Proyeksi IHSG dan Rupiah Pekan Ini, di Tengah Sinyal The Fed Pangkas Suku Bunga
Ilustrasi nilai tukar rupiah.(SHUTTERSTOCK/MAHARDIKA ARGHA)
11:36
9 Desember 2025

Proyeksi IHSG dan Rupiah Pekan Ini, di Tengah Sinyal The Fed Pangkas Suku Bunga

- Pekan ini paling menentukan bagi pasar keuangan Indonesia. Semua mata tertuju pada keputusan The Federal Reserve (The Fed) yang diperkirakan kembali menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bps).

Meski demikian, langkah itu tidak terlepas dari dinamika internal yang semakin memanas, di mana sejumlah pejabat The Fed menunjukkan resistensi karena inflasi yang belum turun sesuai harapan. Minimnya data ekonomi terbaru akibat government shutdown juga membuat ketidakpastian semakin tebal.

Di tengah sorotan tersebut, pasar bereaksi cepat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka menguat pada awal perdagangan Selasa (9/12/2025). Indeks berada di level 8.726,517, naik 15,822 poin atau 0,18 persen.

Investment Specialist Korea Investment & Sekuritas Indonesia (KISI), Ahmad Faris Mu’tashim, memperkirakan IHSG bergerak di rentang 8.616-8.796 dengan peluang besar menorehkan rekor all time high (ATH) baru jika sentimen pemangkasan suku bunga terealisasi.

Ia melihat probabilitas penurunan suku bunga oleh The Fed mencapai 89,6 persen berdasarkan CME FedWatch, dan hal ini menjadi katalis utama bagi arus masuk dana ke pasar saham domestik.

“IHSG diproyeksikan bergerak pada range 8616-8796 dengan potensi mencetak rekor all time high baru. Sentimen ini dikarenakan Federal Reserve berpotensi melakukan pemotongan suku bunga sebesar 25 bps dengan probabilitas sebesar 89,6 persen pada pantauan CME Fedwatch,” ujar Ahmad Faris kepada Kompas.com.

Penurunan suku bunga pada FOMC berpotensi memberikan dampak positif bagi saham-saham yang berkorelasi dengan komoditas emas. Ketika The Fed memangkas suku bunga, Dollar Index (DXY) cenderung melemah karena imbal hasil aset berbasis dollar menjadi kurang menarik.

Kondisi ini biasanya mendorong aliran dana asing masuk ke pasar negara berkembang seperti Indonesia. Arus modal tersebut umumnya membutuhkan lindung nilai, dan emas menjadi salah satu instrumen lindung nilai yang paling banyak dipilih. Karena itu, saham-saham emiten emas berpotensi diuntungkan dari meningkatnya permintaan atas komoditas tersebut.

Di sisi lain, penurunan suku bunga juga berpengaruh pada pasar obligasi. Saat tingkat suku bunga turun, yield obligasi cenderung ikut melemah sehingga harga obligasi naik. Hal ini sudah terlihat pada obligasi pemerintah Indonesia tenor 10 tahun yang berada di sekitar level 6,19 persen.

Penurunan yield seperti ini akan meningkatkan minat pelaku pasar terhadap aset berisiko. Investor yang sebelumnya menempatkan dana pada instrumen aman seperti deposito atau obligasi pemerintah mulai mencari instrumen dengan potensi imbal hasil lebih tinggi.

Kondisi tersebut dapat memicu pergeseran sentimen menjadi lebih risk on, yang pada akhirnya turut mendukung penguatan pasar saham dan aset berisiko lainnya.

“Alasan kenapa penurunan suku bunga pada FOMC selanjutnya berdampak positif pada saham yang berkorelasi pada komoditas emas? Karena pemangkasan suku bunga akan berimplikasi pada melemahnya Dollar Index (DXY), sehingga aliran dana asing akan mengalir ke negara emerging market seperti Indonesia, sedangkan hal tersebut perlu di hedging oleh emas,” papar Ahmad Faris.

Bagaimana dengan Rupiah?

Berbeda dengan IHSG, rupiah masih menghadapi tantangan besar. Analis mata uang Doo Financial Futures, Lukman Leong, menilai rupiah sulit menguat meski indeks dollar AS bergerak fluktuatif.

Mata uang Garuda terus tertahan di rentang Rp 16.600-16.700 per dollar AS, terbebani oleh prospek pemangkasan suku bunga Bank Indonesia dan sinyal ekonomi domestik yang belum sepenuhnya solid.

“Indeks dollar AS sendiri masih berfluktuasi dan cenderung tertekan. Namun rupiah juga susah menguat dan tertahan di rentang Rp 16.600- Rp 16.700. Prospek pemangkasan suku bunga oleh BI dan ekonomi domestik yang masih lemah terus menekan rupiah,” kata Lukman kepada Kompas.com.

Bank Indonesia disebut intens mengintervensi pasar agar rupiah tidak menembus area Rp 16.700 - Rp 17.000, namun perkembangan global membuat tekanan tetap kuat.

Lukman menilai pasar valuta asing cenderung menahan diri menjelang pengumuman FOMC. Jika The Fed memangkas suku bunga namun memberikan sinyal yang lebih hawkish, rupiah justru berpotensi kembali tertekan setelah keputusan diumumkan.

“Namun tentunya investor wait and see untuk sinyal yang jelas. Rupiah diperkirakan akan berkonsolidasi hingga FOMC namun berpotensi tertekan paska itu, namun tentunya akan tergantung pada hasil pertemuan tersebut. Range Rp 16.600 - Rp 16.700,” paparnya.

Untuk diketahui pada perdagangan Selasa ini, rupiah dibuka menguat 0,01 persen ke posisi Rp 16.694 atas dollar AS.

Tag:  #proyeksi #ihsg #rupiah #pekan #tengah #sinyal #pangkas #suku #bunga

KOMENTAR