12 Perusahaan Berpotensi IPO di 2026, Begini Proyeksinya
Ilustrasi logo Bursa Efek Indonesia (BEI). (KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG)
13:44
17 Desember 2025

12 Perusahaan Berpotensi IPO di 2026, Begini Proyeksinya

- Antrean penawaran umum perdana saham (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI) diperkirakan masih akan panjang hingga 2026.

Sejumlah perusahaan besar, termasuk anak usaha konglomerasi nasional dan entitas Badan Usaha Milik Negara (BUMN), disebut-sebut tengah mempersiapkan diri untuk melantai di bursa pada tahun depan.

Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengonfirmasi bahwa animo perusahaan untuk mencatatkan saham di pasar modal masih terjaga dan diperkirakan berlanjut hingga awal 2026.

Hingga 5 Desember 2025, BEI telah mencatat 24 perusahaan yang sukses melaksanakan IPO dengan total dana yang dihimpun mencapai Rp 15,21 triliun.

Selain itu, ia menyebut sekitar 13 perusahaan yang masuk dalam pipeline pencatatan saham.

"Hingga saat ini, terdapat 13 perusahaan dalam pipeline pencatatan saham BEI," ujar Nyoman lewat keterangan pers, Jumat (5/12/2025).

Dari 13 perusahaan tersebut, delapan perusahaan memiliki skala aset besar dengan nilai di atas Rp 250 miliar, tiga perusahaan berada pada kategori aset menengah dengan nilai Rp 50 miliar hingga Rp 250 miliar, serta dua perusahaan tergolong berskala aset kecil di bawah Rp 50 miliar.

Berdasarkan sektor usaha, dari delapan perusahaan berskala aset besar tersebut, terdapat emiten dari sektor bahan baku, barang konsumsi non-primer, dan energi.

Selain itu, pipeline IPO juga diisi oleh perusahaan dari sektor keuangan, teknologi, serta transportasi dan logistik.

Seiring dengan pernyataan resmi pihak BEI, rumor yang beredar di pasar menyebutkan setidaknya 12 perusahaan besar berpotensi melakukan IPO pada 2026.

Daftar ini didominasi oleh anak perusahaan konglomerasi besar, serta entitas BUMN yang tengah mematangkan persiapan, dengan status mulai dari tahap pra-efektif hingga persiapan awal.

Beberapa nama yang santer dikabarkan akan melantai di pasar modal di tahun depan antara lain PT Anugrah Neo Energy Materials (Neo Energy), PT Titan Infra Sejahtera (TIS), Bank Jakarta, Griya Idola, NTAM (Intam Group), serta anak usaha PT Raja Gas Energi Tbk (RAJA) yang mencakup Triguna Internusa Pratama, Petrotech Penta Nusa, dan Heksa Energi Mitraniaga.

Kemudian, terdapat pula nama Orang Tua Group, Blu BCA, Medco Power, Summarecon Investment Property, Pertamina Hulu Energi (PHE), dan Inalum.

Lantas, seperti apa proyeksi ke-12 perusahaan tersebut?

Head of Research PT Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi, menilai masing-masing calon emiten memiliki cerita bisnis dan potensi yang berbeda-beda, sehingga menarik untuk dicermati oleh investor.

Neo Energy, misalnya, dinilai memiliki potensi besar di sektor pertambangan nikel nasional.

Perusahaan ini disebut sebagai salah satu pemain utama dengan sumber daya nikel mencapai sekitar 200 juta ton, serta area tambang dalam tahap pengembangan seluas 10.800 hektar.

Ia menyebut, seiring ekspansi pasar kendaraan listrik yang membutuhkan teknologi pengolahan nikel bertekanan tinggi atau high pressure acid leach (HPAL), rencana pengembangan fasilitas pengolahan nikel hilir Neo Energy yang ditargetkan mulai beroperasi pada 2029 dinilai menjadi momentum menarik.

Meski demikian, investor juga perlu mencermati dominasi penggunaan baterai EV berbasis lithium ferro phosphate (LFP) yang saat ini banyak digunakan di pasar Indonesia.

“Neo Energy juga memiliki tambang yang masih dalam pengembangan dengan luas 10.800 Ha. Dengan pasar EV yang semakin ekspansif dan membutuhkan HPAL,” ucap Wafi kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).

Downstream nickel processing Neo Energy yang ditargetkan beroperasi pada tahun 2029 menjadi momentum yang menarik jika Neo Energy bisa menangkap peluang tersebut. Tapi perlu diingat, baterai EV berbasis LFP (lithium ferro phosphate) juga mendominasi pasar EV Indonesia,” paparnya.

Di sektor infrastruktur dan logistik energi, Titan Infra Sejahtera yang terafiliasi dengan keluarga Kalla menjadi pemain penting dalam layanan logistik dan infrastruktur batu bara di Sumatera Selatan.

Perusahaan ini menyediakan akses jalan dan layanan logistik batu bara dengan total panjang mencapai 118 kilometer (KM).

Meski sektor pertambangan batu bara cenderung menghadapi tren penurunan, bisnis transportasi dan logistik dinilai masih memiliki peran strategis sebagai penopang distribusi komoditas energi.

Sementara itu, Bank Jakarta yang masuk kategori Kelompok Bank berdasarkan Modal Inti (KBMI) III dinilai masih memiliki ruang pertumbuhan lebih besar dibandingkan bank KBMI IV.

Potensi tersebut dapat terwujud apabila perseroan mampu meningkatkan efisiensi operasional dan menjaga kualitas aset, khususnya rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL).

Dari sisi sentimen, Bank Jakarta juga mendapat dukungan likuiditas hingga Rp 20 triliun dari Menteri Keuangan, yang dinilai menjadi katalis positif bagi penguatan permodalan.

“Bank KBMI III memiliki pertumbuhan yang lebih tinggi dari Bank KBMI IV dan masih memberikan potensi pertumbuhan jika meningkatkan efisiensi dan menjaga NPL-nya. Dari sisi sentimen, Bank Jakarta mendapat dukungan likuiditas Rp 20 triliun oleh Menteri Keuangan,” paparnya.

Dari sektor properti, Griya Idola hadir di tengah kondisi sektor yang masih menunjukkan stagnasi.

Namun, dukungan dari Grup Barito menjadikan emiten ini cukup dinanti investor.

Sejumlah perusahaan yang terafiliasi dengan Grup Barito sebelumnya berhasil menarik minat pasar.

Dari sisi fundamental, Griya Idola dinilai memiliki proyek yang menarik, termasuk potensi arus kas dari pengembangan Patimban Industrial Estate.

Lebih jauh, Intam dinilai berada pada momentum yang tepat seiring reli harga emas dan perak sejak awal 2025.

Kenaikan harga komoditas tersebut memberikan sentimen positif bagi emiten di sektor logam mulia.

Selain itu, keterkaitan dengan kelompok usaha Prajogo Pangestu juga membuat Intam mendapat perhatian besar dari pelaku pasar.

Di sektor energi gas, sejumlah anak usaha PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) yang bergerak di bidang midstream dinilai menarik karena segmen ini umumnya menawarkan margin keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan downstream.

Dari sisi induk usaha, RAJA dinilai agresif menambah kontrak baru, sementara Grup Hapsoro sebagai pemegang kendali juga dikenal memiliki rekam jejak yang solid dan diminati pasar.

Untuk sektor barang konsumsi, Orang Tua Group dinilai diuntungkan oleh tren downtrading yang dialami emiten consumer goods besar seperti Unilever.

Dengan skala bisnis yang besar dan merek yang kuat, Orang Tua Group dipandang menarik bagi investor institusi maupun investor jangka panjang yang mengincar stabilitas permintaan.

Di sektor perbankan digital, Blu BCA dinilai memiliki dukungan ekosistem yang kuat dari Grup Djarum.

Momentum IPO emiten ini dinilai tepat di tengah sentimen makroekonomi era suku bunga rendah yang cenderung mendukung pertumbuhan sektor keuangan dan perbankan digital.

Sementara itu, Medco Power dinilai selaras dengan tren energi baru dan terbarukan (EBT) yang terus menguat.

Valuasi emiten ini diperkirakan akan berada pada level premium, seiring meningkatnya kebutuhan listrik, khususnya dari sektor pusat data (data center) yang mendorong tren elektrifikasi global.

Di sektor properti dengan pendapatan berulang, Summarecon Investment Property juga menarik dari sisi kontribusi pendapatan sewa yang relatif stabil.

Proyek-proyek yang telah berjalan dan diperpanjang, seperti Mal Kelapa Gading, menjadi sumber arus kas yang signifikan.

Meski demikian, secara sektoral, prospek properti masih dinilai cenderung netral.

Adapun Pertamina Hulu Energi dipandang memiliki sentimen positif seiring kebijakan pemerintah yang menaruh perhatian besar pada ketahanan energi nasional.

Sebagai proksi sektor hulu migas, emiten ini diperkirakan akan menjadi salah satu IPO strategis dari BUMN yang menarik minat investor institusi.

Terakhir, Inalum disebut sebagai salah satu IPO jumbo yang paling dinantikan pasar.

Perusahaan ini berada dalam industri logam strategis yang sejalan dengan agenda industrialisasi nasional.

Kebutuhan baja domestik yang terus bertumbuh serta penetapan sektor baja sebagai salah satu proyek prioritas dalam agenda Danantara dinilai menjadi katalis utama bagi prospek Inalum ke depan.

Tag:  #perusahaan #berpotensi #2026 #begini #proyeksinya

KOMENTAR