Menakar Untung-Rugi Kebijakan Pemda Pinjam Uang ke Pemerintah Pusat
Ilustrasi utang pemerintah, rasio utang pemerintah. (SHUTTERSTOCK/BILLION PHOTOS)
11:52
31 Oktober 2025

Menakar Untung-Rugi Kebijakan Pemda Pinjam Uang ke Pemerintah Pusat

- Pemerintah baru saja meresmikan kebijakan baru mengenai pemerintah daerah (pemda) diperbolehkan meminjam uang ke pemerintah pusat.

Pinjaman tersebut diberikan dengan menggunakan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) dan diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 tentang Pinjaman Pemerintah Daerah.

Kebijakan ini menjadi langkah terbaru pemerintah untuk memperkuat pembiayaan pembangunan daerah. Namun, di sisi lain, kebijakan ini menimbulkan perdebatan karena dinilai berpotensi menambah ketergantungan fiskal pemda terhadap pusat.

Lantas, seperti apa manfaat dan risiko dari kebijakan baru ini?

1. Menimbulkan Ketergantungan Fiskal Baru

Direktur Eksekutif CORE Indonesia Mohammad Faisal menilai, kebijakan ini muncul di tengah sempitnya ruang fiskal daerah. Kondisi ini juga terjadi seiring dengan pemangkasan dana transfer ke daerah (TKD).

Pemerintah pusat telah menetapkan TKD 2026 sebesar Rp 693 triliun. Jumlah tersebut lebih kecil dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.

"Dari survey atau data yang dikeluarkan oleh Menkeu sendiri, 50 persen atau separuh daripada kabupaten/kota yang ada di Indonesia itu kapasitas fiskalnya rendah atau sangat rendah. Apalagi ketika transfer ke daerahnya itu dipotong. Makin berkuranglah sebetulnya ruang fiskal daripada daerah itu," ujarnya kepada Kompas.com, dikutip Jumat (31/10/2025).

Faisal menilai, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2025 itu hanya mengubah bentuk ketergantungan pemda terhadap pusat dari sebelumnya berbasis TKD menjadi berbasis utang.

"Ini menambah ketergantungan daerah terhadap pusat yang tadinya ketergantungannya terhadap transfer langsung, pemberian, sekarang minjam," ucapnya.

Dia menjelaskan, bagi banyak daerah, terutama yang fiskalnya lemah, pinjaman ke pusat pada akhirnya bukan menjadi instrumen penguatan ekonomi, tetapi justru mekanisme bertahan ketika transfer ke daerah menurun.

"Kalau dalam kondisi di mana transfernya itu dikurangi ya, mau tidak mau akhirnya harus meminjam kan. Dan itu juga yang sudah menjadi pemikiran daripada daerah-daerah ketika mereka kesulitan untuk mencari sumber pendanaan," jelasnya.

Oleh karenanya Faisal menilai kebijakan tersebut tidak menyentuh akar persoalan utama keuangan daerah yang sempit dan justru dapat memperkuat ketergantungan pemda terhadap pemerintah pusat.

2. Bermanfaat Selama Digunakan untuk Belanja Produktif

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, kebijakan ini bisa memberikan manfaat apabila diarahkan secara tepat, terutama untuk pembiayaan program yang bersifat produktif.

Pinjaman dari pusat dapat menjadi alternatif pendanaan bagi pemda yang membutuhkan tambahan modal untuk mempercepat pembangunan, selama digunakan secara hati-hati dan akuntabel.

"Kalau kualitas belanjanya bagus ya saya kira memberikan manfaat. Misalnya sebagian utangnya lari ke sektor produktif, belanja modal, apapun yang kemudian memberikan multiplier efek ekonomi jelas," ucapnya kepada Kompas.com.

Namun, kebijakan ini akan memberikan efek negatif jika uangnya hanya digunakan untuk menambal anggaran belanja karena pendapatan asli daerah (PAD) yang belum masuk atau TKD yang belum cair.

"Misalnya untuk tambahan non-honorium P3K, itu akan jadi beban karena mereka larinya kan ke belanja pegawai dan sebagainya. Sehingga dengan sumber utang beban daerah akan tambah besar di kemudian hari," kata Achmad.

3. Berisiko Bebani Fiskal

Senada dengan Achmad, Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Inde M. Rizal Taufikurahman mengatakan, langkah ini memang bisa mempercepat proyek pembangunan, tapi juga bisa menambah risiko terhadap stabilitas fiskal.

Oleh karenanya, kebijakan ini harus dijalankan dengan hati-hati dan berbasis analisis kelayakan yang ketat agar tidak menimbulkan beban fiskal tersembunyi (contingent liability) di masa depan.

"Jika banyak penerima pinjaman gagal membayar, maka beban bisa kembali ke APBN dan mempersempit ruang fiskal pemerintah," kata Rizal.

Menurutnya, kebijakan ini dapat mempercepat pembangunan infrastruktur dan proyek produktif. Namun, tanpa pengawasan yang baik, pinjaman ini bisa menimbulkan ketergantungan baru terhadap pusat.

Sebab jika dana pinjaman digunakan untuk proyek yang tidak menghasilkan, maka akan muncul beban utang baru di daerah dan menurunkan kemandirian fiskal.

"Karena itu, pinjaman harus selektif dan hanya untuk kegiatan yang benar-benar produktif," tegasnya.

4. Perlu Batasan dan Asesmen yang Ketat

Ketiga ekonom itu sepakat, pemerintah harus menerapkan mekanisme seleksi dan asesmen ketat sebelum memberikan pinjaman ke daerah.

Faisal bilang, pemberian pinjaman ke pemda perlu dibatasi karena tidak semua daerah bisa mengelola pinjaman dan mengembalikannya dengan baik.

"Jadi perlu ada assessment terhadap kemampuan daerah untuk mengembalikan pinjamannya," ucap Faisal.

Sementara Achmad menyebut, pemerintah perlu mengatur tingkat bunga yang harus dibayar oleh pemda untuk utang yang diberikan.

Namun pemerintah juga harus menyeleksi dengan ketat agar pinjaman hanya diberikan ke daerah-daerah yang fiskal daerahnya kuat. Hal ini untuk mencegah adanya gagal bayar utang.

"Misalnya yang SiLPA-nya cukup untuk membayar utang. Kalau dia mau utang katakanlah kalau misalnya masih ada sisa, ya itu yang dibutuhkan jaminan dia bisa berutang atau nggak. Kalau SiLPA-nya tipis, kasihan nanti dia akan punya tagihan utang yang besar," jelas Achmad.

Untuk menghindari moral hazard, Rizal menilai pemerintah perlu menetapkan batas pinjaman yang jelas bagi pemda baik dari sisi jumlah maupun rasio terhadap pendapatan.

Sebab tanpa pembatasan yang tegas, kebijakan ini bisa menciptakan moral hazard dan melemahkan keuangan negara.

"Selain rasio 75 persen terhadap pendapatan daerah, perlu juga batas total pinjaman per tahun dan mekanisme evaluasi berkala," katanya.

Pemerintah juga harus melakukan pengawasan dalam memberikan pinjaman ke pemda agar tidak menimbulkan ketergantungan baru terhadap pusat.

Pemerintah juga harus memastikan pinjaman hanya untuk proyek yang berdampak ekonomi nyata, bukan untuk menutup belanja rutin.

Tag:  #menakar #untung #rugi #kebijakan #pemda #pinjam #uang #pemerintah #pusat

KOMENTAR