MBG Dongkrak Permintaan Kedelai, UMKM Tempe Tumbuh Pesat
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya menyediakan hidangan bergizi untuk anak-anak sekolah, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi UMKM penyuplai bahan baku hingga para petani sebagai produsen utama.
Manfaat itu diakui oleh Cucup Ruhiat, Direktur PT Azaki Food Internasional, perusahaan eksportir tempe yang kini telah memasok produk protein itu ke 12 negara di Asia dan Eropa. Selain ekspor, Cucup juga memasok tempe untuk ratusan dapur MBG di 15 kota.
Menurut Cucup, program ini bukan hanya soal menyediakan bahan makanan bagi Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), tetapi sebuah model ekonomi baru: kebijakan yang berorientasi pada gizi anak sekolah dapat menjadi katalis pertumbuhan bagi UMKM.
“Satu rumah produksi kami bisa menyuplai lima hingga 15 dapur MBG,” ungkap Cucup. Jika dikalikan dengan ratusan dapur di berbagai wilayah, lanjutnya, program ini membuka rantai nilai baru yang memberi dampak ekonomi luas.
“Petani kedelai semakin hidup, produsen tempe berkembang, tenaga kerja lokal terserap, dan industri pengolahan pangan masuk dalam orbit kebijakan nasional,” tambahnya.
Cucup menjelaskan, dalam kerangka gotong royong, MBG terbukti bukan sekadar program sosial. MBG menjadi strategi ekonomi kerakyatan yang melibatkan UMKM untuk masuk ke dalam ekosistem produksi pangan nasional. UMKM pun tidak hanya menjadi objek pembinaan, tetapi berperan sebagai aktor dalam pembangunan ekonomi.
Sebagai informasi, PT Azaki Food Internasional adalah pemasok tempe frozen ke berbagai negara. Dalam sebulan, Azaki mengekspor tidak kurang dari 150 ton tempe ke Arab Saudi, Korea, Chile, Australia, hingga Inggris.
Omzet Azaki terus meningkat setelah memasok kebutuhan ratusan dapur MBG. Menurut Cucup, UMKM juga memiliki tanggung jawab moral: bukan sekadar entitas bisnis, UMKM adalah penjaga kestabilan sosial, penyangga ekonomi keluarga, dan penggerak ekonomi lokal.
Terbaru, Cucup menandatangani nota kesepahaman perdagangan dengan perusahaan asal Arab Saudi dan Chile. Salah satu poin kerjasama itu adalah pengiriman tiga kontainer tempe beku per bulan ke Jeddah, Arab Saudi, serta 12 kontainer per tahun ke Chile.
“Saya enggak pernah menyangka bisa ekspor,” ujarnya. Menurut Cucup, kesuksesan mengangkat dapur kecilnya ke panggung global bukan hanya berkat ketekunannya, tetapi juga dukungan pemerintah, masyarakat, dan pasar.
Titik Balik
Perjalanan bisnis Cucup dimulai pada 2005 bersama sang kakak. Ia mengajak para perajin tempe membenahi manajemen dan meningkatkan kualitas produk agar omzet bisa tumbuh. Ia sempat memperluas pasar Azaki ke Kalimantan, namun usahanya stagnan selama hampir satu dekade.
Titik balik itu datang pada 2016. Cucup memutuskan belajar kembali dari nol tentang tempe, manajemen produksi, dan standar industri. Ia melengkapi berbagai dokumen perizinan seperti sertifikat halal dan sertifikat keamanan pangan BPOM. Ia bahkan mencoba membuat keripik tempe, namun produk itu kurang diterima pasar.
Tak patah semangat, Cucup tetap bergerak. Ia memperluas jaringan, belajar kepada produsen tahu modern, Rumah Tempe Indonesia, hingga berguru kepada ahli tempe, Made Astawan. “Dari situ saya tahu, ternyata tempe termasuk superfood, makanan bergizi tinggi yang diakui dunia,” tuturnya.
Kesempatan besar datang saat pandemi Covid-19 melanda. Saat banyak bisnis terpukul, proses perizinan justru beralih ke sistem digital, memudahkan pengurusan dokumen yang sebelumnya rumit.
“Pandemi justru membuat semuanya lebih mudah karena semuanya online. Saya sangat terbantu,” kata Cucup.
Sejak itu, produksi tempe Azaki terus melonjak karena tingginya permintaan, termasuk dari perusahaan-perusahaan luar negeri. UMKM seperti Azaki yang dulu hanya mengandalkan dapur kecil akhirnya menjelma menjadi pemain global.
Tag: #dongkrak #permintaan #kedelai #umkm #tempe #tumbuh #pesat