Penurunan Suku Bunga BI Buka Peluang Rotasi Sektor, Saham Perbankan Diproyeksi Jadi Penopang IHSG 2026
Ilustrasi(Shutterstock)
12:16
19 Desember 2025

Penurunan Suku Bunga BI Buka Peluang Rotasi Sektor, Saham Perbankan Diproyeksi Jadi Penopang IHSG 2026

Prospek penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) pada 2026 membuka peluang perubahan arah pergerakan pasar saham.

Sejumlah sektor yang sensitif terhadap suku bunga, khususnya perbankan, mulai dilirik sebagai calon penopang utama Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), meski dampaknya diperkirakan tidak terjadi secara instan.

Analis Sinarmas Sekuritas, Isfhan Helmy, menilai dampak penurunan suku bunga BI sejatinya tidak bersifat langsung terhadap sektor riil maupun pasar saham.

Sepanjang tahun ini, BI telah memangkas suku bunga lebih dari 100 basis poin.

Namun, penurunan tersebut belum sepenuhnya diterjemahkan ke dalam suku bunga kredit.

Menurut Isfhan, yang lebih dulu turun adalah biaya dana perbankan atau funding cost, sementara suku bunga kredit masih relatif tinggi.

Kondisi ini lazim terjadi karena adanya jeda waktu atau lag sekitar enam hingga 12 bulan sejak suku bunga acuan diturunkan hingga perbankan benar-benar menurunkan suku bunga kredit.

"Oleh karena itu, dampak penurunan suku bunga secara menyeluruh, baik ke sektor riil maupun ke pasar keuangan, kemungkinan baru akan terasa lebih jelas pada paruh kedua tahun depan," ujar Isfhan dalam konferensi pers virtual, Kamis (18/12/2025).

Ia menjelaskan, penurunan suku bunga kredit biasanya baru terjadi setelah perbankan menyesuaikan struktur pendanaan dan risiko.

"Ketika BI rate turun, suku bunga kredit itu tidak langsung turun. Biasanya ada jeda enam sampai 12 bulan, sehingga dampaknya baru terasa di second half tahun depan," katanya.

Kondisi tersebut membuat saham-saham yang sensitif terhadap suku bunga, seperti sektor properti dan konstruksi, belum tentu langsung menguat pada awal 2026.

Isfhan menilai sektor properti masih akan menghadapi tantangan, terutama karena daya beli masyarakat dan permintaan domestik yang diperkirakan belum sepenuhnya pulih.

Ia memperkirakan pertumbuhan permintaan domestik pada 2026 masih berada di bawah 5 persen, atau sekitar 4,5 persen.

Selama suku bunga kredit masih relatif tinggi, pemulihan sektor properti dinilai akan berjalan lambat, khususnya pada awal tahun.

"Biasanya suku bunga rendah mendorong minat beli properti. Namun saat ini, kemampuan pembiayaan atau leasing power masih lemah. Dengan domestic demand yang masih di bawah 5 persen, pemulihan sektor ini akan cukup menantang," paparnya.

Dengan kondisi tersebut, sektor properti dan saham-saham sensitif terhadap suku bunga diperkirakan baru akan mulai bergerak lebih signifikan pada paruh kedua 2026, seiring turunnya suku bunga kredit dan membaiknya akses pembiayaan.

Di sisi lain, Isfhan mencatat peluang rotasi sektoral yang cukup menarik pada 2026.

Meski sektor komoditas masih berpotensi mencatatkan kinerja positif, terutama komoditas mineral dan emas yang dinilai masih berada dalam tren bullish, tidak semua komoditas diperkirakan bernasib sama.

Rotasi sektor berpotensi terjadi dari saham batu bara menuju sektor finansial.

Perbankan justru dinilai berada pada posisi yang menarik, terutama karena margin bunga bersih atau net interest margin (NIM) berpotensi meningkat pada awal 2026.

Penurunan biaya dana yang telah terjadi lebih dulu, sementara suku bunga kredit belum turun, berpotensi membuat margin perbankan menjadi lebih tebal pada kuartal pertama dan kedua 2026.

Kondisi ini dinilai dapat menjadi katalis utama kembalinya minat investor ke sektor finansial. "Kami melihat potensi rotasi kembali ke sektor finansial cukup besar. Saham-saham perbankan besar juga sudah relatif murah, seperti BRI, BCA, dan BNI, karena harganya telah turun cukup dalam," katanya.

Namun demikian, momentum rotasi ke sektor finansial akan sangat bergantung pada kinerja NIM perbankan pada awal 2026.

Jika kenaikan margin terlihat signifikan, sektor finansial berpeluang menjadi motor utama penguatan IHSG, sebelum sektor-sektor sensitif suku bunga lainnya, seperti properti dan konstruksi, menyusul pada paruh kedua tahun.

Dengan demikian, Isfhan memandang 2026 akan menjadi tahun transisi bagi pasar saham Indonesia.

Penurunan suku bunga tidak serta-merta mendorong seluruh sektor sekaligus, melainkan membuka peluang rotasi bertahap.

Dalam skenario tersebut, sektor finansial diproyeksikan tampil lebih dulu sebagai penopang indeks, sebelum sektor-sektor lainnya mulai bangkit seiring melonggarnya kondisi moneter.

Tag:  #penurunan #suku #bunga #buka #peluang #rotasi #sektor #saham #perbankan #diproyeksi #jadi #penopang #ihsg #2026

KOMENTAR