Keluarga Terlihat Mapan, Mengapa Masih Rentan Secara Finansial?
Kemapanan finansial kerap diasosiasikan dengan rasa aman. Rumah yang layak, pendidikan anak yang terjamin, serta gaya hidup yang stabil sering menjadi indikator bahwa sebuah keluarga berada dalam kondisi keuangan yang kuat.
Namun, di balik gambaran tersebut, banyak keluarga justru menghadapi celah kerentanan atau vulnerability gap yang tidak selalu disadari.
Vulnerability gap muncul ketika kemapanan dianggap setara dengan perlindungan finansial. Padahal, semakin mapan sebuah keluarga, risiko yang dihadapi justru semakin kompleks.
Ilustrasi dana darurat. Cara mengumpulkan dana darurat ala Kemenkeu. Besaran dana darurat yang ideal.
Risiko tersebut mencakup besarnya tanggung jawab finansial, ketergantungan pada sumber penghasilan utama, gaya hidup dengan biaya tinggi, hingga pengelolaan aset dan warisan lintas generasi.
Tanpa strategi perlindungan yang memadai, kondisi yang terlihat stabil ini dapat dengan cepat berubah ketika terjadi peristiwa tidak terduga, seperti kehilangan pencari nafkah utama, gangguan kesehatan, atau kebutuhan dana mendesak.
Ketergantungan pada satu pencari nafkah utama
Salah satu penyebab utama tingginya vulnerability gap di Indonesia adalah ketergantungan pada satu figur high performer sebagai pencari nafkah utama.
Dalam banyak keluarga, seluruh kebutuhan hidup dan rencana jangka panjang bergantung pada satu sumber penghasilan.
Ketika risiko terjadi pada figur tersebut, dampaknya tidak hanya mengganggu arus kas harian, tetapi juga keberlangsungan pendidikan anak, cicilan aset, hingga rencana keuangan jangka panjang.
Dalam praktiknya, masih banyak keluarga yang belum memiliki perlindungan pengganti penghasilan (income replacement) yang sepadan dengan standar hidup yang telah dibangun.
Gaya hidup meningkat, proteksi tidak selalu mengikuti
Dana darurat adalah dana yang disisihkan atau dialokasikan untuk situasi darurat atau genting seperti kehilangan pekerjaan, masalah kesehatan, kecelakaan, atau kerusakan rumah
Kemapanan finansial sering diiringi dengan peningkatan gaya hidup. Biaya sekolah premium, cicilan properti bernilai besar, perjalanan rutin, serta pengeluaran untuk lifestyle maintenance membuat kebutuhan dana keluarga semakin tinggi.
Namun, tidak sedikit keluarga yang belum menghitung secara menyeluruh biaya hidup aktual mereka.
Ketika risiko terjadi, cadangan dana darurat maupun perlindungan finansial yang dimiliki ternyata tidak cukup untuk menopang gaya hidup yang sudah terlanjur meningkat.
Kondisi ini membuat tekanan finansial muncul secara tiba-tiba, meskipun sebelumnya keluarga terlihat mapan.
Aset besar, tetapi tidak likuid
Kemapanan juga sering tercermin dari kepemilikan aset, seperti properti, bisnis keluarga, atau investasi jangka panjang. Masalahnya, sebagian besar aset tersebut bersifat tidak likuid.
Proses penjualan properti, likuidasi bisnis, atau pencairan investasi membutuhkan waktu dan biaya administratif yang tidak sedikit.
Akibatnya, ketika keluarga membutuhkan dana cepat untuk kondisi darurat, kekayaan yang dimiliki tidak selalu bisa langsung dimanfaatkan.
Hal inilah yang membuat keluarga dengan aset besar tetap rentan terhadap risiko finansial jangka pendek.
Beban tanggung jawab lintas generasi
Semakin mapan sebuah keluarga, semakin besar pula tanggung jawab lintas generasi yang harus ditanggung.
Banyak keluarga berada pada fase sandwich generation, yaitu harus membiayai pendidikan dan masa depan anak-anak, sekaligus menopang kebutuhan orang tua yang telah lanjut usia.
Ilustrasi generasi sandwich.
Tanpa perencanaan keuangan yang komprehensif, beban ganda ini berpotensi menimbulkan tekanan finansial dan memicu konflik dalam keluarga, terutama ketika terjadi perubahan kondisi ekonomi atau kesehatan.
Upaya menutup celah kerentanan finansial
Berdasarkan data Financial Resilience Index Sun Life Indonesia 2025, sebanyak 71 persen keluarga Indonesia memiliki aspirasi untuk membangun dan menjaga kekayaan keluarga.
Aspirasi tersebut berjalan beriringan dengan meningkatnya kebutuhan akan pengelolaan risiko yang lebih terstruktur.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Sun Life Indonesia menyediakan berbagai solusi perlindungan finansial yang dirancang untuk menjaga keberlanjutan kondisi keuangan keluarga ketika menghadapi risiko tidak terduga.
Salah satunya adalah solusi income replacement dan perlindungan bagi pencari nafkah utama. Asuransi jiwa berfungsi sebagai pengganti penghasilan ketika pencari nafkah mengalami risiko meninggal dunia.
Dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (19/12/2025), produk seperti Sun Prosperity Prime (Si Super) menawarkan proses pengajuan tanpa pemeriksaan kesehatan serta manfaat tunai tahunan sejak tahun pertama, yang ditujukan untuk membantu menjaga stabilitas arus kas keluarga.
Selain itu, untuk keluarga dengan aset besar dan tidak likuid, tersedia solusi perlindungan waris yang bersifat likuid dan bebas pajak.
Produk seperti Sun Proteksi Waris dirancang sebagai instrumen yang dapat langsung dimanfaatkan oleh ahli waris. Asuransi jiwa tidak dikenakan pajak, memiliki manfaat yang jelas, serta membantu keluarga menghindari proses administratif warisan yang panjang.
Dalam konteks tanggung jawab lintas generasi, Sun Life Indonesia juga menyediakan dukungan perencanaan melalui tenaga profesional, seperti Insurance Advisor, yang membantu keluarga menyusun strategi keuangan jangka panjang, termasuk perencanaan warisan yang sesuai dengan kebutuhan keluarga dan ketentuan hukum yang berlaku.
Seluruh pendekatan tersebut mencerminkan komitmen Sun Life untuk menjadi The One You Can Rely On, sebagai mitra keluarga Indonesia dalam mendampingi pengambilan keputusan finansial penting di berbagai tahap kehidupan.
Tag: #keluarga #terlihat #mapan #mengapa #masih #rentan #secara #finansial