Jamaah Bukan Sekadar Peserta, Mengapa Pendekatan Humanis Dibutuhkan Saat Umrah dan Haji?
-
- Model layanan konvensional belum sepenuhnya mengakomodasi sisi emosional dan spiritual jamaah.
- Kisah perjuangan jamaah menunjukkan ibadah adalah proses batin, bukan sekadar perjalanan fisik.
- Pendekatan berbasis pendampingan personal dan penguatan spiritual menjadi kebutuhan baru.
Layanan perjalanan Haji dan Umrah kini menghadapi persoalan yang semakin terasa oleh jamaah. Di tengah industri yang terus tumbuh dan kompetitif, banyak perjalanan ibadah masih diperlakukan sebagai urusan administratif semata: keberangkatan tepat waktu, hotel nyaman, dan jadwal yang rapi.
Padahal, bagi sebagian besar jamaah, Haji dan Umrah adalah puncak dari doa panjang, pengorbanan finansial, dan persiapan batin yang tidak singkat.
Model layanan konvensional kerap belum sepenuhnya mampu menangkap dimensi emosional dan spiritual tersebut.
PerbesarIlustrasi ibadah umrah (Unsplash)Jamaah sering diposisikan sebagai “peserta perjalanan” yang mengikuti alur standar, bukan sebagai individu dengan latar belakang, harapan, dan kesiapan yang berbeda-beda.
Akibatnya, pengalaman ibadah yang seharusnya personal dan menenangkan justru terasa seragam dan mekanis.
Berbagai kisah jamaah menunjukkan bahwa perjalanan religi bukan hanya perpindahan fisik dari satu tempat ke tempat lain, tetapi juga proses batin yang dipersiapkan selama bertahun-tahun.
Ada jamaah yang menabung sedikit demi sedikit, ada yang menunda kebutuhan lain, bahkan ada yang memanjatkan doa bertahun-tahun sebelum akhirnya bisa berangkat.
Realitas ini memunculkan kebutuhan akan pendekatan layanan yang lebih humanis dan berorientasi pada pengalaman jamaah secara utuh.
Menanggapi kebutuhan tersebut, CEO RANIA, salah satu biro perjalanan Haji dan Umrah, Antar Helmi, menilai bahwa layanan ibadah perlu dibangun di atas tiga pilar utama kenyamanan dan eksklusivitas, pendampingan personal, serta peningkatan spiritual.
Menurutnya, ketiga pilar tersebut bukan lahir dari teori bisnis, melainkan dari pengalaman langsung mendampingi jamaah.
Salah satu pengalaman yang paling membekas baginya adalah pertemuannya dengan seorang perempuan yang menabung bertahun-tahun dari hasil berjualan kue demi bisa berangkat umrah.
“Pengalaman seperti itu mengingatkan bahwa perjalanan ibadah membawa harapan dan doa. Ini bukan sekadar urusan logistik, tetapi amanah,” ujar Antar Helmi.
Kisah tersebut, menurutnya, menegaskan pentingnya pendampingan personal. Jamaah tidak cukup dilayani secara teknis, tetapi perlu didampingi sebagai individu dengan kebutuhan emosional dan kesiapan spiritual yang berbeda.
Pilar peningkatan spiritual pun dirancang untuk memberi ruang refleksi dan pembelajaran agar ibadah tidak berhenti sebagai rutinitas, melainkan menjadi pengalaman religius yang lebih bermakna.
Dengan pendekatan ini, mereka menempatkan pengalaman ibadah jamaah sebagai pusat layanan, sekaligus merespons kebutuhan baru akan perjalanan Haji dan Umrah yang lebih personal, tenang, dan penuh makna.
Tag: #jamaah #bukan #sekadar #peserta #mengapa #pendekatan #humanis #dibutuhkan #saat #umrah #haji