5 Kebiasaan Ini Bikin Orang Sulit Kaya
- Banyak orang yang memimpikan untuk lebih kaya, tetapi tidak pernah benar-benar mencapainya. Mereka bekerja keras, berpenghasilan cukup baik, lalu bertanya-tanya mengapa kesuksesan finansial terasa selalu di luar jangkauan.
Namun, bertahun-tahun berlalu, kondisi keuangan tetap jalan di tempat. Gaji naik, tetapi tabungan tak pernah terasa cukup.
Jika dicermati, masalahnya jarang soal kecerdasan atau kesempatan.
Lebih sering, persoalannya adalah pola pikir dan kebiasaan keuangan kelas menengah yang tanpa disadari justru mengunci mereka di level yang sama selama puluhan tahun.
Seperti dikutip dari New Trader U, berikut lima pola pikir dan kebiasan yang membuat Anda terjebak di kelas menengah:
1. Pengeluaran Lebih Besar daripada Penghasilan
Faktor paling kuat yang membuat seseorang gagal membangun kekayaan adalah hidup dari gaji ke gaji, di semua tingkat pendapatan. Ini bukan hanya dialami mereka yang bergaji rendah. Banyak orang berpenghasilan tinggi pun hidup dengan cara yang sama, terus kesulitan memenuhi kebutuhan meski gajinya besar.
Masalah utamanya adalah lifestyle creep, yaitu pola ketika pengeluaran otomatis naik mengikuti, bahkan melampaui, kenaikan penghasilan. Berpenghasilan Rp 50 juta setahun, pengeluaran Rp 52 juta. Naik jadi Rp 100 juta, pengeluaran melonjak menjadi Rp 105 juta.
Orang kaya memperlakukan penghasilan seperti pendapatan bisnis, bukan izin untuk menghabiskannya. Sebagian besar dialokasikan lebih dulu untuk ditabung atau diinvestasikan, sementara peningkatan gaya hidup ditempatkan sebagai prioritas kedua. Mereka paham bahwa akumulasi modal adalah satu-satunya jalan menuju kemandirian finansial.
Setiap rupiah yang dihabiskan untuk konsumsi adalah rupiah yang tidak bisa berkembang dan bekerja untuk Anda. Jika semua penghasilan habis dibelanjakan, tidak peduli Anda berpenghasilan Rp 40 juta atau Rp 400 juta per tahun, Anda tetap akan bergantung pada gaji berikutnya dan terus menukar waktu dengan uang.
2. Tidak Memiliki Aset yang Menghasilkan Arus Kas
Jika seluruh kekayaan Anda hanya berupa rumah yang ditinggali, kendaraan, dan barang pribadi, Anda belum berada di jalur membangun kekayaan. Itu bukan aset dalam pengertian finansial, melainkan kewajiban yang menyedot uang atau barang konsumsi yang nilainya menyusut.
Orang kaya cenderung terobsesi untuk memiliki atau menciptakan aset yang menghasilkan pendapatan rutin, seperti bisnis, properti sewaan, saham dividen, kekayaan intelektual, atau investasi lain yang memberi arus kas tanpa menuntut kerja langsung setiap hari.
Perbedaan cara berpikir kelas menengah dan orang kaya terlihat jelas di sini. Kelas menengah fokus pada mendapatkan gaji yang baik dari pekerjaan. Orang kaya fokus membangun portofolio aset yang pada akhirnya menggantikan kebutuhan akan pekerjaan itu sendiri.
Jika Anda hanya memiliki sumber penghasilan yang menuntut keterlibatan aktif, Anda akan selalu menukar waktu dengan uang. Waktu ada batasnya, aset tidak. Seseorang dengan saham dividen senilai 5 juta dollar AS yang hidup dari hasil investasinya adalah orang kaya, sementara seseorang yang berpenghasilan 500.000 dollar AS per tahun tetapi menghabiskannya semua hanyalah pekerja bergaji tinggi yang rapuh menghadapi krisis.
3. Menghindari Risiko Terukur dan Bertahan di Zona Nyaman
Hampir semua orang yang benar-benar kaya pernah mengambil risiko besar dan tidak nyaman. Mereka memulai usaha saat orang lain menyarankan bertahan di pekerjaan aman. Mereka berinvestasi saat pasar jatuh dan semua orang panik. Mereka meninggalkan karier mapan untuk bertaruh pada diri sendiri atau pindah ke kota baru demi peluang yang lebih baik.
Jika respons naluriah Anda terhadap peluang selalu “lebih baik aman daripada menyesal,” kekayaan akan tetap jauh. Kenyamanan adalah musuh penciptaan kekayaan. Jalan menuju kebebasan finansial memang bukan perjudian sembrono, tetapi tetap membutuhkan risiko terukur yang membuat perut terasa sedikit mual.
Perbedaan antara risiko terukur dan nekat terletak pada riset, perencanaan, dan pemahaman atas skenario terburuk. Kebanyakan orang mengatur hidupnya sepenuhnya demi rasa aman dan kepastian. Mereka selalu memilih opsi paling aman, lalu heran mengapa hasil akhirnya hanyalah hidup kelas menengah yang aman dan bisa diprediksi. Hasil luar biasa menuntut ketidaknyamanan luar biasa dan kemungkinan gagal yang nyata.
4. Menyalahkan Keadaan atau Sistem
Orang yang tetap miskin dalam jangka panjang biasanya memiliki pola pikir yang sama: kendali ada di luar diri mereka. Pemerintah disalahkan, atasan tidak menghargai, ekonomi dianggap curang, atau nasib buruk terus mengikuti. Selalu ada pihak lain yang dianggap bertanggung jawab atas kegagalan finansial mereka.
Sebaliknya, orang kaya umumnya memiliki kendali internal yang sangat kuat. Meski hambatan eksternal nyata dan berat, mereka memusatkan energi pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan. Mereka tidak menghabiskan waktu untuk mengeluh atau menunggu keadaan membaik. Mereka beradaptasi, mencari jalan baru, dan mengambil tanggung jawab penuh atas hasil hidupnya.
Ini bukan berarti menafikan adanya masalah sistemik, melainkan menyadari bahwa menjadikannya alasan hanya akan membuat Anda tetap terjebak. Mentalitas korban jarang menghasilkan kekayaan karena kekuasaan atas hidup telah diserahkan pada faktor luar. Ketika Anda memutuskan bahwa masa depan finansial adalah tanggung jawab Anda sendiri, kreativitas dan dorongan untuk berubah akan muncul.
5. Tidak Mempelajari Uang dan Cara Membangun Kekayaan Secara Serius
Orang kaya hasil usaha sendiri memperlakukan penciptaan kekayaan seperti sebuah profesi yang membutuhkan studi dan disiplin. Mereka menikmati membaca laporan keuangan, mempelajari strategi pajak, menganalisis bisnis sukses, dan menghabiskan ribuan jam untuk belajar investasi dan kewirausahaan.
Sebaliknya, kebanyakan orang menghabiskan lebih banyak waktu untuk hiburan atau media sosial dibandingkan memahami cara kerja uang. Mereka tidak pernah membaca buku investasi, tidak memahami bunga majemuk, efisiensi pajak, atau alokasi aset.
Pengetahuan, seperti uang, juga berkembang secara majemuk. Seseorang yang meluangkan satu jam per hari selama 10 tahun untuk belajar keuangan akan memiliki pemahaman yang jauh melampaui mereka yang tidak pernah belajar sama sekali. Kesenjangan pengetahuan ini langsung berujung pada keputusan yang berbeda dan hasil hidup yang sangat kontras.
Ironisnya, mereka yang mencari jalan pintas “cepat kaya” justru cenderung tetap miskin, sementara mereka yang konsisten menjalani strategi jangka panjang yang membosankan justru membangun kekayaan nyata. Kekayaan bukanlah misteri, ia hanya terasa asing karena tidak banyak orang yang sungguh-sungguh mempelajarinya.
Karyawan menyeberang Jalan Prof Dr Satrio di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, saat jam makan siang, Selasa (27/2/2024). Para karyawan ini adalah potret kelas menengah Indonesia. Kelas menengah dengan gaji terbatas bersiasat untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan menabung untuk masa depan.
Bisa diubah
Kelima pola di atas bukan takdir, melainkan hasil dari pilihan-pilihan kecil yang diulang terus-menerus.
Mengubah dua atau tiga kebiasaan saja, misalnya mengendalikan gaya hidup, mulai membangun aset, dan meningkatkan literasi keuangan, sudah cukup untuk mengubah arah hidup secara signifikan.
Kenyataannya, sebagian besar orang tahu apa yang perlu dilakukan. Tantangannya adalah bersedia tidak nyaman hari ini demi kebebasan esok hari.
Kekayaan bukan milik mereka yang paling pintar atau paling beruntung, tetapi milik mereka yang konsisten mengambil keputusan sulit yang orang lain enggan lakukan, lalu sabar menunggu hasilnya bekerja.
Tag: #kebiasaan #bikin #orang #sulit #kaya