Air dan Tambang, Mewujudkan Keberlanjutan Tambang Nikel Indonesia
AIR adalah sumber kehidupan sejak peradaban manusia lahir. Ribuan tahun lalu, di tepi sungai, manusia telah memulai membangun permukiman. Dari aliran air, lahir pertanian, perdagangan, dan kebudayaan.
Namun, air juga bisa menjadi sumber persoalan yang mengancam manusia jika tidak dikelola dengan bijak. Di sektor pertambangan, misalnya, air memegang peran ganda, yakni sebagai sarana operasional utama dan sebagai elemen lingkungan yang harus dijaga kualitasnya.
Oleh karena itu, tata kelola air (water management) menjadi jantung dari praktik pertambangan berkelanjutan atau good mining practice (GMP).
Secara filosofis, air tidak hanya dilihat sebagai entitas fisik yang menopang kehidupan kita, tetapi juga sebagai simbol keterhubungan antara manusia dan alam. Air mengajarkan prinsip keseimbangan: mengalir tanpa merusak, memberi tanpa menguasai.
Dalam konteks pertambangan, prinsip ini menjadi refleksi etis bahwa setiap penggunaan air mengandung tanggung jawab moral untuk menjaga keberlanjutan ekosistem, yang menjadi bagian tak terpisahkan dari manusia.
Pengelolaan air yang baik bukan sekadar penerapan teknologi atau pemenuhan regulasi, melainkan wujud dari kesadaran ekologis bahwa kemajuan industri kita harus berjalan seiring dengan pelestarian alam. Ketika manusia menghormati air sebagai bagian dari tatanan kehidupan, kita sesungguhnya sedang menegakkan nilai-nilai peradaban yang berkelanjutan.
Dalam konteks Indonesia, GMP bukan lagi sekadar daftar kewajiban administratif sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Minerba dan Peraturan Menteri Energi dan Sumer Daya Mineral (ESDM) Nomor 26 Tahun 2018.
GMP telah menjadi prasyarat utama agar kegiatan tambang tidak hanya menghasilkan nilai ekonomi, tetapi juga memastikan keberlanjutan sosial dan ekologis di wilayah operasinya.
Air dalam kerangka GMP
Kolam sedimentasi yang dikelola Harita Nickel di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara.
Salah satu pilar utama dalam GMP adalah pengelolaan air tambang yang baik. Dalam pedoman resmi tersebut, pengelolaan air mencakup serangkaian tahapan, mulai dari pemisahan air yang terdampak kegiatan tambang dan yang tidak terdampak, pembangunan sistem drainase atau penyaliran tambang, kolam sedimentasi (sediment pond), pengendalian air tambang (mine drainage), infrastruktur pengolahan, hingga pemantauan kualitas air sebelum dilepas ke badan air di sekitar tambang.
Tujuan utamanya sederhana, tetapi krusial, yakni memastikan bahwa air yang keluar dari area tambang tidak memberikan dampak atau menurunkan kualitas sumber air di sekitarnya.
Hal ini penting karena masyarakat sekitar tambang sangat bergantung pada air sungai, danau, dan mata air sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Tidak hanya bagi masyarakat, populasi tenaga kerja industri pertambangan yang sangat besar juga membutuhkan sumber air bersih tersebut.
Jika pengelolaan air tidak dilakukan dengan tepat, aktivitas pertambangan dapat menurunkan kualitas air akibat kandungan partikel padatan dan logam di dalamnya. Dampak semacam ini tidak hanya merusak lingkungan, tetapi juga mengancam kepercayaan publik terhadap industri tambang.
Dari regulasi ke implementasi nyata
Kualitas air di kolam-kolam sedimentasi dipantau secara rutin untuk memastikan kepatuhannya terhadap peraturan pemerintah.
Secara prinsip, water management di area tambang harus bersifat preventif dan adaptif. Pendekatan preventif berarti mencegah air tambang terkontaminasi sejak awal melalui sistem peyaliran yang terpisah.
Sementara, pendekatan adaptif dilakukan dengan mengendalikan dan mengolah air tambang sebelum dialirkan keluar ke badan air penerima.
Kedua pendekatan ini menuntut konsistensi teknis dan komitmen jangka panjang dari perusahaan tambang sejak tahap pra-penambangan atau sebelum operasi penambangan dimulai melalui salah satunya perencanaan yang baik.
Tidak cukup hanya membangun infrastruktur fisik, seperti sistem penyaliran air tambang, kolam pengendapan dan sistem pengolahan, tetapi juga diperlukan sistem pemantauan kualitas air yang berkelanjutan serta evaluasi rutin (continuous improvement) berbasis data ilmiah.
Dalam banyak kasus, keberhasilan pengelolaan air di area tambang ditentukan oleh sinergi antara kebijakan, teknologi, dan transparansi. Perusahaan tambang yang terbuka terhadap hasil pemantauan kualitas air dan melibatkan pihak ketiga dalam audit lingkungan cenderung mendapatkan kepercayaan publik yang lebih besar.
Sayangnya, banyak perusahaan tambang justru menutup diri sehingga menimbulkan ketegangan antara kepentingan sosial dan industri. Hal ini justru mempertajam paradoks industri pertambangan.
Belajar dari Pulau Obi
Salah satu contoh menarik penerapan pengelolaan air berbasis prinsip GMP dapat dilihat di Pulau Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara. Wilayah ini menjadi lokasi operasi tambang nikel yang dikelola oleh Harita Nickel (PT Trimegah Bangun Persada Tbk).
Di pulau tersebut, air memiliki nilai yang sangat vital. Terdapat Sungai Akelamo dan Danau Karo yang luar biasa indah dan menjadi sumber utama air bersih bagi masyarakat sekitar.
Pada tahap awal operasional industri pertambangan dan hilirisasi di Pulau Obi, infrastruktur pengelolaan air tambang masih sangat terbatas. Kecepatan pembangunan dan pengelolaan air tambang menjadi permasalahan yang sangat serius.
Namun, seiring pembangunan kawasan industri yang pesat, Harita Nickel terlihat terus memperkuat sistem pengelolaan air tambangnya. Transformasi ini menunjukkan adanya pembelajaran secara berkelanjutan dan menjadi bukti bahwa continuous improvement menjadi bagian penting dari praktik keberlanjutan di lapangan.
Hal tersebut krusial karena tambang nikel di Indonesia umumnya menggunakan metode tambang terbuka (open cast mining) yang sangat dipengaruhi kondisi iklim tropis.
Curah hujan tinggi dengan rata-rata mencapai 3.000 mm/tahun dan perubahan cuaca ekstrem dapat mengubah karakter limpasan air tambang. Dengan demikian, sistem pengelolaan air harus selalu dievaluasi dan disesuaikan dengan dinamika lingkungan.
Saat ini, patut diapresiasi bahwa Harita Nickel telah menerapkan sistem water management terpadu. Mulai dari pembangunan sediment pond bertingkat, penggunaan teknologi yang lebih modern untuk pengolahan dan pemantauan otomatis, pemanfaatan air tambang untuk dikembalikan ke dalam proses pengolahan biji nikel, hingga pengujian kualitas air berkala di titik-titik sesuai dengan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL).
Data pemantauan menunjukkan bahwa kadar kekeruhan dan logam terlarut di sekitar Sungai Akelamo dan Danau Karo masih di bawah ambang batas baku mutu. Hasil ini menandakan sistem berjalan efektif.
Meski demikian, potensi risiko pencemaran air tetap ada, terutama akibat faktor cuaca ekstrem, perubahan kondisi geoteknik, atau gangguan operasional yang tidak terduga.
Oleh karena itu, perusahaan perlu menjaga mekanisme pengawasan dan evaluasi performa sistem secara rutin agar setiap penyimpangan dapat segera dikoreksi. Keberlanjutan dalam pengelolaan air bukan sekadar hasil dari desain yang baik, melainkan komitmen untuk terus memperbaikinya seiring waktu.
Lebih dari itu, pendekatan kolaboratif antara perusahaan, akademisi, dan masyarakat menjadi kunci keberhasilan di Pulau Obi. Keterlibatan universitas dalam penelitian dan pemantauan memastikan pengelolaan air dilakukan secara obyektif dan ilmiah sehingga mampu membangun fondasi pengelolaan air tambang yang adaptif dan berkelanjutan.
Refleksi akademik: menjaga keberlanjutan hidrologi tambang
Sebagai akademisi yang meneliti lingkungan tambang, saya melihat bahwa tantangan terbesar bukan hanya pada pembangunan infrastruktur teknis, melainkan konsistensi dan integrasi pengelolaan air dalam seluruh siklus pertambangan, mulai dari tahap eksplorasi, operasi, hingga pascatambang.
Konsistensi ini penting karena dinamika air di area tambang sangat kompleks dan berubah seiring waktu. Tanpa pemantauan berkelanjutan, dampak kumulatif seperti peningkatan sedimen atau perubahan pH air hingga kandungan logam di perairan bisa luput dari perhatian hingga menimbulkan masalah di kemudian hari.
Oleh karena itu, pengelolaan air harus dilihat bukan sebagai kewajiban administratif, melainkan investasi jangka panjang untuk keberlanjutan operasi tambang dan lingkungan sekitar.
Perusahaan tambang yang serius mengelola air dengan baik sesungguhnya sedang menjaga keberlanjutan usahanya sendiri.
Menjaga air, menjaga kehidupan
Pada akhirnya, menjaga air berarti menjaga kehidupan. Praktik GMP tidak hanya berbicara tentang efisiensi atau kepatuhan regulasi, tetapi tentang etika pengelolaan sumber daya alam.
Pulau Obi memberi pelajaran penting bahwa dengan tata kelola air yang baik, kegiatan tambang dapat berjalan berdampingan dengan kelestarian sumber air masyarakat.
Inilah esensi sustainable mining bahwa pertambangan tidak sekadar mengambil dari Bumi, tetapi juga mengembalikan manfaat bagi lingkungan dan kehidupan di sekitarnya.
Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya
A member of
Follow our mission at
sustainabilityimpactconsortium.asia
Tag: #tambang #mewujudkan #keberlanjutan #tambang #nikel #indonesia