



Kripto Semakin Dilirik, Tapi Masih Banyak Tantangan: Bagaimana Prospeknya di Indonesia?
Di tengah derasnya arus digitalisasi dan tren investasi modern, cryptocurrency atau kripto muncul sebagai alternatif baru yang semakin menarik perhatian masyarakat Indonesia. Namun di balik popularitasnya, jalan menuju adopsi yang lebih luas masih penuh tantangan, terutama soal literasi dan regulasi.
Chairman Indodax, Oscar Darmawan menjelaskan, perkembangan industri kripto di Indonesia dari masa awal hingga prospek masa depan. Menurut Oscar, kripto pertama kali mencuri perhatian dunia sejak kemunculan Bitcoin pada 2009.
Tantangan utama penetrasi investasi kripto di Indonesia masih berkutat pada rendahnya literasi keuangan digital di kalangan masyarakat.
Namun di Indonesia, geliat baru benar-benar terasa ketika Indodax, platform kripto lokal pertama didirikan pada 2014.
"Awalnya kripto hanya diminati kalangan digital dan komunitas teknologi. Tapi momen penting terjadi saat Indodax berdiri dan memperkenalkan layanan perdagangan kripto secara legal dan terbuka. Sejak itu, minat terus bertumbuh," jelas Oscar kepada JawaPos.com.
Tahun 2017 menjadi titik balik penting. Harga Bitcoin melejit, media global menyorot, dan masyarakat mulai tergugah. Aplikasi Indodax diunduh lebih dari 500.000 kali, dan volume transaksi harian menembus USD 1 juta.
Pandemi Covid-19 juga semakin memperkuat tren ini. Ketika dunia terkurung, kripto justru terbuka lebar sebagai instrumen investasi yang fleksibel, mudah diakses, dan tidak terikat jam bursa.
Prospek Cerah, Tapi Butuh Edukasi
Saat ini, jumlah investor kripto di Indonesia mencapai 13,71 juta orang dan diperkirakan bisa menembus 28 juta pada akhir 2025, menurut proyeksi Statista. Di sisi lain, Indodax sendiri mencatatkan lebih dari 8,5 juta pengguna dengan pertumbuhan member sebesar 21,95% dalam setahun terakhir.
Namun, menurut Oscar, pesatnya angka pertumbuhan itu tak boleh menutupi tantangan besar yang masih mengadang, terutama dalam hal literasi.
“Banyak yang tertarik karena dengar cerita soal cuan besar. Tapi belum tentu paham risiko volatilitas tinggi dan mekanisme pasar kripto itu sendiri. Ini yang bisa jadi bumerang kalau tidak disertai edukasi,” ungkap Oscar.
Indodax sendiri mengembangkan berbagai kanal edukatif seperti Indodax Academy dan webinar terbuka agar masyarakat makin paham sebelum terjun.
Terkait tantangan penetrasi kripto di Indonesia, platform lainnya memberikan pandangan juga. CEO Tokocrypto, Calvin Kizana menyebut, tantangan utama dalam penetrasi investasi kripto di Indonesia masih berkutat pada rendahnya literasi keuangan digital di kalangan masyarakat luas.
Banyak individu, terutama di luar kota besar atau dari kelompok usia dan pendidikan tertentu, masih menganggap kripto semata-mata sebagai alat spekulasi, bukan sebagai instrumen investasi yang sah dan berpotensi tumbuh.
Meski kelompok usia 18–35 tahun menunjukkan indeks literasi keuangan yang cukup tinggi, yakni sekitar 73–74% menurut Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) pemahaman terhadap aset kripto belum sepenuhnya merata.
Tantangan ini semakin nyata di kalangan masyarakat lanjut usia, serta mereka yang memiliki akses pendidikan dan informasi terbatas. Hal ini menandakan bahwa edukasi mengenai kripto perlu dilakukan secara lebih inklusif, berkelanjutan, dan disesuaikan dengan konteks lokal agar pertumbuhan adopsinya tidak timpang atau eksklusif hanya pada kelompok tertentu saja.
Regulasi Hadir, Tapi Perlu Penyesuaian
Sejak awal 2023, pengawasan kripto resmi berada di bawah OJK. Menurut Oscar, ini langkah maju yang penting dalam membangun ekosistem investasi yang aman dan transparan.
Namun, ia juga menyoroti bahwa tantangan tidak berhenti di sana, khususnya di bidang perpajakan.
“Saat ini investor kripto dikenakan PPh 0,1% dan PPN 0,11% per transaksi. Bagi trader aktif, beban ini cukup tinggi. Tak sedikit yang akhirnya memilih platform luar negeri yang lebih longgar pajaknya,” kata Oscar.
Dampaknya bisa sangat signifikan: potensi outflow modal, hilangnya penerimaan pajak, dan kian sulitnya industri lokal bersaing di pasar regional. Ia pun berharap agar ke depan ada evaluasi struktural terhadap pajak kripto, agar lebih adil dan proporsional.
Tantangan lainnya diungkapkan Calvin adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat, seperti DeFi, stablecoin, dan tokenisasi aset, yang sering kali bergerak lebih cepat daripada kemampuan regulator untuk menyesuaikan kebijakan.
Ketimpangan ini dapat membatasi ruang eksplorasi pelaku industri dan menghambat masuknya investor Institusional, sehingga dibutuhkan pendekatan regulasi yang adaptif dan kolaboratif agar ekosistem kripto nasional tetap kompetitif secara global," kata Calvin.
Menurutnya, ketimpangan ini dapat menghambat inovasi serta membatasi peluang masuknya investor institusi dan internasional. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan regulasi yang lebih responsif, progresif, dan berbasis kolaborasi antara otoritas dan pelaku industri.
"Jika tantangan literasi dapat dijawab dan kerangka regulasi terus berkembang secara adaptif, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pusat pertumbuhan industri kripto di Asia Tenggara, serta menjadikan kripto sebagai salah satu pilihan investasi utama sejajar dengan saham dan reksa dana dalam portofolio publik," Calvin menambahkan.
Dari seluruh aset kripto yang diperdagangkan, Indodax mencatat, Bitcoin (BTC) masih menjadi pilihan utama investor Indonesia.
“Bitcoin dianggap seperti emas digital. Likuid, punya pasokan terbatas, dan paling dipercaya. Adopsi institusionalnya juga makin luas,” jelas Oscar.
Selain Bitcoin, Ethereum (ETH) dan beberapa altcoin juga mulai diminati, terutama oleh generasi muda yang digital-savvy dan mencari diversifikasi investasi.
Meski demikian, platform trading kripto mengingatkan bahwa meski kripto bisa dijual kapan saja selama 24 jam, itu bukan berarti jalan pintas untuk cepat kaya.
“Memang, kripto punya potensi untung besar. Tapi juga punya risiko besar. Harganya fluktuatif. Jadi harus bijak dan realistis,” tegas Oscar.
Bagi pemula, investasi bisa dimulai dari angka yang sangat terjangkau—cukup Rp 10.000 di Indodax. Namun Oscar memberi beberapa tips penting, seperti menggunakan platform resmi yang berizin OJK dan memulai dari nominal kecil.
Pelajari dulu aset yang ingin dibeli. Hindari keputusan impulsif karena FOMO dan fokus jangka panjang, bukan spekulasi cepat.
Sementara Calvin dari Tokocrypto, meminta masyarakat yang hendak mencoba investasi ini sebaiknya mulai dari aset kripto utama seperti Bitcoin atau Ethereum yang cenderung lebih stabil dan memiliki fundamental kuat.
Kedua, gunakan strategi Dollar Cost Averaging (DCA) untuk mengurangi risiko fluktuasi harga, yaitu dengan cara membeli aset secara rutin dalam jumlah kecil.
Terakhir, ikuti edukasi secara rutin dan perbarui wawasan pasar agar bisa mengambil keputusan yang lebih bijak dan terukur.
Momentum atau Hanya Tren Sementara?
Dengan dukungan regulasi yang membaik dan edukasi yang terus ditingkatkan, kripto diyakini bukan sekadar tren musiman. Namun keberlanjutan industri ini bergantung pada bagaimana tantangan-tantangan utama, terutama literasi dan regulasi perpajakan, bisa diatasi secara sistemik.
Kripto di Indonesia sedang berada di persimpangan penting: antara potensi pasar yang besar dan tantangan literasi serta regulasi yang tak bisa diabaikan. Bukan tidak mungkin jika dimaksimalkan, Indonesia bukan hanya akan menjadi pengguna, tapi juga pelaku utama dalam peta kripto global.
Tag: #kripto #semakin #dilirik #tapi #masih #banyak #tantangan #bagaimana #prospeknya #indonesia