Alih-alih Revisi UU Migas, Apakah Penguatan Tata Kelola Lebih Penting?
Ilustrasi para pekerja di industri migas sedang melaksanakan pekerjaannya di lapangan. Proyek migas bernilai besar diharapkan ikut mendorong industri dalam negeri. Produksi migas nasional terus menurun di tengah kenaikan konsumsi dalam negeri.(SHUTTERSTOCK)
20:04
16 Desember 2025

Alih-alih Revisi UU Migas, Apakah Penguatan Tata Kelola Lebih Penting?

— Wacana revisi Undang-Undang Minyak dan Gas Bumi (UU Migas) dinilai belum menjadi kebutuhan mendesak di tengah tantangan sektor hulu migas yang masih dihadapkan pada persoalan kepastian regulasi dan konsistensi kebijakan.

Pengamat energi dari ERNI Indonesia, Yusra Abdi, menilai perubahan struktur kelembagaan justru berpotensi memunculkan ketidakpastian baru yang dapat memengaruhi iklim investasi. Menurut dia, tantangan utama hulu migas saat ini lebih berkaitan dengan stabilitas aturan dibandingkan revisi undang-undang.

“Tantangan hulu migas saat ini lebih terkait kepastian regulasi dan konsistensi kebijakan, bukan pada kebutuhan revisi undang-undang,” ujar Yusra, melalui keterangannya kepada Kompas.com, Selasa (16/12/2025).

Yusra menekankan pentingnya menjaga pemisahan yang jelas antara fungsi regulator dan operator dalam pengelolaan hulu migas. Ia menilai, penataan kelembagaan sebaiknya diarahkan pada penguatan peran masing-masing institusi agar dapat berjalan lebih efektif dan profesional, termasuk peran badan usaha milik negara di sektor energi.

“Pemisahan fungsi regulator dan operator merupakan praktik tata kelola yang lazim dan terbukti mampu menjaga akuntabilitas serta iklim investasi,” kata Yusra.

Ia mengingatkan, potensi kerancuan dapat muncul apabila fungsi manajemen Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang selama ini telah berjalan terpisah justru dikembalikan kepada BUMN migas. Kondisi tersebut dinilai berisiko menimbulkan konflik kepentingan sekaligus melemahkan fungsi pengawasan.

Sebagai perbandingan, Yusra mencontohkan Brasil yang menerapkan pemisahan tegas antara regulator dan operator. Di negara tersebut, peran regulator dijalankan oleh Agência Nacional do Petróleo, Gás Natural e Biocombustíveis (ANP), sementara Petrobras berfokus sebagai operator komersial.

“Dengan pemisahan peran yang jelas, Brasil berhasil meningkatkan lifting migas secara bertahap, terutama setelah membuka ruang kompetisi dan memperkuat kepastian regulasi,” ujarnya.

Menurut Yusra, Indonesia sebagai negara penggagas Production Sharing Contract seharusnya dapat mengambil pelajaran dari praktik yang telah diterapkan, baik dari pengalaman nasional maupun pembelajaran internasional.

Ia menambahkan, penyatuan fungsi regulator dan operator justru cenderung menimbulkan konflik kepentingan dan melemahkan fungsi pengawasan serta pemberdayaan. Oleh karena itu, arah kebijakan di sektor hulu migas dinilai lebih tepat difokuskan pada penyempurnaan substansi regulasi.

“Penguatan tata kelola hulu migas seharusnya diarahkan pada stabilitas aturan, kepastian fiskal, dan efisiensi pengambilan keputusan, bukan perubahan struktural yang berisiko mengulang persoalan lama,” pungkas Yusra Abdi, Energy Investment and PPP Specialist ENRI Indonesia.

Sebelumnya, Anggota Komisi XII DPR RI, Yulisman, menilai momentum kenaikan investasi hulu migas pada 2025 perlu dijaga. Ia mengingatkan peningkatan tersebut berisiko sementara jika revisi UU Migas tidak segera tuntas.

“Namun, peningkatan investasi ini harus diimbangi dengan kepastian hukum dan regulasi yang jelas,” ungkap Yulisman dalam keterangannya kepada Kompas.com di Jakarta beberapa waktu lalu.

Yulisman menyampaikan Komisi XII DPR RI berkomitmen mempercepat pembahasan RUU Migas bersama pemerintah. Ia menilai beleid baru ini perlu memberi kepastian hukum, mendorong investasi, dan menyiapkan transisi energi yang berkeadilan.

Pemerintah juga menawarkan reformasi fiskal dan insentif kompetitif. Delegasi Indonesia mengusung agenda tersebut pada Abu Dhabi International Petroleum Exhibition and Conference 2025.

Reformasi yang ditawarkan meliputi penyederhanaan birokrasi, penawaran bagi hasil yang lebih kompetitif, serta skema perpajakan yang lebih jelas untuk proyek non-konvensional.

Tag:  #alih #alih #revisi #migas #apakah #penguatan #tata #kelola #lebih #penting

KOMENTAR