksikan 4 juta barel. Ini yang tidak kita sadari, persentase kontribusi turun, volume konsumsi akan terus naik seiring pertumbuhan ekonomi dan peningkatan populasi,” kata Komaidi Notonegoro dalam acara Ngobrol Migas Bersama ReforMiner di Jakarta, Selasa (12/11).   Menurut Komaidi, meski ada dorongan untuk pengembangan energi terbarukan, peran migas masih sangat dibutuhkan. Hal ini menunjukkan bahwa migas tetap relevan dalam mendukung kebutuhan energi domestik.   Terlebih, jumlah konsumsi energi RI pasti akan terus naik seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk. Hal ini berpeluang pada tingginya impor dan cadangan devisa yang diperlukan.   “Sektor ini juga menjadi komponen penting dalam perekonomian nasional. Artinya kan, ekonominya sudah gede, penduduknya gede lagi, konsumsi energinya gede lagi, presentasenya di situ itu (kebutuhan energi) jadi gede. Kalau nggak hati-hati, kemudian kan impornya makin gede. Kalau impornya gede, cadangan devisa yang diperlukan juga makin gede. Ini jadi challenge tersendiri," jelasnya.   Oleh sebab itu, Komaidi menilai ketergantungan Indonesia terhadap impor migas menjadi tantangan yang perlu segera diatasi. Pada 2023, kebutuhan devisa impor migas mencapai Rp380,4 triliun, menunjukkan besarnya ketergantungan negara pada energi fosil ini.  

  Adapun untuk mengurangi ketergantungan, Indonesia perlu memaksimalkan potensi produksi migas domestik. “Optimalisasi ini dapat dilakukan melalui eksplorasi dan peningkatan kapasitas lapangan yang ada. Dengan demikian, ketahanan energi nasional akan semakin kuat,” ujarnya.   Investasi dalam sektor migas, lanjut Komaidi,  dapat menciptakan dampak positif pada pertumbuhan ekonomi. Investasi di sektor hulu migas tidak hanya mendukung penerimaan negara, tetapi juga membuka lapangan kerja dan menggerakkan sektor-sektor lain.   Setiap dolar yang diinvestasikan dalam migas menghasilkan multiplier effect bagi perekonomian. Komaidi juga menegaskan pentingnya teknologi dalam meningkatkan efisiensi sektor migas.   Inovasi seperti penggunaan data geofisika dan geologi dapat membantu optimasi eksplorasi dan produksi. Selain itu, teknologi Carbon Capture and Storage (CCS) mulai diimplementasikan untuk mengurangi emisi karbon dari sektor migas.   “Dengan inovasi ini, sektor migas dapat berkontribusi pada penurunan emisi gas rumah kaca. Ini penting untuk mencapai keseimbangan antara kebutuhan energi dan keberlanjutan lingkungan,” pungkasnya.

Editor: Bintang Pradewo

Tag:  #prabowo #komit #capai #swasembada #energi #ahli #sebut #migas #jadi #kunci #ketahanan #energi #perekonomian #indonesia

KOMENTAR