Konsumen Kelas Atas Pilih Belanja di Luar Negeri, Peritel Akui Barang Lokal Masih Mahal
Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah di Kantor Kemendag, Jakarta Pusat, Selasa (20/5/2025).(KOMPAS.com/NIRMALA MAULANA)
14:44
18 Desember 2025

Konsumen Kelas Atas Pilih Belanja di Luar Negeri, Peritel Akui Barang Lokal Masih Mahal

Pelaku usaha ritel menilai tingginya harga dan minimnya kelengkapan produk di dalam negeri menjadi alasan utama konsumen kelas atas alias orang kaya memilih belanja di luar negeri, alih-alih berbelanja di pusat perbelanjaan domestik.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, memandang kecenderungan tersebut tidak lepas dari kondisi harga dan kelengkapan produk di dalam negeri yang dinilai belum sepenuhnya mampu memenuhi kebutuhan konsumen berdaya beli tinggi.

“Karena sekarang banyak sekali orang keluar negeri berbelanja dikarenakan barang kita mungkin mahal atau kurang lengkap,” ujar Budihardjo di sela-sela gelaran Seremoni Pembukaan BINA Indonesia Great Sale 2025- Wisata Belanja Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis (18/12/2025).

Ilustrasi belanja.Dok. Unsplash/charlesdeluvio Ilustrasi belanja.Menurutnya, kelompok kelas menengah hingga atas sulit ditahan untuk bepergian ke luar negeri karena aktivitas jalan-jalan atau berwisata merupakan pilihan pribadi yang tidak bisa dibatasi.

Namun, yang masih dapat diupayakan adalah menahan pola belanjanya agar tidak dilakukan di luar negeri.

Dengan demikian, meskipun masyarakat tetap bepergian ke luar negeri, pengeluaran untuk belanja diharapkan dapat dialihkan ke dalam negeri, sehingga uang tidak seluruhnya mengalir keluar dan aktivitas konsumsi tetap memberi dampak positif bagi perekonomian nasional.

“Kelas menengah sudah, yang kita tahan tuh di sini, mereka sudah berangkat jalan-jalan, kita harapkan jangan belanja di luar, mereka jalan-jalan ya sudah nggak bisa kita tahan, belanjanya jangan, itu mereka masih bagus,” paparnya.

Budihardjo menilai, dengan dukungan kebijakan yang lebih baik, produk-produk yang dibutuhkan dan dicari konsumen dapat tersedia lebih lengkap di Indonesia, baik dari merek lokal maupun global.

Ketersediaan tersebut juga mencakup ragam makanan, mulai dari kuliner Indonesia hingga makanan luar negeri, selama seluruh pelaku usaha mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku.

Ilustras belanja, belanja pakaian di mal.PEXELS/COTTONBRO STUDIO Ilustras belanja, belanja pakaian di mal.

Jika ekosistem ritel domestik semakin kuat dan lengkap, belanja masyarakat dapat tertahan di dalam negeri.

Dampaknya, pengeluaran devisa ke luar negeri bisa ditekan, sekaligus mendorong masuknya wisatawan asing yang membawa valuta asing dan meningkatkan perputaran uang.

Harapan tersebut disampaikan langsung Budihardjo kepada Menteri Perdagangan (Mendag), Budi Santoso, saat gelaran Seremoni Pembukaan BINA Indonesia Great Sale 2025- Wisata Belanja Indonesia.

“Nah harapan kami belanjanya akan ditindaklanjuti nanti, Pak Menteri mohon tahun depan ada perbaikan-perbaikan atas kerja sama kami dengan kementerian dan asosiasi lain,” bebernya.

“Supaya kemudahan produk-produk yang memang dicari oleh konsumen bisa lengkap, merek lokal, global, bersama-sama, makanan Indonesia, makanan luar negeri bisa bersama-sama di Indonesia ini selama mereka mematuhi peraturan pajak, kita dukung,” lanjutnya.

Untuk diketahui, Indonesia kehilangan potensi ekonomi sebesar Rp 324 triliun akibat belanja sekitar 10 juta orang kaya di luar negeri.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebut sekitar 10 juta warga Indonesia bepergian ke luar negeri dan berpotensi menghabiskan uang di sana.

“Kita hitung kalau belanja itu katakanlah yang paling konservatif 2.000 dollar AS ya. Jadi itu kira-kira Rp 324 triliun,” kata Airlangga, Jumat (17/1/2025).

Ia mengakui sebagian barang di luar negeri memang lebih murah dibandingkan di dalam negeri. Kondisi ini membuat kelompok masyarakat berdaya beli tinggi lebih tertarik berbelanja di luar Indonesia.

Harga barang impor di dalam negeri menjadi lebih tinggi karena dikenakan berbagai pungutan pajak, mulai dari bea masuk, pajak penghasilan (PPh), hingga pajak pertambahan nilai (PPN).

“Jadi dibandingkan misalnya dengan Singapura, (pungutan pajak) itu kan enggak ada. Jadi secara otomatis barang di kita itu lebih mahal daripada di tempat lain,” ujarnya.

Hambat pertumbuhan ekonomi

Airlangga menambahkan, perilaku belanja sekitar 10 juta orang kaya di luar negeri menjadi tantangan tersendiri bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, potensi daya beli yang besar tersebut belum dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri.

“Persoalan kita cuma satu, yaitu tier 1, sekitar 10 juta orang yang belanjanya tidak di Indonesia. Padahal, daya beli mereka sangat besar sehingga ini (pertumbuhan ekonomi) tidak optimal,” ungkapnya.

Tag:  #konsumen #kelas #atas #pilih #belanja #luar #negeri #peritel #akui #barang #lokal #masih #mahal

KOMENTAR